Masa Depan Hukum di Indonesia: Menggagas Transformasi Menuju Keadilan Substantif di Era Disrupsi

21 hours ago 4

Oleh: Abdul Khaliq Jabir, S.H

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID-Indonesia, sebagai negara hukum sebagaimana tertuang dalam konstitusi (Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945), memiliki cita-cita besar untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Namun, di tengah perkembangan zaman yang begitu cepat, ditandai oleh transformasi digital, krisis iklim, dan pergeseran paradigma nilai, sistem hukum kita justru terlihat terseok-seok dalam menjawab tantangan masa kini, apalagi masa depan.

Hukum bukan hanya soal aturan yang tertulis dalam lembaran undang-undang, melainkan juga refleksi dari nilai-nilai keadilan, kepatutan, dan kemanfaatan yang hidup dalam masyarakat. Masa depan hukum Indonesia harus dirancang tidak sekadar untuk mengatur, tetapi untuk menyembuhkan luka ketimpangan, menjembatani kemajuan teknologi dengan nilai kemanusiaan, dan memulihkan kepercayaan publik terhadap hukum itu sendiri.

1). Digitalisasi dan Tantangan Hukum Siber
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah merevolusi berbagai aspek kehidupan. Transaksi digital, kecerdasan buatan (AI), blockchain, hingga metaverse membawa konsekuensi hukum yang kompleks. Sayangnya, hukum kita sering bersifat reaktif, bukan proaktif. Undang-undang baru disusun setelah terjadi masalah, bukan untuk mencegahnya.

    UU ITE, misalnya, meski telah direvisi, masih menuai kontroversi karena multitafsir dan berpotensi membungkam kebebasan berekspresi. UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) adalah kemajuan, namun tantangan implementasi masih sangat besar: kesiapan infrastruktur, SDM penegak hukum, serta budaya kesadaran privasi publik masih jauh dari ideal.

    Masa depan hukum harus memperkuat aspek cyber law dan digital forensics. Mahkamah Agung, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung harus membentuk satuan khusus penegakan hukum siber yang modern, kompeten, dan independen. Pendidikan hukum juga wajib memasukkan hukum digital sebagai kurikulum inti, bukan lagi sebagai pilihan.

    2). Dari Keadilan Prosedural ke Keadilan Substantif
    Sistem hukum Indonesia masih sangat legalistik. Penegakan hukum sering kali berhenti pada pemenuhan prosedur formal, tanpa memperhatikan substansi keadilan. Akibatnya, rakyat kecil yang tidak mengerti hukum justru menjadi korban dari sistem hukum itu sendiri.

      Ke depan, hukum Indonesia harus menempatkan prinsip keadilan substantif sebagai pilar utama. Ini berarti hukum harus benar-benar mampu menyelesaikan persoalan secara adil, bukan sekadar sah secara prosedural.

      Penerapan Restorative Justice oleh Kejaksaan dan Kepolisian dalam kasus-kasus ringan adalah langkah awal yang patut diapresiasi. Namun, upaya ini harus diperluas ke ranah hukum perdata, lingkungan, dan bahkan korporasi, agar paradigma hukum yang memulihkan dan berorientasi pada manusia benar-benar menjadi arus utama.

      3). Reformasi Institusi Penegak Hukum: Dari Wacana ke Aksi
      Kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum di Indonesia masih rendah. Survei LSI (2023) mencatat bahwa hanya sekitar 41% masyarakat percaya terhadap aparat penegak hukum. Ini bukan soal persepsi semata, melainkan cerminan dari realitas: masih banyak praktik korupsi, ketidakadilan, kriminalisasi, dan impunitas.

        Reformasi penegakan hukum tidak cukup hanya dengan perubahan struktural atau peraturan. Reformasi harus menyentuh akar budaya hukum (legal culture), yakni mentalitas aparat, integritas hakim, independensi jaksa, hingga transparansi polisi. Pengawasan eksternal dan partisipasi publik perlu diperkuat melalui lembaga pengawas independen dan digitalisasi proses hukum.

        Langkah seperti e-Court, e-Litigasi, dan SPPT-TI (Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi) perlu diperluas dan disempurnakan, agar proses hukum bisa dipantau secara real-time, mengurangi celah manipulasi, dan memangkas birokrasi berbelit.

        4). Keadilan Iklim dan Masa Depan Hukum Lingkungan
        Krisis iklim menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan kehidupan, termasuk di Indonesia. Sayangnya, hukum lingkungan kita belum cukup tajam untuk menindak pelaku kerusakan lingkungan, terutama korporasi besar. Kasus seperti pencemaran Sungai Citarum atau kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan menunjukkan lemahnya komitmen penegakan hukum lingkungan.

          Masa depan hukum Indonesia harus lebih berani mengadopsi prinsip ecocentric law: menempatkan lingkungan sebagai subjek hukum yang perlu dilindungi, bukan hanya sebagai objek eksploitasi. UU PPLH perlu diperkuat, dan aparat penegak hukum wajib dilatih secara khusus dalam menangani perkara lingkungan yang kompleks.

          5). Pendidikan Hukum sebagai Kunci Perubahan
          Tak ada masa depan hukum tanpa pembaruan pendidikan hukum. Kurikulum yang diajarkan di banyak fakultas hukum di Indonesia masih didominasi teori normatif yang minim praktik. Hal ini melahirkan lulusan hukum yang mahir mengutip pasal, tapi bingung saat berhadapan dengan masyarakat.

            Pendidikan hukum harus diarahkan untuk membentuk law reformers, bukan hanya legal technicians. Mahasiswa hukum harus dilatih berpikir kritis, sensitif terhadap isu sosial, dan mampu menggunakan hukum sebagai alat perjuangan keadilan. Praktik klinik hukum, moot court, serta keterlibatan dalam advokasi publik perlu ditingkatkan.

            Menjemput Masa Depan Hukum yang Berkeadilan
            Masa depan hukum Indonesia adalah ruang kosong yang bisa diisi dengan dua hal: reformasi atau stagnasi. Kita bisa memilih untuk tetap berada dalam jerat sistem hukum yang usang, atau mengambil langkah progresif untuk membangun hukum yang lebih adil, inklusif, dan responsif terhadap zaman.

            Kita membutuhkan pemimpin hukum yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berani. Kita memerlukan sistem hukum yang tidak hanya tegak, tetapi juga berpihak kepada yang lemah. Dan yang terpenting, kita harus membentuk budaya hukum yang memuliakan nilai, bukan sekadar menghitung pasal.

            Hukum Indonesia bukan hanya milik penguasa atau akademisi. Ia milik kita semua. Dan masa depannya adalah tanggung jawab kita bersama. (*)

            Read Entire Article
            Kendari home | Bali home | Sinar Harapan