
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID--Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang Pemilu usai putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus sejumlah aturan, termasuk ambang batas parlemen. Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyebut perubahan ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk membuka partisipasi politik lebih luas.
Ahli hukum pemilu Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, mengingatkan agar revisi UU Pemilu tidak berhenti pada penyesuaian teknis. Ia menekankan perlunya reformasi menyeluruh demi menghadirkan pemilu yang lebih adil, inklusif, dan kredibel.
Berikut 6 saran Titi untuk revisi UU Pemilu:
- Sistem Pemilu yang Lebih Adil dan Representatif
Sistem proporsional daftar terbuka dianggap rawan politik uang dan persaingan tidak sehat. Titi menyarankan opsi mixed system agar partai tetap kuat, tapi kualitas personal wakil rakyat juga terjaga. - Regulasi Pembiayaan Politik yang Transparan
Revisi UU Pemilu harus menghadirkan aturan dana kampanye yang lebih tegas serta sistem pengawasan yang efektif. - Perkuatan Kelembagaan Penyelenggara Pemilu
KPU, Bawaslu, hingga DKPP perlu dijamin independensi dan profesionalismenya. Seleksi penyelenggara harus benar-benar transparan dan bebas intervensi politik. - Kesetaraan dan Inklusi Politik
Afirmasi keterwakilan perempuan, disabilitas, dan kelompok minoritas harus dipertegas agar pemilu tidak sekadar prosedural, tapi juga substantif. - Antisipasi Digitalisasi Pemilu
Penggunaan SIREKAP perlu dipercepat sebagai sistem rekapitulasi resmi. Selain itu, revisi UU Pemilu harus mengantisipasi hoaks dan disinformasi. - Proses Legislasi yang Terbuka dan Partisipatif
Titi menekankan revisi UU Pemilu jangan dibuat tertutup. Publik, akademisi, partai nonparlemen, hingga kelompok rentan harus dilibatkan.
“Revisi UU Pemilu jangan hanya jadi formalitas pasca putusan MK. Ini momentum melakukan reformasi politik menyeluruh, agar Pemilu 2029 tidak lagi terjebak pada politik transaksional, calon bermodal besar, dan selebritas semata,” kata Titi, Minggu (7/9/2025).
Sebelumnya, Yusril menilai sistem pemilu saat ini menutup peluang tokoh potensial tampil ke permukaan. Akibatnya, kursi DPR lebih banyak diisi oleh artis dan selebritas ketimbang politisi berbakat.
“Pak Presiden menegaskan, partisipasi politik harus terbuka bagi siapa saja, bukan hanya orang kaya atau artis. Karena itu, reformasi politik jadi prioritas,” tegas Yusril dikutip dari detik.com
Ikuti KENDARI POS di Google News
Dapatkan update cepat dan artikel pilihan langsung di beranda Anda.