
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID--Ketimpangan di Indonesia bukan sekadar data statistik, melainkan realita yang terasa sehari-hari dan berpotensi mengancam stabilitas sosial. Meski rasio gini tercatat menurun ke angka 0,379 pada Maret 2024 terendah dalam satu dekade ketimpangan kekayaan justru makin melebar dengan kelompok ultra kaya yang kekayaannya tumbuh pesat, jauh melampaui pertumbuhan PDB nasional.
Hanya 1 persen orang terkaya menguasai hampir separuh kekayaan nasional, bahkan 10 persen terkaya menguasai lebih dari 75 persen total kekayaan. Ketimpangan ini tak hanya soal ekonomi, tetapi juga soal rasa ketidakadilan yang memperpendek “sumbu sosial” bangsa, memicu rentannya masyarakat terhadap konflik dan ledakan sosial.
Fenomena gelombang demonstrasi dan kerusuhan yang baru-baru ini terjadi di Jakarta dan wilayah timur Indonesia, termasuk Papua, menjadi cermin nyata ketegangan yang membara akibat rasa tidak adil dan dipinggirkan. Kondisi diperparah oleh peran media sosial yang mempercepat penyebaran emosi negatif, dari kemarahan hingga agresi. Dilansir dari kompas.com
Kesadaran akan pentingnya distribusi pembangunan yang adil dan ruang partisipasi yang inklusif harus menjadi perhatian serius pemerintah. Jika dibiarkan, ketimpangan akan terus menggerogoti fondasi kebangsaan, mengubah potensi Indonesia menjadi konflik yang sulit dikendalikan.
Bangsa ini memiliki pilihan: mengatasi ketidakadilan dan memperlebar kesempatan untuk semua, atau menunggu letupan sosial yang tak terduga. Energi generasi muda yang menjadi harapan bangsa harus diarahkan pada perubahan positif melalui keadilan sosial dan pembangunan yang merata.
Ikuti KENDARI POS di Google News
Dapatkan update cepat dan artikel pilihan langsung di beranda Anda.