SHNet, JAKARTA – Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) mendesak Menteri Hukum (Menkum) RI Supratman Andi Agtas agar bisa secepatnya menindaklanjuti penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta No 217 Tahun 2024, terkait pengesahan kembali pendirian Badan Hukum PSHT di bawah kepemimpinan Muhammad Taufiq.
“Kami masih berharap penuh kepada Menteri Hukum untuk menindaklanjuti putusan tersebut dengan memulihkan kembali badan hukum PSHT yang pernah diterbitkan oleh Kemenkumham tapi kemudian di-takedown (dihapus),” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammad Taufiq saat melakukan Halal Bihalal Pengurus Pusat PSHT di Museum Purna Bhakti Pertiwi TMII, Jakarta Timur, Minggu (20/4/2024).
Sehingga, lanjutnya, PSHT yang telah memiliki dualisme kepengurusan dapat kembali bersatu dengan dasar hukum yang pasti dan tetap.
Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung No 68 Tahun 2022 dan penetapan PTUN Jakarta No 217 Tahun 2024 itu, maka yang berhak mendaftarkan diri badan hukum PSHT adalah Muhammad Taufiq.
Saat ini, lanjutnya lagi, PTUN Jakarta telah mengirimkan surat No 614 tertanggal 11 Februari 2025 kepada Menteri Hukum RI yang ditembuskan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Ketua DPR RI Puan Maharani yang pokok isinya permohonan atas pemulihan objek sengketa (kepengurusan PSHT) untuk dikabulkan.
“Kami berharap Menkum segera mematuhi dan melaksanakan perintah PTUN tersebut untuk mewujudkan kepastian hukum,” tuturnya.
Taufiq menuturkan pascaputusan PK MA Tahun 2022 itu pihaknya telah mengirimkan surat kepada Kemenkumham, bahkan difasilitasi Menko Polhukam untuk bertemu. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut atas putusan PK MA tersebut.
“Kami sekuat tenaga menjaga saudara-saudara kita untuk tidak ramai-ramai datang ke sana (kantor Menkum) dulu. Karena kita ingin melalui jalur-jalur yang lebih soft (lunak), karena bagaimanapun juga PSHT juga turut andil dalam mendirikan Indonesia,” ujarnya.

Dia pun meminta ada timbal balik dari penyelenggara negara untuk memperhatikan putusan PK MA dan PTUN Jakarta itu karena dengan adanya dualisme kepengurusan sangat mengganggu pengembangan karier atlet pencak silat, khususnya dari PSHT.
“Adanya dualisme kepengurusan menyebabkan kedua pengurus tidak boleh ikut dalam aktivitas Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), terutama yang terkait dengan organisasi,” paparnya.
Bahkan, tambah Taufiq, di beberapa daerah atlet dari PSHT tidak diizinkan untuk ikut berkompetisi dalam kegiatan kejuaraan pencak silat.
“Nah, ini kan mengganggu kita untuk memberi kontribusi pada kemajuan pencak silat di Indonesia,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Harian PB IPSI Benny Sumarsono yang hadir dalam kegiatan itu mengatakan, dualisme kepengurusan PSHT yang terjadi memang membuat pencak silat Indonesia seperti kehilangan.
Benny berharap permasalahan yang terjadi di PSHT bisa segera diselesaikan. Terlebih, putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah dikeluarkan bisa segera mengakhiri dualisme yang terjadi.
“Kenapa harus segera diselesaikan? Karena kami ingin mengirim atlet pencak silat dalam kejuaraan di Sea Games di tahun ini,” katanya.
Dia pun berharap dualisme kepengurusan PSHT dapat segera diselesaikan agar pencak silat bisa kembali juara di berbagai kompetisi. (Non)