SHNet, Jakarta – Indonesia Police Watch mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri atas adanya Mafia Kepailitan yang melibatkan oknum Kurator atau Pengurusan (receiver), serta oknum Hakim Pengawas perkara PKPU yang secara sistemik bisa merusak dunia usaha.
Menurut Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso,tidak itu saja namun juga iklim usaha dengan permainan penyalahgunaan kewenangan dalam perkara kepailitan. Salah satunya, dengan cara mematikan suatu usaha masih dalam keadaan sehat dan solven dengan menggunakan prosedur legal yang sesungguhnya adalah suatu upaya hostile take over.
” Dalam hal ini, Indonesia Police Watch telah menerima pengaduan 2 (dua) pihak yang merasa dirugikan oleh mafia kepailitan, yang melibatkan oknum-oknum kurator, pengurus dan hakim pengawas,” tegas Sugeng Teguh Santoso melalui pesan elektroniknya, Jumat (20/9/2025).
Kembali dikatakan Sugeng, IPW tidak adanya mendesak Kapolri dan Kapolda Metro saja namun juga kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto, untuk mengusut tuntas kasus ini yaitu dengan modus pengajuan utang yang tidak benar.
Pun diketahui, IPW mendapatkan pengaduan dari Saudara Bintoro dan PT PILAR PUTRA MAHAKAM. Saudra Bintoro yang diputus pailit pada 3 Agustus 2023 berdasarkan Putusan PKPU No.: 254/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dalam perkara itu, tim kurator Alfons Raditya Pohan, S.H., M.H., Kenny Hasibuan, S.H., dan Musdalifah, S.H. memasukkan tagihan sebesar Rp39,4 miliar dari PT Petro Energy (Dalam Pailit) ke dalam DPT.
” Padahal, Bintoro ini tidak pernah meminjam uang, dan juga tidak pernah menandatangani perjanjian utang serta tidak tercatat sebagai debitor dalam laporan keuangan PT Petro Energy.
Namun, tagihan fiktif itu tetap diverifikasi dan dituangkan dalam DPT. Dengan begitu, PT Petro Energy memperoleh suara tambahan dalam voting PKPU yang menjatuhkan Bintoro ke dalam kondisi pailit,” tegas Sugeng lagi.
Tidak itu saja, kasus berikutnya dialami PT Pilar Putra Mahakam (PPM). Pada 6 Maret 2025, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan PPM harus membayar Rp10,58 miliar kepada dua kreditor. Meski pembayaran sudah dilakukan pada April 2025, hal itu diabaikan.hingga PPM diputus pailit.
Atas 2 pihak yang diduga dirugikan oleh oknum kurator tersebut IPW telah menyarankan dilaporkan pada polisi dan saat ini telah resmi dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Pelapor Kasus Bintoro tercatat dengan Nomor: LP/B/6353/IX/SPKT Polda Metro Jaya, tertanggal 10 September 2025 dengan terlapor oknum kurator dkk sedangkan
PT PIKAR PUTRA MAHAKAM telah melaporkan polisi teregister dengan Nomor: LP/B/6351/XI/SPKT/ Polda Metro Jaya, tertanggal 10 September 2025.
” Keduanya melaporkan adanya dugaan tindak pidana Pasal 400 ayat (2) KUHP tentang tindak pidana kepailitan, serta Pasal 263 KUHP terkait penggunaan surat palsu, karena Daftar Piutang Tetap dipakai sebagai dokumen resmi padahal diduga DAFTAR PIUTANG TETAP tersebut memuat fakta yang tidak benar,” kata Sugeng.
Bunyi Pasal 400 ayat (2) KUHP:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan, barang siapa yang di waktu verifikasi piutang-piutang dalam hal pelepasan budel, kepailitan, atau penyelesaian, mengaku adanya piutang yang tak ada atau memperbesar jumlah piutang yang ada.”
Indonesia police watch mengungkap pola permainan mafia pailit yang hampir selalu sama:
1. Kreditor fiktif muncul membawa tagihan utang yang sebenarnya tidak pernah ada, dengan nilai besar agar bisa menjadi mayoritas.
2. Tagihan fiktif diverifikasi oleh pengurus/kurator dalam tahap verifikasi piutang. Jika lolos, kreditor palsu memperoleh hak suara dalam voting.
3. Voting dipakai untuk mempailitkan perusahaan, meski debitor sudah membayar atau sebenarnya tidak berutang.
4. Setelah perusahaan resmi pailit, pengurus yang sama biasanya ditunjuk kembali sebagai kurator. Di sinilah modus berlanjut: utang fiktif yang sudah dibantah atau bahkan sudah dibayar tetap dituangkan ke dalam Daftar Piutang Tetap (DPT). Dokumen resmi pengadilan itu lalu dijadikan “pembenaran” seolah-olah piutang tersebut benar adanya.
Dengan cara ini, surat resmi pengadilan (Daftar Piutang Tetap) dapat dinilai sebagai surat palsu yang isinya tidak sesuai kebenarannya. Penggelembungan utang ini menjadi instrumen baru mafia pailit. Dengan memanfaatkan celah voting PKPU, perusahaan yang sehat pun bisa ditumbangkan dengan cara rekayasa piutang.
Ini bukan lagi sekadar sengketa utang-piutang, tapi modus sistematis untuk menjatuhkan perusahaan dan mengambil keuntungan dari kepailitan. Dampaknya serius, bukan hanya bagi debitor, tetapi juga terhadap iklim investasi di Indonesia karenanya Indonesia Police Watch meminta perhatian Kapolri dan Ketua Mahkamah Agung mencermati adanya mafia kepailitan yang bisa merugikan iklim usaha tersebut.
Untuk itu, Indonesia Police Watch juga membuka kotak Pengaduan masyarakat atas mafia kepailitan dengan mengirimlan pengaduan pada email [email protected] dan nomor telp 082221344459. (mayhan)