Muh Abdi Asmaul/Kendari Pos
DI GRAHA PENA: Direktur RSJ Sultra, Dr. dr. H. Junuda RAF (tengah) foto bersama Dirut Kendari Pos, Dr. Mahdar (kanan) dan Direktur Awal Nurjadin usai tampil di Podcast Kendari Pos Channel, kemarin.
Kendaripos.co.id -- Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kini dipimpin sosok baru. Dokter spesialis kejiwaan, Dr. dr. H. Junuda RAF, M.Kes., Sp.KJ., Subspesialis Psikiatri Biologik (K), resmi dilantik sebagai Direktur RSJ Sultra, Oktober 2025 lalu.
Saat wawancara eksklusif dalam program Podcast Kendari Pos Channel,, dr. Junuda memaparkan visinya selama memimpin RSJ Sultra. Fokusnya adalah membangun layanan kesehatan jiwa yang lebih holistik. Salah satunya, melalui pendekatan psikiatri budaya.
Mengawali penjelasannya, dr. Junuda meluruskan pemahaman yang masih sering keliru di masyarakat, mengenai perbedaan antara psikiater dan psikolog klinis.
“Psikiater itu adalah dokter. Kami menempuh pendidikan kedokteran dulu, lalu mengambil spesialisasi kejiwaan. Sementara psikolog klinis, berasal dari latar belakang psikologi, dan tidak memiliki kewenangan memberikan obat,” ujar dr Junuda dalam acara podcast yang dipandu langsung Dirut Kendari Pos, Dr. Mahdar Tayong.
Ia menyederhanakan perbedaan tersebut: psikiater menangani dengan “obat dan omong”. Sementara psikolog klinis, lebih fokus pada “omong” atau terapi bicara.
Namun, salah satu fokus terpenting dari arah kebijakan barunya adalah psikiatri budaya. Yakni pendekatan yang memperhatikan ekspresi gangguan jiwa dalam konteks budaya lokal.
“Di Indonesia, orang jarang langsung mengatakan dirinya stres atau depresi. Umumnya dikeluhkan sebagai sakit kepala, nyeri ulu hati, atau lemas. Ini adalah ekspresi budaya dari gangguan jiwa,” jelasnya.


















































