
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID--Menteri Kebudayaan Fadli Zon resmi digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta oleh Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas pada Kamis (11/9/2025).
Gugatan ini buntut dari pernyataan Fadli yang meragukan adanya pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998, yang dinilai mendelegitimasi kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Kuasa hukum penggugat, Jane Rosalina, menyebut gugatan telah terdaftar dengan nomor perkara 303/G/2025/PTUN-JKT.
Objek gugatan adalah pernyataan Fadli pada 16 Juni 2025 yang menyebut laporan TGPF hanya berisi angka tanpa bukti kuat, serta memperingatkan agar tidak “mempermalukan bangsa sendiri” dalam membicarakan peristiwa tersebut.
Koalisi menilai pernyataan itu melampaui kewenangan Menteri Kebudayaan serta bertentangan dengan berbagai aturan, termasuk UU Administrasi Pemerintahan, UU HAM, dan UU Pengadilan HAM.
Mereka juga menekankan bahwa kementerian yang dipimpin Fadli tidak memiliki kaitan dengan penyelesaian pelanggaran HAM berat.
Para penggugat terdiri dari tokoh penting seperti mantan Ketua TGPF Mei 1998 Marzuki Darusman, pendamping korban pemerkosaan Ita F. Nadia, orang tua korban kerusuhan Kusmiyati, Koordinator Tim Relawan Kemanusiaan Sandyawan Sumardi, serta organisasi YLBHI, IPTI, dan Kalyanamitra.
Mereka meminta majelis hakim yang memeriksa perkara ini seluruhnya perempuan dan berperspektif gender, merujuk pada Peraturan MA Nomor 3 Tahun 2017 dan UU TPKS.
Koalisi menilai pernyataan Fadli adalah tindakan administratif yang menyesatkan dan berpotensi menghalangi proses hukum. Gugatan ini diajukan setelah keberatan administratif ke Fadli maupun banding ke Presiden RI tak kunjung ditanggapi.
Sebelumnya, Fadli Zon dikecam publik usai meragukan pemerkosaan massal Mei 1998 dalam sebuah wawancara. Meski kemudian mengklarifikasi bahwa dirinya tidak bermaksud menyangkal, banyak pihak menilai pernyataannya telah melukai korban.
Aktivis perempuan Ita F. Nadia bahkan menyebut pernyataan Fadli sebagai “dusta”. Ia menegaskan, pemerkosaan massal memang terjadi dan telah diakui negara sebagai salah satu pelanggaran HAM berat berdasarkan rekomendasi PPHAM yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 2023.
“Seorang menteri semestinya membantu mengembalikan ingatan kolektif bangsa, bukan menegasikan trauma korban,” kata Ita dikutip dari kompas.com
Ia mendesak Fadli Zon untuk meminta maaf kepada korban yang hingga kini masih merasakan tekanan akibat peristiwa kelam tersebut.
Ikuti KENDARI POS di Google News
Dapatkan update cepat dan artikel pilihan langsung di beranda Anda.