Keamanan Pangan dan Kepercayaan, Kunci Sukses Program Makan Bergizi Gratis

9 hours ago 2

SHNet, Jakarta– Beberapa waktu lalu, masyarakat digemparkan dengan banyaknya pelajar yang keracunan usai mengonsumsi makanan di sekolah lewat program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Kasus tersebut tidak hanya terjadi di satu daerah saja, tetapi juga di beberapa daerah di Indonesia.

Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang menjelaskan, Program MBG merupakan program intervensi pemerintah untuk anak- anak Indonesia. Selain untuk menurunkan stunting, program MBG ini juga untuk menggerakkan ekonomi rakyat bawah.

Nanik menambahkan, program MBG sampai saat ini sudah terlaksana di 12.500 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan sudah menjangkau 36 juta penerima.

“Memang kami belum sempurna. Tidak bisa dimenafikkan ada berita-berita yang kurang enak. Tapi kami berusaha keras agar tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Nanik dalam talkshow bertajuk Upaya Meningkatkan Kualitas Gizi Bangsa Melalui Program Makan Bergizi Gratis, di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Ia menegaskan bahwa Peraturan Presiden tentang Tata Kelola MBG telah ditandatangani dan segera diterbitkan sebagai acuan nasional. “Keamanan pangan adalah fondasi dalam pelaksanaan MBG dan kami memastikan standar itu berlaku di seluruh SPPG,” kata Nanik.

Ia menjelaskan bahwa operasional SPPG diatur dalam tiga giliran kerja untuk menjamin mutu sejak proses memasak hingga pendistribusian makanan. “Semua alur sudah standar, mulai dari makanan keluar dari dapur hingga diterima dalam keadaan layak dan siap konsumsi,” tambahnya.

Dari sisi penelitian pangan, Satriyo Krido Wahono dari BRIN mengatakan, “Pada dasarnya, program MBG dilandasi niat dan arah yang baik bagi masyarakat terutama anak-anak. Namun, kalau bicara tentang kesehatan, terutama terkait makanan, yang harus kita jaga adalah kepercayaan (trust). Kalau kita bicara makanan, kita harus memastikan makanan yang kita makan itu aman. Terkait dengan MBG, mulai dari bahan bakunya datang, pemilihan bahan baku, penyimpanan, hingga produksi harus aman”.

Satrio juga menyoroti soal waktu, sanitasi, kebersihan alat makan hingga kapasitas dan kualitas SPPG.  “Edukasi dan pengawasan suhu rantai produksi adalah kunci memastikan makanan tetap aman,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa konsistensi pelatihan di lapangan berpengaruh langsung pada kualitas pangan MBG. “Semakin baik kapasitas pengolahnya, semakin terjaga mutu gizi yang diterima anak-anak,” kata Satriyo.

Dia menambahkan, harus ada upaya teknis dan non teknis untuk membalikkan kembali kepercayaan (trust) masyarakat terkait program MBG.

Sementara itu, Prof. Tjandra Yoga Aditama dari Universitas YARSI menilai bahwa MBG punya dampak multidimensi yang nyata. “Program ini bukan hanya soal makan siang, tetapi investasi besar untuk meningkatkan konsentrasi belajar anak dan kualitas generasi,” ucapnya.

Ia mengingatkan pentingnya literasi konsumsi agar makanan yang diterima tidak terlambat dikonsumsi. “Makanan bergizi harus dimakan tepat waktu supaya manfaatnya tidak berkurang,” kata Prof. Tjandra.

Senada dengan itu praktisi dapur, Handry Wahyu Sumanto dari Indonesian Chef Association menegaskan pentingnya kebersihan area pengolahan makanan. “Standar dapur harus dijaga ketat karena keamanan pangan dimulai dari higienitas ruang dan peralatan,” ujarnya.

Handry juga mendorong penerapan metode keamanan pangan modern secara bertahap. “Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Hazard Analysis and Critical Control (HACCP), dan sertifikasi halal akan membuat mutu pangan MBG semakin terjaga dan terpercaya,” tambahnya.

Dengan regulasi yang mengikat, peningkatan kapasitas pelaksana di lapangan, dan sinergi berbagai pemangku kepentingan, program MBG diharapkan semakin solid. Seluruh pihak optimistis bahwa upaya ini akan melahirkan generasi Indonesia yang sehat, kuat, dan cerdas. (Stevani Elisabeth)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan