SHNet, Jakarta-Ribut-ribut soal klaim sumber air baku industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pasca pernyataan Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi alias KDM, saat mengadakan sidak di pabrik AQUA Subang, yang kaget saat mengetahui pengambilan airnya itu dengan cara dibor dan bukan disedot dari mata air yang ada di pegunungan, Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika menegaskan bahwa sumber air AMDK itu sudah sesuai dengan Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA).
“Kalau industri AMDK itu sudah mengeluarkan SIPA, ya kita percaya bahwa memang sumber air mereka itu sesuai dengan apa yang disampaikan ke masyarakat. Berarti sudah rekomendasi SIPA-nya,” ujarnya usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR-RI yang membahas “Standardisasi Bahan Baku AMDK”, Senin (10/11/2025), yang juga dihadiri Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Emmy Suryandari, dan beberapa industri AMDK besar.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP, Evita Nursanty, yang memimpin rapat saat itu mengatakan RDP ini dilakukan sebagai fungsi pengawasan atas mencuatnya polemik di ruang publik mengenai dugaan penggunaan bahan baku AMDK yang yang tidak sesuai dengan klaim sumber air baku pegunungan yang selama ini dipromosikan produsen AMDK. “Jadi, kita ingin mengklarifikasi langsung dari Dirjen dan BSKJI dan industri AMDK soal kebenarannya, dan tidak hanya membaca dari media saja. Kami ingin tahu sumber air yang digunakan itu apa sesuai aturan. Klarifikasi ini bisa meluruskan berita-berita yang beredar di media. Kita tidak bisa menyalahkan begitu saja kalau itu memang sudah diatur dalam Undang-Undang,” katanya.
Menjawab hal itu, dalam paparannya di ruang rapat Komisi VII, Dirjen Agro Putu Juli menjelaskan sesuai Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2024 mengenai penyelenggaraan izin pengusahaan air tanah dan persetujuan penggunaan air tanah ini, semua industri AMDK yang sudah memiliki izin berarti sudah memenuhi persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan penggunaan air tanah itu sebagai sumber air baku mereka. “Jadi, yang harus dipenuhi industri AMDK itu adalah mendapatkan izin pengelolaan dan penggunaan air tanahnya dulu,” tuturnya.
Setelah sudah mendapatkan izin itu, lanjutnya, industri AMDK itu juga harus memenuhi persyaratan teknis industri minuman dan kemasan yang diatur dalam Permenperin Nomor 96 Tahun 2011, Permenperin Nomor 62 Tahun 2024 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia untuk Air Minum Dalam Kemasan, serta Permenkes Nomor 2 Tahun 2023 yang mengatur standar mutu lingkungan untuk air minum, air untuk keperluan higiene dan sanitasi.
Jadi, dia menuturkan untuk memperoleh SIPA itu, industri AMDK harus melalui perizinan dari beberapa Kementerian/Lembaga (K/L). Di antaranya, Kementerian ESDM melalui Badan Geologi untuk air tanah, Kementerian PU untuk air permukaan, Kementerian Perindustrian, BKPM untuk OSS-nya (Online System), dan BPOM. “Jadi, keterkaitan untuk kegiatan usaha industri air minum ini cukup luas,” katanya.
Dalam kesempatan itu, dia juga menyampaikan kinerja industri air minum dalam kemasan yang memiliki 707 pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia dan 54 persennya ada di Pulau Jawa. Dipaparkan, kapasitas pabrik AMDK itu sebanyak 47 miliar liter per tahun dan utilisasinya di sisi industri cukup bagus yaitu 71,62 persen.
Untuk neraca perdagangan, katanya, industri AMDK mencatatkan surplus 19,46 juta USD karena impornya memang tidak banyak.
Menurutnya, Kemenperin juga sudah menerbitkan sebanyak 576 Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) untuk periode Januari 2024-2025. Sedang untuk lingkup pembinaan, Kemenperin sudah melakukannya untuk pengendalian kualitas dan keamanan pangan. “Ini melalui bimbingan teknis dan juga pengembangan SDM yang memang sudah ada SKKNI atau Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia,” tukasnya.
Dan juga aspek keberlanjutan mulai dari carbon footprint-nya, menurutnya, Kemenperin juga mendorong industri-industri untuk menggunakan panel surya di dalam produksi. Jadi, tuturnya, fotovoltaik banyak digunakan, demikian juga terkait dengan daur ulang kemasannya sendiri. “Itu memang menjadi concern kita untuk bisa seminimal mungkin tidak berpengaruh terhadap lingkungan,” katanya.
Di ruang yang sama, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri, Emmy Suryandari, menyampaikan salah satu produk industri yang telah diberlakukan standardisasi industri secara wajib dalam bentuk SNI wajib adalah produk air minum dalam kemasan. Di mana, katanya, untuk SNI wajib AMDK telah mengalami beberapa kali perubahan peraturan menyesuaikan dengan kebutuhan pasar. Dari Permenperin Nomor 49 Tahun 2012, kemudian Permenperin Nomor 78 Tahun 2016, dan Permenperin Nomor 26 Tahun 2019 yang telah dicabut dan digantikan dengan Permenperin Nomor 62 Tahun 2024 tentang pemberlakuan SNI untuk AMDK secara wajib. “Di mana apa yang diatur dalam Permenperin ini dijelaskan bahwa AMDK adalah air yang telah diproses tanpa bahan pangan lainnya dan bahan tambahan pangan yang dikemas serta aman untuk diminum,” jelasnya.
Di dalam peraturan ini juga dijelaskan terkait jenis AMDK. Pertama, adalah air mineral, di mana air mineral ini adalah AMDK yang mengandung mineral dalam jumlah tertentu. Kemudian kedua adalah air demineral, yaitu AMDK yang diproses melalui proses pemurnian secara destilasi kemudian deionisasi dan reverse osmosis. Dan yang ketiga adalah air mineral alami, yaitu air mineral dalam kemasan yang diperoleh langsung dari sumber air alami atau hasil pengeboran sumur dalam proses terkendali untuk menghindari pencemaran atau pengaruh luar terhadap sifat kimia, fisika, dan mikrobiologi air. Yang keempat adalah AMDK air minum embun yang berasal dari air embun yang telah diproses dengan atau tanpa penambahan oksigen atau CO2. Dan yang kelima adalah air minum pH tinggi, yaitu AMDK yang mengandung mineral dalam jumlah tertentu dengan atau tanpa penambahan mineral, dengan atau tanpa penambahan oksigen dan memiliki pH tinggi serta aman dikonsumsi.
“Jadi, dalam Permenperin ini kita mengatur untuk SNI produk air mineral yang sudah jadi dalam kemasan atau proses setelah treatment. Di sana kita akan melihat dari warnanya, baunya, dan juga dari berbagai macam parameter yang sudah ditentukan secara internasional,” ungkapnya.
Sementara, dari paparan industri AMDK kepada Komisi VII DPR RI, produsen RON 88, Al Ma’soem, dan Pristine menyampaikan bahwa sumber air baku mereka berasal dari mata air pegunungan dan sudah memiliki SIPA dari Kementerian PU; Amidis, CLEO, Le Yasmin, dari air destilasi atau demineral yang diambil dari air bawah tanah dan sudah mengantongi SIPA dari Kementerian ESDM; Le Minerale dan AQUA dari air pegunungan dengan SIPA dari Kementerian ESDM. (cls)

















































