Sampah Persoalan dari Hulu Ke Hilir, Pelarangan Plastik Sekali Pakai Bukan Solusi Tanpa Pembenahan Sistem dan Budaya

2 days ago 28

Oleh: Komang Sudiarta

Gerakan Bali Bersih Sampah yang dilakukan di Bali tidak akan efektif jika hanya melarang penggunaan plastik sekali pakai saja. Yang lebih urgen itu adalah menyelesaikan pemrosesan sampah di hilirnya. Karena kalaupun ada sampah, tapi di hilir sudah selesai terproses, persoalan sampah ini akan selesai.

Untuk mengurangi persoalan sampah di Bali, juga harus diikuti dengan melakukan edukasi secara terus menerus kepada masyarakat. Perubahan perilaku masyarakat dan mendorong solusi yang berkelanjutan seperti memilah sampah dan pengurangan penggunaan plastik, harus dikampanyekan secara konsisten.

Jadi, yang seharusnya dibenahi itu adalah manusianya  dengan cara melakukan edukasi dan dibangun perilaku mentalnya. Jadi, mereka bisa bertanggung jawab dengan persoalan sampahnya untuk membuang di tong sampah.

Sebagai sebuah komunitas pegiat lingkungan di Bali yang fokus pada aksi bersih-bersih dan edukasi lingkungan, saya mengamati banyak kebijakan pengelolaan sampah di Bali ini yang berakhir stagnan karena pemerintah belum serius menyentuh akar permasalahan, yakni mental dan perilaku masyarakat. Artinya, dari segi lingkungan sendiri nggak akan berdampak, karena masyarakat masih di tingkat yang paling rendahnya yaitu buang sampah sembarangan. Selain itu, pembagian tugas antara masyarakat, pemerintah, dan pihak lain juga masih abu-abu dan rancu.

Karenanya, kami selalu aktif selama 16 tahun melakukan aksi bersih-bersih di pantai, gunung, dan desa, serta memberikan edukasi kepada para pelajar di sekolah tentang pentingnya menjaga lingkungan. Karena, pengelolaan sampah tak bisa berhenti di tahap pemilahan saja, melainkan harus dilanjutkan dengan proses yang terencana dan sistematis.

Cara mudah menilai kegagalan Bali mengelola sampah itu bisa dilihat dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang masih buka dan dalam kondisi menggunung. Hal ini lantaran pemrosesan sampah tidak berjalan, dan yang ada itu hanya pemindahan sampah dari sumber ke TPA. Tapi, kalau memang ada pemrosesan, TPA tidak akan penuh. Artinya, yang terjadi hanya pemindahan-pemindahan. Sekarang, yang menjadi pertanyaan adalah, sampah yang menumpuk di TPA dan yang akan datang ke TPA itu akan diapakan?

Jadi, solusi untuk bisa mengurangi sampah di Bali ini yaitu harus ada pemrosesan sampahnya. Karena, berbasis sumber itu kan hanya pemilahan saja. Jadi, Pemprov Bali harus memiliki pemrosesan sampah, yang tentunya setelah terlebih dulu dipilah.

Saya juga terus mempertanyakan Pemprov Bali, kebijakan apa yang sudah dilakukan di TPA. Namun, saya tidak kunjung mendapat jawaban yang tegas. Karena, menurut saya, kendalanya ada dari hulu sampai hilir. Manusianya tidak teredukasi dengan baik, kepeduliannya tidak ada, dan pemrosesan hilirnya tidak ada.

Terkait Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, saya melihat itu hanya sebagai bentuk kekalangkabutan menyikapi kiamat sampah. Saya yakin, SE tersebut tidak akan efektif lantaran persoalan sampah di Bali tidak sebatas kemasan plastik sekali pakai. Menurut saya, yang lebih urgen itu adalah menyelesaikan pemrosesan di hilir. Karena kalaupun ada sampah, tapi di hilir sudah selesai terproses, persoalan ini akan selesai.

Saya juga mempertanyakan kesiapan infrastruktur di tingkat desa dan kelurahan, terutama terkait tempat pengolahan sampah mandiri, bank sampah, hingga fasilitas daur ulang. Termasuk soal definisi TPA dalam SE tersebut, apakah itu Tempat Pengolahan, Pemrosesan, atau hanya Penumpukan Akhir? Kalau hanya mindahin  masalah dari satu tempat ke tempat lain, menurut saya itu bukan solusi namanya.

Sebagai pegiat lingkungan, kami akan tetap di jalannya sebagai edukator sadar lingkungan hidup di tengah-tengah masyarakat. Daerah hulu ini perlu dibangun meskipun hilirnya pun masih tergopoh-gopoh.

Selama ini, kami telah melakukan edukasi secara mandiri ke anak-anak sekolah dasar untuk membangun kesadaran sejak dini. Kami paham lemahnya edukasi sampah di sekolah-sekolah. Kami menyasar program edukasi  ke siswa mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi, bahkan anak-anak disabilitas. Meski tanpa dukungan pemerintah daerah, kami tetap konsisten bergerak menuntaskan masalah sampah di level domestik di Bali.

Kami selalu mengajarkan perlunya kebiasaan memilah sampah organik dan anorganik sejak dini kepada anak agar mereka dapat memahami arti penting menjaga kebersihan lingkungan dan kelestarian alam di masa depan. Jika anak terbiasa memilah sampah sedari kecil, maka mereka menjadi lebih peduli terhadap sampah saat sudah dewasa nanti. Kami ajak anak-anak dan masyarakat untuk membiasakan diri memilah sampah plastik. Jadi, anak-anak itu terbiasa untuk memilah sampah plastik.

Selain itu, kami juga selalu melibatkan masyarakat untuk membersihkan sampah di area tertentu, seperti pantai, taman, atau sungai. Kami masuk untuk mengedukasi manusianya agar paham apa itu arti Reduce, Reuse, Recycle atau 3R. Masyarakat selalu kami berikan informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, cara mengelola sampah, dan dampak buruk dari pencemaran lingkungan. Dengan melakukan kegiatan bersih-bersih sampah, kami berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan nyaman bagi seluruh masyarakat Bali.

Jadi, persoalan sampah itu tidak hanya edukasi tapi bagaimana persoalan sampah ini dapat dilakukan dari hulu hingga hilir, sehingga peran bersama dari masyarakat, pemerintahan desa, kecamatan hingga tingkat kota secara bersama-sama dapat kita untuk memberikan manfaat yang baik terhadap lingkungan kita.

Penulis, Komang SudiartaPendiri dan Ketua Komunitas Lingkungan Malu Dong

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan