SHNet, Jakarta-Komunitas Ketemu Di Seni mempersembahkan pertunjukan dramatisasi sastra Bukan Perawan Maria, adaptasi dari tiga cerita pendek karya Feby Indirani. Pementasan ini menghadirkan sastra ke atas panggung sebagai pengalaman yang hidup, dekat, dan menyentuh tubuh serta kesadaran penonton. Teater menjadi ruang perjumpaan antara cerita, ingatan, dan realitas sosial yang terus bergerak.
Bukan Perawan Maria dikenal sebagai karya yang berani membuka persoalan stigma, tafsir agama, dan tekanan moral yang membebani individu, terutama perempuan. Ketemu Di Seni membaca ulang kegelisahan ini lalu membawanya ke panggung secara intim. Jarak aktor dan penonton dibuat dekat agar setiap emosi dan dialog terasa langsung.
Tiga cerita diadaptasi oleh Ego Haryanto dan Vito Prasasta Adipurwanto yang sekaligus menjadi sutradara. Ruang Tunggu menghadirkan sosok pemuda yang bergulat dengan keyakinan yang selama ini ia anggap pasti. Pertanyaan Malaikat menyorot kebingungan saat iman bertemu realitas yang tidak selalu memberi jawaban. Bukan Perawan Maria menyuarakan keberanian perempuan yang menolak tunduk pada penilaian moral publik atas tubuh dan hidupnya.
Dalam perbincangan dengan media di Jakarta, Jumat siang (21/11/2025) kumpul sutradara, penulis Feby Indirani, pemain dan penggerakan komunitas Ketemu Di Seni
Vito menyebut alasan utama memilih karya ini karena ingin menunjukkan sisi abu-abu moral. Ia menolak pandangan hitam putih tentang baik dan buruk. Ia menegaskan bahwa banyak hal yang tidak sepenuhnya sesuai norma, tetapi tetap manusiawi.
Ego melihat karya Feby Indirani ini menghadirkan isu yang tampak umum sekaligus sangat personal. Perpaduan ini membuat ceritanya terasa timeless dan terus relevan dengan situasi sosial hari ini.
Dalam proses artistik, tim memilih pendekatan minimalis dan sugestif. Set, pencahayaan, dan suara dirancang sederhana dan fokus pada kekuatan dialog asli cerpen. Pilihan ini memberi ruang bagi penonton untuk membangun tafsir sendiri berdasarkan pengalaman personal.
Para aktor mengolah cerita melalui gerak, suara, dan ritme yang memperlihatkan konflik batin tokoh secara nyata. Tubuh menjadi medium penting yang menjembatani kata dan makna. Penonton diajak masuk ke lapisan emosi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Konferensi pers pertunjukan ini digelar pada Jumat, 21 November 2025 pukul 12.30 WIB di Rumah Sagaleh Wijaya, Jalan Wijaya IX No.6 2, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Dalam forum ini, tim adaptasi memaparkan konsep artistik dan proses kreatif, disertai dialog terbuka bersama pemain dan kru.
Feby IndiraniTerus Berkolaborasi
Penulis Bukan Perawan Maria, Feby Indirani, menyebutkan bahwa sejak terbit secara indie pada 2017, karya ini kerap berkolaborasi dengan seniman lintas medium dan kota seperti Jakarta, Bandung, Mataram, dan Berlin.
“Saya merasa terhormat dan antusias menyaksikan teater karya Ketemu Di Seni ini, sebuah kolektif seni dari para seniman muda multitalenta yang bersungguh-sungguh mencintai seni dan mencintai Indonesia,” kata Feby.
Nong Darol Mahmada, Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif anak-anak muda yang menjadikan seni sebagai ruang menyuarakan toleransi dan perdamaian. Ia menilai pertunjukan ini memberi contoh nyata bagaimana ekspresi artistik mampu membuka dialog sehat di tengah perbedaan. “Pemprov DKI Jakarta mendorong ruang-ruang seni seperti ini agar terus hidup, tumbuh, dan menjangkau publik yang lebih luas,” ujar Nong.
Dramatisasi Bukan Perawan Maria menjadi langkah Ketemu Di Seni dalam mempertemukan sastra dan teater secara jujur dan relevan dengan percakapan sosial hari ini. (sur)


















































