Covid-19 Kembali Meningkat, Lindungi Lansia dari Tripledemic

1 day ago 25

SHNet, Jakarta– Lonjakan terbaru infeksi saluran pernapasan di sejumlah negara di Asia menghadirkan tantangan kesehatan masyarakat yang mendesak dan memerlukan perhatian serta tindakan segera.

Kasus COVID-19 meningkat di negara-negara seperti Singapura, Bangkok dan Hongkong. Di Singapura, kasus lonjakan Covid-19 ini terjadi dua tahun setelah Singapura mencabut seluruh pembatasan pandemi pada Februari 2023 dan status Covid-19 sebagai endemi saat ini.

Kementerian Kesehatan Singapura memperkirakan lonjakan kasus ini terjadi karena menurunnya imunitas kelompok. Individu dengan usia di atas 60 tahun ke atas atau memiliki kondisi medis yang rentan dapat mengalami gejala yang berat.

Selain itu, Kemenkes Republik Indonesia menyampaikan bahwa saat ini dunia sedang menghadapi tantangan berupa tripledemic dimana Covid-19, Influenza, dan RSV (Respiratory Syncytial Virus) bersirkulasi secara bersamaan.

Dalam menghadapi tripledemic, hal yang sangat dikhawatirkan adalah kondisi lansia di Indonesia yang diproyeksikan pada tahun 2030 mencapai 14,6% dari total populasi. Populasi lansia yang memiliki penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes dan paru lebih rentan terhadap infeksi pernapasan, dan dengan populasi lansia yang terus meningkat, potensi beban kesehatan dan ekonomi akibat saluran pernapasan akut pada lansia perlu menjadi perhatian serius.

Dengan proporsi penduduk lansia yang terus meningkat serta tantangan yang dihadapi lansia di Indonesia cukup signifikan, terutama dalam hal tingkat kesehatan dan kemandirian, diperlukan upaya preventif dan promotif untuk menjaga kesehatan lansia serta meningkatkan kualitas hidup lansia. Selaras dengan Peringatan Hari Kesehatan Lanjut Usia Nasional (HLUN) di Indonesia yang jatuh setiap tanggal 29 Mei, ini merupakan momentum penting bagi masyarakat untuk merefleksikan pentingnya menghargai, menghormati, dan merawat lansia.

Salah satu virus terkait tripledemic yaitu RSV (Respiratory Syncytial Virus) memiliki tingkat keparahan klinis yang lebih tinggi dibandingkan dengan Covid-19 dan influenza4. Persentase tindakan rawat inap yang lebih tinggi ditemukan pada pasien RSV dibandingkan dengan Covid-19 maupun influenza, yang meliputi kebutuhan akan terapi oksigen, ventilasi non-invasif, ventilasi mekanik, dan perawatan intensive care unit (ICU).

Selain itu infeksi RSV secara umum memiliki tingkat penularan lebih tinggi dari Covid-19.

RSV adalah virus saluran pernapasan yang umum dan biasanya menyebabkan gejala mirip influenza yang ringan, tetapi dapat juga menginfeksi paru-paru. Gejala umum RSV termasuk pilek, batuk, demam, sakit tenggorokan, bersin, sakit kepala, mengi, dan kesulitan bernapas, sehingga tidak mudah dibedakan dari virus pernapasan lainnya seperti influenza atau Covid-19.

Namun, di beberapa kasus seperti pada lansia atau pada orang dengan sistem imun yang rendah, infeksi RSV dapat menyebabkan infeksi sedang hingga berat, seperti pneumonia atau bronkiolitis (radang di saluran udara kecil di paru-paru).

RSV seringkali dianggap sebagai penyakit anak-anak, namun RSV telah dikaitkan dengan beban penyakit yang tinggi pada orang lansia.

Angka kematian akibat RSV pada pasien rawat inap dewasa berdasarkan suatu studi di Thailand adalah 15,9%.

Beban penyakit pada lansia ini salah satunya disebabkan menurunnya kekebalan tubuh seiring dengan meningkatnya usia, hal ini menyebabkan tubuh menjadi rentan untuk terkena infeksi virus, termasuk RSV. RSV secara signifikan mempengaruhi kondisi kesehatan golongan lansia dan individu yang memiliki komorbiditas.

Virus RSV dapat menyebar saat orang yang terinfeksi batuk atau bersin di dekat kita, atau melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi RSV (misalnya mencium balita yang terinfeksi), termasuk juga dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi dengan virus. Tetesan virus RSV dapat ditularkan melalui batuk atau bersin ke mata, hidung, mulut atau pada permukaan seperti pegangan pintu.

Satu orang yang terinfeksi umumnya bisa menularkan virus sampai ke 3 orang. Sehingga infeksi RSV ini lebih rentan terjadi pada saat perkumpulan masa seperti momen haji dan umrah dan risiko tersebut bisa pula meningkat pada saat perjalanan di saat musim libur atau pada saat berkumpul bersama keluarga besar dimana populasi lansia ikut hadir.

Beban RSV pada lansia lebih besar di karenakan pemeriksaan terhadap virus RSV belum dirutinkan dalam proses penegakan diagnosis pada orang yang menunjukkan gejala infeksi saluran pernapasan. Saat ini, belum ada pengobatan khusus untuk RSV. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencegah penyebaran RSV dengan menerapkan kebersihan yang baik, seperti menutup mulut saat batuk atau bersin, mencuci tangan secara teratur, dan membersihkan permukaan yang sering disentuh.

Selain itu, cara pencegahan lainnya termasuk menggunakan masker, dan menerapkan physical distancing.

Mengingat gejala infeksi RSV yang sulit dibedakan dari infeksi saluran pernapasan lainnya, diagnosis untuk RSV yang sering kali tidak dipertimbangkan, dan belum adanya pengobatan spesifik yang tersedia, maka mencegah infeksi RSV dengan vaksinasi menjadi cara untuk melindungi individu yang berisiko dari infeksi RSV. Vaksinasi RSV disarankan untuk lansia dan individu yang berisiko tinggi.

Reswita Dery Gisriani, selaku Communication, Government Affairs & Market Access Director, GSK Indonesia, “Berdasarkan penelitian dengan pendekatan proyeksi matematika, jumlah infeksi akibat RSV di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai 7,2 juta kasus dalam tiga tahun. Di Indonesia sendiri, jumlah kasus diprediksi mencapai 6,1 juta dalam periode yang sama. Data ini menjadi pengingat penting bagi kita semua akan urgensi peningkatan edukasi untuk mencegah penyebaran infeksi RSV terutama di Indonesia.”

Reswita Dery Gisriani menambahkan, “Di GSK kami berkomitmen untuk bermitra bersama pemerintah dan tenaga kesehatan dalam memperluas akses obat dan vaksin inovatif untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat yang terus berkembang untuk membangun masa depan masyarakat Indonesia yang lebih sehat. Selain itu, kami memiliki upaya berkelanjutan termasuk media sosial AyoKitaVaksin dan microsite CegahRSV. Kami juga mendorong masyarakat untuk berdiskusi dengan tenaga kesehatan dalam menentukan tindakan pencegahan yang diperlukan untuk kebutuhan spesifik masing-masing individu. (Stevani Elisabeth)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan