Banjir Bandang dan Longsor Terjang Sejumlah Wilayah, Ibu dan Anak Jadi Kelompok Paling Rentan

2 days ago 11

SHNet, Jakarta-Bencana banjir bandang dan longsor menerjang sejumlah wilayah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatera Barat beberapa waktu lalu. Hingga 17 Desember, tercatat sekitar 577.600 warga terpaksa mengungsi dan kehilangan kehidupan normal mereka. Situasi darurat ini tidak hanya menimbulkan kerusakan infrastruktur, tetapi juga berdampak serius terhadap kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Di tengah keterbatasan akses pangan, air bersih, dan layanan kesehatan, kelompok rentan seperti balita, anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui menjadi pihak yang paling terdampak. Kebutuhan gizi mereka tetap harus terpenuhi meskipun berada dalam kondisi darurat. Tanpa asupan yang memadai, risiko gangguan kesehatan dan penurunan daya tahan tubuh semakin meningkat, terutama di lingkungan pengungsian yang rawan penyakit.

Mengingat Indonesia berada di wilayah rawan bencana alam, kesiapsiagaan menjadi hal yang mutlak. Tidak hanya pada aspek tanggap darurat, tetapi juga pada ketahanan suplai pangan bergizi. Ketersediaan asupan yang tepat, termasuk sumber gizi yang sesuai untuk anak, menjadi bagian penting dalam menjaga kesehatan kelompok rentan di situasi krisis dan pascabencana.

Namun dalam kondisi darurat, risiko salah memilih asupan gizi juga meningkat. Keterbatasan pilihan, minimnya informasi, serta kebiasaan lama di masyarakat kerap membuat orang tua memberikan produk yang keliru kepada anak. Salah satu risiko yang sering muncul di wilayah bencana adalah pemberian kental manis kepada anak, yang masih dianggap sebagai pengganti susu. Hal ini perlu diperhatikan, sebab kental manis kerap menjadi salah satu produk yang didistribusikan dalam bantuan sosial masyarakat.

Sebagaimana diketahui, kental manis bukanlah susu dan tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, terutama balita. Produk ini memiliki kandungan gula yang sangat tinggi dan rendah zat gizi penting seperti protein, lemak sehat, vitamin, dan mineral. Pemberian kental manis pada anak di pengungsian berisiko menyebabkan kekurangan gizi, menurunkan daya tahan tubuh, serta memperburuk kerentanan terhadap penyakit di tengah kondisi sanitasi yang terbatas.

Kebutuhan gizi anak, khususnya balita, berbeda sesuai usia dan kondisi kesehatannya. Anak memerlukan asupan gizi seimbang untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal, terlebih di situasi pascabencana yang penuh tekanan. Oleh karena itu, edukasi kepada orang tua dan pengasuh di lokasi bencana menjadi sangat penting agar tidak salah memilih asupan pangan.

Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan diharapkan dapat memastikan bantuan pangan yang disalurkan ke wilayah terdampak bencana benar-benar sesuai dengan kebutuhan gizi ibu dan anak. Upaya ini menjadi bagian penting dari perlindungan kelompok rentan, agar dampak bencana tidak berujung pada masalah kesehatan jangka panjang, terutama bagi generasi masa depan.

Desakan Akademisi Kepada Pemerintah

Isu pangan untuk anak seperti susu, kerap diwarnai perbincangan di tengah masyarakat sepanjang tahun 2025. Perbincangan ini mencakup pelarangan susu pertumbuhan di situasi tertentu, kontroversi susu UHT dalam Program Makan Bergizi Gratis, hingga masih bertahannya persepsi keliru tentang kental manis.

Permasalahan kesalahan konsumsi kental manis kembali terungkap melalui berbagai penelitian akademisi dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Universitas Negeri Semarang (Unnes), dan Universitas Aisyiyah Yogyakarta. Penelitian di sejumlah wilayah menunjukkan praktik pemberian kental manis kepada balita masih ditemukan di tengah masyarakat.

Temuan dari penelitian memperlihatkan bahwa persoalan gizi anak berkaitan erat dengan pemahaman yang keliru mengenai kandungan dan fungsi produk pangan. Di sisi lain, faktor sosial dan ekonomi turut mempengaruhi pilihan konsumsi keluarga.

Guru besar ahli gizi UMJ, Dr. Tria Astika Endah Permatasari sebagai salah satu peneliti yang terlibat dalam penelitian pun mendesak untuk memberikan atensi dalam isu ini. Sebab, jika tidak mendapat perhatian dari pemerintah, akan memberi dampak buruk kepada anak-anak seperti munculnya berbagai Penyakit Tidak Menular (PTM).

“Harapannya tentu pemerintah berani dan tegas terkait dengan edukasi dan kebijakan ini, karena generasi manis hari ini akan berujung masa depan pahit,” kata Prof Tria.

Inisiatif Masyarakat Perkuat Pendampingan Gizi Anak

Di tengah persoalan gizi anak yang masih diwarnai kesalahan pemahaman konsumsi, inisiatif masyarakat sipil mulai mengambil peran aktif. Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, misalnya, telah menyelesaikan program pendampingan gizi kepada 72 ibu balita di Pamijahan, Kabupaten Bogor; Muaro Jambi; dan Kupang. Selama dua bulan, kader Aisyiyah mendampingi dan memantau pola makan anak, sekaligus memberikan edukasi dan pemberian makanan yang sesuai dengan isi piringku secara langsung kepada keluarga penerima manfaat.

Hal ini bertujuan agar kekeliruan konsumsi kental manis oleh anak-anak dapat berkurang hingga hilang sama sekali. Pendampingan dilakukan melalui pertemuan rutin dengan orang tua, yang diisi edukasi makanan aman untuk balita, pengenalan alternatif pengganti kental manis, hingga pelatihan memasak dari bahan yang mudah dijangkau.

Koordinator Divisi Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat MaKes PP Aisyiyah, Dr. dr. Ekorini Listiowati, MMR., sangat puas terhadap hasil dari program pendampingan gizi tersebut. Sebab, banyak terjadi perubahan kebiasaan dari anak yang didampingi. Ia pun berharap program ini dapat direplikasi seterusnya, tidak hanya oleh Aisyiyah.

“Harapannya masyarakat yang sudah merasakan manfaat dari pendampingan ini melakukan replikasi, atau menyampaikan ke keluarga lain,” kata Ekorini.

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan