MUI-DPR Akan Gelar Konferensi Asia Pasifik Untuk Palestina; “Penguatan Aliansi Untuk Bela Palestina”

3 days ago 14

SHNet, Jakarta-Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan DPR-RI khususnya Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) dan lembaga internasional Global Coalition for Al-Quds and Palestine (GCAP) yang berkedudukan di Istanbul, Turkiye, dan sejumlah lembaga filantrofi Indonesia, antara lain Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), Forum Zakat (FOZ), Darut dan Tauhid Peduli,  akan menyelenggarakan Konferensi Asia Pasifik untuk Palestina (Asia Pacific Conference for Palestine) di Gedung MPR-DPR RI Senayan pada 7-8 November 2025.

Konferensi mengambil tema “Penguatan Aliansi untuk Bela Palestina” dan merupakan langkah lebih lanjut dari pertemuan GCAP di Istanbul, Turkiye, 30-31 September 2025, dimana Delegasi MUI yang diwakili oleh Prof. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional (HLN-KI) dan dua Anggota Komisi HLN-KI MUI, yakni Ir. Muhammad Faishal dan Dr. Oke Setiadi, MA telah mendapat kepercayaan dari seluruh peserta pertemuan untuk menjadi penyelenggara pertemuan GCAP berikutnya.

Sekjen MUI, Dr. H. Amirsyah Tambunan menyatakan bahwa penyelenggaraan Konferensi dilatarbelakangi oleh perkembangan situasi di Gaza (Palestina) yang semakin membutuhkan dukungan dan pengawalan dunia internasional bagi tercapainya perdamaian dan kemerdekaan bangsa Palestina. Ditegaskan bahwa MUI senantiasa mengikuti dengan penuh perhatian perkembangan situasi di Gaza, terutama sejak Oktober 2023 hingga November 2025 yang menurut PBB, WHO, UNRWA dan berbagai lembaga kemanusiaan internasional memburuknya situasi di Gaza tersebut telah memakan korban sipil melampaui 60.000 jiwa, lebih dari separuhnya adalah anak-anak dan perempuan, ditambah lebih dari 90.000 orang lainnya mengalami luka-luka, bahkan banyak yang cacat permanen. Infrastruktur vital, seperti sekolah, rumah sakit, masjid, gereja, hingga pusat distribusi pangan, hancur akibat bombardir pasukan Israel tanpa henti. Hampir 70 persen bangunan di Gaza kini rata dengan tanah, sementara 1,9 juta penduduk atau sekitar 80 persen populasi Gaza terusir dari rumah mereka dan hidup dalam kondisi pengungsian yang sangat memprihatinkan. Penduduk Gaza yang masih tinggal di Gaza terancam pengusiran dan kematian akibat kelaparan dan penyakit.

Kekerasan Israel tidak hanya terbatas di Gaza. Di Tepi Barat pun eskalasi penyerangan meningkat tajam, terus berlangsung penggusuran paksa, pembangunan permukiman ilegal, dan penangkapan warga Palestina, termasuk anak-anak. Di Jerusalem Timur juga terjadi serangan yang berulang terhadap jamaah di Masjid al-Aqsha, pembatasan akses ibadah, dan mengubah status kota suci tersebut. Bahkan, sejak 2024 hingga 2025, serangan Israel meluas hingga perbatasan Lebanon dan Suriah dengan menargetkan kamp pengungsi Palestina dan infrastruktur sipil, sehingga menambah kompleksitas konflik di kawasan. Bahkan yang terakhir menyerang Qatar, suatu aksi militer yang melanggar hukum internasional.

Tindakan brutal Israel tersebut telah menimbulkan gelombang kecaman dari masyarakat global. Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB berulang kali mengeluarkan resolusi yang menegaskan indikasi kuat terjadinya pelanggaran HAM, kejahatan perang dan genosida. Mahkamah Internasional (ICJ) menerima gugatan resmi terkait pelanggaran Konvensi Genosida 1948, sementara Mahkamah Pidana Internasional (ICC) membuka penyelidikan atas berbagai dugaan kejahatan perang.

Pada saat yang sama, jutaan orang di berbagai belahan dunia, termasuk kawasan Asia Pasifik, turun ke jalan dalam aksi solidaritas memprotes aksi kekerasan militer Israel atas warga Gaza yang disebut sebagai salah satu gerakan pro-Palestina terbesar sejak Intifada 1987-1993. Aksi solidaritas kemanusiaan tersebut terus menguat dan mendorong munculnya gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) yang muncul di banyak negara dan terus meluas, dimana masyarakat yang sangat marah terhadap tindak kekerasan militer Israel saling mengajak dan bersatu menekan perusahaan dan pemerintah mereka agar menghentikan kerja sama dengan Israel. Namun Israel tidak peduli, dan tetap mengabaikan hukum humaniter internasional, dan terus melanjutkan operasi militernya dengan dukungan politik serta militer dari sejumlah negara besar.

Mengenai Konferensi tersebut, Sekjen Amirsyah Tambunan menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk memperkuat solidaritas masyarakat Asia Pasifik, merumuskan langkah-langkah nyata dalam membela bangsa Palestina, dan membangun agenda bersama masyarakat Asia Pasifik untuk menghentikan genosida dan mewujudkan kemerdekaan Palestina. Untuk itu maka seluruh peserta Konferensi akan bersama-sama menganalisis perkembangan terkini di Gaza dari perspektif kemanusiaan, politik, dan hukum internasional.

Diharapkan interaksi yang semakin intens selama Konferensi akan memperkuat semangat solidaritas antarmasyarakat Asia Pasifik untuk menghentikan genosida, mengirimkan bantuan kemanusiaan, menyediakan dukungan bagi rekontruksi Gaza, membentuk jejaring Asia Pasifik lintas sektoral (akademisi, tokoh agama, masyarakat sipil, parlemen, media), dan merumuskan rekomendasi strategis bagi kawasan Asia Pasifik dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.

Lebih lanjut, Ketua BKSAP, Mardani Ali Sera, menyatakan bahwa DPR RI sangat menghargai ajakan MUI dan kalangan lembaga filantrofi Indonesia dan dengan antusias mendukungnya, sebagai cerminan konsistensi dan dukungan penuh rakyat Indonesia terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina. Oleh karena itu, DPR RI merasa terhormat bahwa kompleks MPR-DPR RI yang merupakan “rumah rakyat” siap menjadi tempat berlangsungnya Konferensi tersebut. Peserta Konferensi akan terdiri dari para pembela Palestina dari negara-negara Asia dan Pasifik sebanyak 70 orang yang terdiri dari beragam unsur seperti akademisi, intelektual, pimpinan organisasi keagamaan, pimpinan gerakan/organisasi bela Palestina, pimpinan organisasi filantropi, ulama, dan tokoh lintas agama, professional, pejabat pemerintah, politisi/anggota parlemen dan pimpinan organisasi perempuan, dan pemuda.

Selain itu, sesuai dengan rencana ritme Konferensi yang akan lebih bersifat dialog dan saling bertukar pemikiran, gagasan, dan saran maka telah diundang sekitar 20 tokoh dari negara-negara Asia Pasifik untuk menjadi Pembicara Utama, misalnya yang dari Parlemen RI Bapak Dr. H. Mohammad Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua MPR RI. Sementara itu dari unsur Ormas akan terdapat Bapak Dr. (HC) H. Mohammad Jusuf Kalla, Ketua Dewan Mesjid Indonesia (DMI) dan penerima “MUI Peace Mujahid Award” (2024) dan Bapak Prof. Dr. Din Syamsuddin, Ketua Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina, serta banyak lagi tokoh dari negara-negara Asia Pasifik. Direncanakan Konferensi akan dibuka oleh unsur Pimpinan DPR, dengan sambutan dari KH Anwar Iskandar, Ketua Umum MUI dan Pimpinan GCAP, di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara III, Senayan.

Menutup keterangan tentang Konferensi, Prof. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA, Ketua MUI Bidang HLNKI selaku Ketua Komite Pengarah Panitia Konferensi menyatakan bahwa dalam konteks geopolitik global, isu Palestina bukan semata-mata konflik regional, melainkan global dan menyangkut prinsip universal tentang hak asasi manusia, keadilan, dan ketaatan pada hukum internasional. Negara-negara di kawasan Asia Pasifik memiliki posisi strategis dalam menghadapi persoalan ini, sebab mayoritas mendukung kemerdekaan Palestina, memiliki basis masyarakat sipil yang kuat, serta berpotensi membangun tekanan diplomatik kolektif terhadap Israel dan sekutu-sekutunya.

Rapat pembahasan persiapan Konferensi Asia Pasifik untuk Palestina (Asia Pacific Conference for Palestine) di Gedung MPR-DPR RI Senayan pada 7-8 November 2025

Harapan yang Menggembirakan

Arus kuat dorongan kekuatan masyarakat sipil yang muncul di seluruh dunia telah menunjukan perkembangan yang memberikan harapan, terlihat pada meningkatnya jumlah negara yang memberikan pengakuan terhadap Negara Palestina, termasuk Inggris dan Prancis, dua negara Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB. Selain itu, perkembangan juga tampak pada pendekatan solusi dua negara ketika Prancis dan Saudi Arabia berhasil menyelenggarakan “Konferensi Internasional New York untuk Solusi Dua Negara” yang diadakan mulai Juli hingga September 2025 dan didukung oleh 19 negara termasuk Indonesia, yang menghasilkan  “New York Declaration on the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution” dan dengan dukungan 142 negara yang telah mengakui Negara Palestina diadopsi sebagai Resolusi Sidang Majelis Umum PBB.

Terakhir, berlangsungnya KTT Perdamaian Sharm El Sheik, Mesir pada 13 Oktober 2025 inisiasi Amerika Serikat, Mesir, Turkiye dan Qatar telah menghasilkan kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan tahanan yang implementasinya harus terus kita amati, waspadai dan kawal mengingat sikap Israel yang sudah melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan dan bahkan melakukan serangan terhadap penduduk sipil tak lama setelah penandatanganan kesepakatan tersebut.

Seharusnya implementasi butir-butir kesepakatan tersebut merupakan sarana bagi tumbuhnya rasa saling percaya (Confidence Building Measures/CBM) antara kedua pihak yang berkonflik. Tetapi Israel telah merusaknya dengan terus melakukan serangan terhadap warga, sarana dan prasarana Palestina yang melanggar kesepakatan gencatan senjata.

Melihat kompleksitas situasi tersebut, dan guna mengawal implementasi kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan tersebut yang rawan gagal karena pelanggaran dari pihak Israel, maka Indonesia dalam hal ini MUI berinisiatif menggandeng BKSAP DPR RI dan kalangan Ormas pro-kemerdekaan Palestina serta lembaga filantrofi untuk menyelenggarakan “Konferensi Asia Pasifik untuk Palestina”.

Penyelenggaraan Konferensi yang juga untuk melaksanakan amanah pertemuan GCAP Istanbul, sesuai dengan tema yang diangkat yakni “Penguatan Aliansi untuk Bela Palestina” dan tujuannya, maka Konferenmsi akan membahas sejumlah agenda yang relevan, misalnya pada Pleno 1 akan dibahas Geopolitik Palestina dan Solidaritas Global, Implikasi Problem Palestina bagi Kawasan Asia Pasifik serta Prospek Perdamaian Palestina. Setelah itu konferensi akan berlangsung dalam format kelompok kerja, dua (2) kelompok kerja yang akan berlangsung secara paralel agar dapat dibahas secara lebih mendalam sejumlah agenda teknis, mulai dari kondisi terkini Gaza dan Palestina, geopolitik diseputar masalah Palestina dan peran negara-negara besar serta potensi dukungan masyarakat di kawasan Asia Pasifik, solidaritas dan diplomasi Asia Pasifik menyangkut  peran negara, tokoh agama, parlemen, dan masyarakat sipil, serta agenda bersama Asia Pasifik untuk Palestina.

Diskusi dalam format kelompok kerja tersebut juga akan mempertimbangkan dan mengadopsi strategi kolektif menuju kemerdekaan Palestina, yang keseluruhannya dimaksudkan untuk menggali potensi beragam elemen masyarakat untuk memperkuat solidaritas kemanusiaan global hingga kiat memperkuat jejaring kerja sama semua elemen masyarakat Asia Pasifik pro-Palestina.

Pada akhir Konferensi akan dihasilkan dokumen rekomendasi bersama “The Asia Pacific Declaration for Palestine 2025”, dan tentunya terbangunnya aliansi Asia Pasifik lintas sektor dalam mendukung perjuangan Palestina, dan teridentifikasinya langkah konkrit kawasan Asia Pasifik dalam diplomasi, advokasi, dan aksi kemanusiaan untuk Palestina.(sur)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan