Oleh: Hendrik J. George Frans, M.Pd.
Pada saat mengikuti acara pembukaan ujian sekolah secara provinsial, senin 10 Maret 2025, saya melihat suatu motto yang tampil pada layar di akhir acara pembukaan tersebut, Prestasi penting, jujur nomor 1. Tulisan ini menarik pikiran saya pada satu kontemplasi singkat sehingga saya berpikir untuk menuangkan pikiran saya tentang prestasi dan kejujuran akademik dalam konteks pendidikan menengah, pada jenjang sekolah menengah atas.
Sebagai sebuah kontemplasi tentunya saya berharap tulisan ini bisa mengimpartasi seluruh stake-holder pendidikan untuk melakukan kontemplasi penting akan prestasi dan kejujuran akademik sebagai suatu peluang dan tantangan menuju Indonesia Emas tahun 2045, yang artinya ketika negara kita berada pada eksistensi rentang usia satu abad.
Prestasi dan Kejujuran Akademik
Prestasi dan kejujuran akademik dalam dunia pendidikan, menjadi fokus yang tidak bisa dianggap sepele. Prestasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian, sedangkan kejujuran sebagai kata benda mengandung pengertian sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati).
Sehingga prestasi dan kejujuran akademik dalam patronase pendidikan menengah ini berarti suatu upaya pendidikan untuk mencapai suatu hasil yang tentunya harus menjalani sifat jujur tulus dan hati yang lurus. Tentunya ini harus menjadi pagar batas yang memberikan arahan dan menjadi patron seluruh stake-holder pendidikan untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya dalam batas etis akademis.
Idealisme akan prestasi dan kejujuran akademik haruslah dilihat secara akademik absolute. Ini bisa membrikan suatu gambaran bahwa prestasi haruslah benar-benar suatu capaian
capaian kognitive yang murni yang tidak memiliki unsur-unsur subjective pada assessment siswa, dan kejujuran haruslah benar-benar kejujuran yang absolute, yang tiada mengenal toleransi perasaan dalam hal akademik apapun.
Topik pikiran saya dalam tulisan ini tentang prestasi mungkin tidak akan terlalu mendapatkan berbagai tanggapan, atau mungkin akan menerima tanggapan yang minimal, tetapi pokok pikiran kejujuran pastilah akan mendapat tanggapan yang beragam. Karena bagi saya standing point seseorang pastilah berbeda sehingga tanggapan yang munculpun pastilah berbeda karena makna kejujuran dalam dunia akademik mungkin bisa diinterpretasi secara secara subjective bukan objektif.
Peluang
Bagian pertama dari pikiran yang hendak saya bagikan adalah tentang peluang dari prestasi dan kejujuran akademik dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Baiklah kita lihat, dan renungkan bagaimana terangkatnya harkat dan martabat kita, ketika siswa kita berlomba pada tataran internasional dan mereka memperoleh prestasi yang baik.
Bagaimana perkembangan kognitif kita berkembang signifikan sehingga indeks pendidikan kita berkembang dan bisa mencapai zona pada klassifikasi tinggi menurut assessment internasional. Bukankah dengan capaian prestasi yang baik ini harkat dan martabat kita sebagai suatu negara akan terelevasi dengan baik? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia harkat sebagai kata benda berarti derajat (kemuliaan dan sebagainya); taraf; mutu; nilai; harga.
Sedangkan martabat sebagai satu kata benda berarti tingkat harkat kemanusiaan; harga diri. Artinya kita memiliki kemungkinan untuk mengangkat derajat kemuliaan pendidikan kita, baik secara lokal, nasional, regional maupun global. Seorang guru yang pernah menghadiri berbagai acara lokal pasti akan menjumpai realita capaian secara lokal, seorang guru yang berada pada tataran nasional akan mendapat input capaian kita secara nasional.
Tapi apakah itu cukup? Tentunya tidak. Kita masih harus bergerak ke tingkat regional, misalnya di komunitas negara Asia Tenggara ataupun negara-negara Asia. Sudahkan kita melihat harkat dan martabat kita dalam berbagai aspek pada tataran regional ini? Atau ketika seorang guru atau akademisi perguruan tinggi berada pada pergaulan internasional, di mana dia bisa berdiri dan dengan bangga menyandang status harkat tinggi di kalangan internasional? Ini tentunya memiliki dua sisi koin penuh tantangan dan peluang tentunya.
Prestasi kognitif-akademik yang dicapai dengan harkat yang tinggi akan membentuk generasi penerus yang cakap. Sebagai suatu catatan kontemplatif, bahwa siswa SMA/SMK yang ujian pada Maret 2025, maka pada 25 tahun yang akan datang di tahun 2045 satu abad negara kita, mereka telah berada pada tugas dan tanggung jawab penting dalam berbagai konteks. Jika sedini mungkin mereka terbina secara jujur maka mereka akan terbentuk dan menjadi generasi penerus yang handal dengan harkat dan martabat yang tinggi.
Dalam pandangan utopis saya, dalam persiapan dua puluh lima tahun ini jika kita meletakkan seluruh proses pendidikan pada harkat dan martabat akademik yang tinggi maka kita akan berhasil membentuk satu turning point, yakni pada satu abad usia negara kita, kita akan memulai membentuk the next founding generation yang akan membawa negara kita ke arah yang jauh lebih baik dari hari ini. Di mana pada turning point satu abad kita akan berhasil membentuk sokoguru-sokoguru kuat yang akan meneruskan jiwa kejujuran akademik yang akan terus menempatkan dignity Indonesia sepadan dengan negara-negara besar hari ini.
Tantangan
Pada pikiran mengenai tantangan, baiklah kita bersama menelusiri ketidakjujuran akademik, di mana para siswa sangat dituntut untuk jujur. Lalu bagaimana dengan guru?kepala sekolah? dinas? Baiklah kita cermati dengan jujur tantangan pendidikan kita. Apakah benar-benar seluruh stake-holder pendidikan telah menjalani tugas tanggung jawab dengan kejujuran akademik yang absolut? Apakah para guru pernah memikirkan akan bahkan selalu memikirkan harkat dan martabat pendidikan kita? Pada saat siswa menghadapi berbagai assessment bahkan assessment akhir, mereka dituntut untuk berlaku jujur, apakah di pihak lain kita tidak boleh menanyakan kejujuran yang sama dari pihak guru, kepala sekolah, bahkan dinas? Sudahkan para guru dengan prestasi akademiknya mengajar, mendidik dan melatih dengan penuh dedikasi demi kemajuan generasi masa depan kita? Apakah seorang guru benar-benar membrikan hasil assessment absolute tanpa pertimbangan perasaan?
Jika seorang guru telah benar-benar menjalani tugas mengajar dengan penuh tanggung jawab dan pencapaian akademik siswa masih di bawah harapan apakah guru tersebut tidak akan mengalami kendala ketika berhadapan dengan kepala sekolah? Mungkin tidak akan ada masalah jika kepala sekolah adalah seorang penganut nilai absolute.
Namun jika kepala sekolah adalah seorang yang terlalu banyak pertimbangan perasaan maka tentunya sang guru akan mendapat tekanan untuk membrikan nilai baik terhadap siswa padahal kenyataannya sang siswa tersebut masih belum layak? Apakah dinas pun suci dan hal ini Mungkin juga tidak. Jika seorang kepala sekolah berperilaku absolut tidakkah dia akan menghadapi tekanan dari dinas? Kenapa? Karena dinas pun takut mendapat tanggapan serius dari gubernur. Bukankah ini suatu rangkaian lingkaran setan yang akan terus berulang dan berpola yang menggerogoti Indonesia kita yang menjadi tantangan prinsipil menuju Indonesia Emas 2045?
Ketidakjujuran akademik, bibit unggul pencetak perusak integrasi negara. Kita lihat satu pikiran kontemplatif lainnya. Bahwa ketidakjujuran akademik yang dipraktekkan akan menjadi sarana pencetakan para perusak integrasi negara kita. Cobalah kita tengok para pejabat tinggi Pertamina tahun 2025 ini, yang melakukan korupsi dan tindakan kriminal ekonomi sosial terhadap BBM. Apakah mereka orang yang tidak bersekolah? Tentunya tidak. Mereka adalah orang-orang yang memiliki pendidikan yang tinggi dan kecakapan akademik ‘yang baik’. Namun karena telah terbentuk dalam jiwa ketidakjujuran pendidikan maka mereka terbentuk menjadi para koruptor.
Apakah ini salah satu contoh ancaman serius menuju Indonesia Emas 2045? Pastilah demikian. Baiklah setiap orang memikirkannya. Salah satu contoh lain yang fenomenal adalah korupsi timah yang sangat besar, apakah orang-orang tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi? Pastilah mereka orang-orang terpelajar, tapi saya sejauh ini pun yakin bahwa mereka pernah mengalami masa ketidakjujuran akademik sewaktu berada di bangku pendidikan menengah. Ketidakjujuran akademik juga mengancam dan membrikan potensi melemahnya integrasi negara kita.
Saya ingin menyoroti kasus korupsi yang sangat masif di negeri kita ini. Dalam berbagai media, pada berabgai waktu yang berbeda kita mendapatkan berita tentang peristiwa korupsi pada berbagai institusi. Pejabat-pejabat melakukan tindakan kriminal keuangan secara elegan. Apakah korupsi tidak memiliki korelasi terhadap proses pendidikan? Hipotesis saya ada. Kita masih harus menjadikan hipotesis ini sebagai suatu pekerjaan rumah pendidikan yang super serius! Para akademisi perlu melihat korelasi ini dan memecahkan masalah ini demi menemukan jawaban. Karena secara historis, korupsi bukan suatu perkara baru.
Belakangan ini viral tentang korupsi pembuatan jalan dari Anyer ke Penarukan di masa Gubernur Jendral Daendels. Selama ini kita selalu menilai secara vulgar bahwa para penjajah yang menyengsarakan rakyat kita, namun para pembuat video viral secara historis menatakan bahwa Gubernur Daendels membayar para pekerja namun semua upah pekerja tersebut tertahan di para pejabat, bupati atau camat kala itu. Yang paling menyedihkan ada komentar pedis yang mengatakan bahwa sebenarnya pribumilah yang menjajah sesamanya, bukan kaum kolonialis Eropa.
Izinkan saya melampirkan salah satu arsip tik-tok yang memposting perihal Gubernur Daendels ini, @eltha.story. Sejauh ini saya meyakini bahwa mereka yang terlibat dalam publikasi ini adalah kaum muda. Ini berarti bahwa kita masih memiliki peluang akan lahirnya kaum yang memiliki harkat dan martabat tinggi untuk menopang terbentuknya Indonesia Emas 2045 dan seterusnya. Bukan pekara kecil! Harus kita mulai melihat perihal ini secara serius dan jujur!
Slogan Prestasi penting, jujur nomor 1 haruslah dipraktekan absolute. Maka Indonesia emas bisa dicapai. Generasi yang dalam pendidikan sekarang akan memperbaiki indonesia di tahun 2045 sebagai turning point menuju Indonesia yang lebih baik dari hari ini. Namun, ketidakjujuran terstruktur dan berulang mengancam kegagalan mimpi Indonesia Emas 2045, sehingga itu hanyalah sebuah utopia tak bertepi.
Saran
Menurut pikiran saya salah satu langkah untuk menguatkan idealisme Indonesia Emas 2045 adalah pendekatan top down, dari Mentri Pendidikan Menengah. Pihak kementerian harus menghasilkan peraturan mentri yang mengikat yang berisi peraturan tentang kejujuran akademik absolut. Jika memungkinkan harus ditingkatkan dengan adanya Undang-Undang khusus kejujuran akademik absolut yang mengikat dinas, kepala sekolah, dan guru.
Di lain sisi pihak lembaga pendidikan tinggi khususnya pihak Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, atau sekolah tinggi ilmu pendidikan ataupun apapun institusinya, wajiblah
mencerdaskan mahasiswa menjadi kaum akademik yang jujur-absolute.
Karena dari sekolah bibit peluang dan tantangan ini harus kita semai, seleksi secara bijak
selama rentang waktu 25 tahun ini untuk menggapai Indonesia Emas 2045, yang seyogyanya akan menjadi turning point menuju Indonesia Emas Abadi. Merdeka.
Penulis, Hendrik J. George Frans, M.Pd, Alumni MPBI, Batch 13, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.