Gubernur Koster Larang Produksi AMDK di Bawah 1 Liter, Ekonomi Pemulung Bakal Terpuruk

5 days ago 12

SHNet, Bali-Surat Edaran Gubernur Bali, Wayan Koster, yang melarang produsen untuk memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah satu liter dipastikan akan berdampak terhadap perekonomian para pemulung yang ada di Bali. Penghasilan mereka diperkirakan akan anjlok hingga 50 persen dengan adanya pelarangan itu.

Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Prispolly Lengkong, mengatakan botol-botol AMDK berukuran di bawah 1 liter itu merupakan andalan penghasilan bagi keluarga para pemulung karena harganya yang lumayan tinggi. “Apalagi, saat ini pet galon harganya lagi turun dan para pabrikan tidak mau tercampur pet botol dan pet galon,” ujarnya.

Jadi, katanya, SE Gubernur Koster yang melarang produksi AMDK di bawah satu liter itu akan sangat mengganggu terhadap kehidupan para pemulung di Bali. Dia memperkirakan penurunan para pemulung di Bali bisa anjlok hingga 50 persen dengan adanya pelarangan dari Gubernur Koster itu. “Karena, harga botol-botol AMDK yang dilarang itu jauh lebih mahal dari jenis plastik lainnya,” tuturnya.

Menurutnya, yang paling berdampak dengan adalah pelarangan produksi AMDK di bawah satu liter itu terutama pemulung yang mengambil sampah daur ulang khusus plastik pet botol. “Nah, jika botol AMDK di bawah satu liter tidak ada lagi di Bali, otomatis para pemulung ini akan kehilangan penghasilan keluarganya,” katanya.

Dia mengatakan Pemprov Bali tidak boleh seenaknya membuat surat edaran pelarangan seperti itu. Karena, menurutnya, ada kehidupan masyarakat minoritas atau masyarakat miskin yang mata pencahariannya ada di situ. “Jadi kami berharap Pemprov Bali mengkaji ulang surat edaran tersebut,” tukasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Eddie Supriyanto, juga mengatakan botol air mineral di bawah satu liter itu saat ini material yang banyak dicari dan diolah dengan ketat oleh para industri daur ulang plastik. “Jadi, dengan adanya pelarangan terhadap para pengusaha AMDK untuk memproduksi AMDK ukuran di bawah satu liter oleh Pemprov Bali, otomatis akan berdampak terhadap pasokan bahan baku daur ulang plastik,” katanya.

Menurutnya, dengan adanya pelarangan itu, ada kekhawatiran masyarakat tak bisa melakukan usaha daur ulang dari mengumpulkan, memilah, dan lainnya. “Akibatnya, akan ada penurunan produksi karena bahan sulit didapat, dan pemulung susah,” tuturnya.

Menurutnya, Pemprov Bali itu seharusnya cukup melakukan pengelolaan sampah di wilayahnya sesuai Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan bukan pelarangan untuk memproduksi AMDK di bawah satu liter. “Dilakukan pemilahan kemudian dikumpulkan, dan melibatkan beberapa sektor ekonomi di sana, ada pemulung, bank sampah, dan sebagainya. Ketika betul-betul dilakukan pemilahan maka pasokan plastik yang konon katanya plastik ini sangat mencemari lingkungan dan banyak berserakan itu bisa terminimalisir dan bisa terserap di industri daur ulang,” ucapnya.

Jadi, sebetulnya menurut Eddie, yang harus dioptimalkan itu adalah pemilahan dari sumber sampahnya. “Dan ketika tidak melakukan pemilihan, ya dikenakan sanksi,” tukasnya.

Kemudian kalau pemilahan sampah rumah tangga, kata Eddie, Pemprov Bali cukup menyerahkannya saja ke aparat desa. Jadi, lanjutnya, otonomi desalah yang akan mengelola sampahnya. “Karena, kan mereka yang tahu warganya. Kemudian ketika terjadi pelanggaran-pelanggaran mereka lebih paham. Jadi, memang disayangkan ya surat edaran Gubernur Bali itu yang melakukan pelarangan seperti itu. Padahal ada cara lain yang masih bisa dilakukan,” ujarnya.

Sementara, Perwakilan ADUPI Bali, Tony Manusama, mengatakan pelarangan yang dilakukan Gubernur Bali terhadap produksi AMDK di bawah satu liter itu bukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah sampah plastik di Bali. “Surat Edaran itu dikeluarkan karena Gubernur Bali sudah kebingungan dan panik dalam menangani sampah di wilayahnya. Tapi sebuah kekeliruan untuk bisa mengatasi sampah plastik dengan melarang-larang seperti itu yang malah berdampak terhadap perekonomian di Bali,” tegasnya. (CLS)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan