SHNet, Ambon–Sebagai langkah strategis untuk memperkuat ekonomi biru dan mempercepat pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan, Yayasan Samudera Indonesia Timur (YSIT) dan Pemerintahan Provinsi Maluku secara resmi menandatangani “Kesepakatan Bersama tentang Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Konservasi Ekosistem Lamun di Provinsi Maluku”, Selasa, 27 Mei 2025, di Kota Ambon, Maluku.
Kesepakatan ini bertujuan untuk menjadikan Provinsi Maluku sebagai pusat budidaya rumput laut berskala global sekaligus model konservasi ekosistem pesisir yang terintegrasi.
Provinsi Maluku memiliki potensi besar dalam sektor kelautan dan perikanan, dengan luas wilayah laut mencapai 92,6% dari total wilayahnya. Namun, pemanfaatan sumber daya ini belum optimal. Melalui kesepakatan ini, diharapkan tercipta sinergi antara pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi untuk mengembangkan budidaya rumput laut serta konservasi ekosistem lamun secara berkelanjutan.
Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, menyatakan bahwa kesepakatan ini merupakan langkah konkret dalam mewujudkan Maluku sebagai pusat ekonomi biru nasional. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat untuk menjaga kelestarian ekosistem laut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
“Meliputi lima wilayah utama di Provinsi Maluku: Kabupaten Maluku Tenggara, Kota Tual, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dan Kabupaten Maluku Barat Daya,” lanjut Hendrik.
Sementara itu, Ketua YSIT, Nelly Marinda Situmorang, menambahkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mendukung pengembangan sektor kelautan di Indonesia Timur melalui investasi dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Ia juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat lokal dalam setiap tahap pelaksanaan program.
“Pada tahun pertama pelaksanaan kesepakatan ini, direncanakan investasi sebesar Rp 2 triliun yang akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur pendukung,” lanjut Nelly.
Investasi tersebut akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur pendukung budidaya rumput laut dan konservasi ekosistem lamun, yang meliputi Pembangunan Balai Latihan Kerja untuk peningkatan kapasitas SDM lokal, Pemenuhan infrastruktur dan properti budidaya, Pembangunan pabrik pengolahan rumput laut, Tempat pengeringan dan gudang bahan baku (raw material), Sistem daur ulang air (recycle water system) untuk memenuhi kebutuhan air industri, Konservasi ekosistem lamun (seagrass), serta monitoring dan evaluasi yang akan melibatkan akademisi dan pakar lingkungan hidup.
“Ini akan dilakukan secara bertahap. Pada tahun pertama, lahan budidaya ditargetkan seluas 100 hektare. Jumlah ini akan terus ditingkatkan menjadi 1.000 hektare pada tahun kedua, dan terus dikembangkan hingga mencapai target 1 juta hektare lahan budidaya rumput laut,” tambah Nelly
Pemerintah Provinsi Maluku, di bawah kepemimpinan Gubernur Hendrik Lewerissa, menegaskan keterbukaan terhadap investor dari berbagai sektor untuk berinvestasi di wilayah Maluku, termasuk Kabupaten Maluku Tenggara.
Gubernur menyatakan bahwa setiap investasi yang masuk harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melibatkan tenaga kerja lokal sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sebagai bagian dari upaya peningkatan kapasitas riset dan pengembangan, YSIT akan bekerja sama dengan Universitas Pattimura (Unpatti) dalam pembangunan laboratorium penelitian rumput laut. Laboratorium ini akan menjadi pusat kajian dari hulu ke hilir, termasuk:
* Pengujian Jenis Rumput Laut: Melakukan identifikasi dan analisis terhadap berbagai jenis rumput laut yang memiliki potensi ekonomi tinggi.
* Eksplorasi Spesies Baru: Meneliti spesies rumput laut yang belum dibudidayakan di Indonesia namun memiliki kandungan nutrisi dan nilai ekonomi yang tinggi.
* Kolaborasi Internasional: Menjalin kerja sama dengan universitas dan lembaga penelitian dari negara-negara seperti Taiwan, China, Singapura, dan Thailand untuk evaluasi teknologi dan inovasi terbaru dalam pengembangan rumput laut.
“Prinsipnya, pemerintah provinsi tidak menutup diri terhadap setiap investor yang ingin berinvestasi di Maluku. Sekali lagi, sebagai Gubernur saya pastikan, Maluku terbuka untuk semua investasi yang akan masuk,” ujar Hendrik Lewerissa
“Ke depan, kolaborasi juga akan diperluas dengan melibatkan peneliti dari universitas internasional, seperti dari Taiwan, China, Singapura, dan Thailand, untuk melakukan evaluasi teknologi dan inovasi terbaru dalam pengembangan rumput laut,” lanjut Nelly
Melalui kesepakatan ini, diharapkan tercipta model pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan dan inklusif, yang dapat direplikasi di wilayah lain di Indonesia.
Program ini juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kelautan Indonesia di pasar global serta memberikan kontribusi nyata dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengembangan ekonomi biru. (Stevani Elisabeth)