SHNet, Jakarta-Pelarangan truk sumbu 3 yang diberlakukan pemerintah pada saat libur keagamaan seperti Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 nanti seringkali meresahkan industri, tak terkecuali industri kaca lembaran, beton ringan, dan keramik. Karenanya, mereka pun meminta agar waktu dari pelarangan itu diberlakukan tidak terlalu lama.
Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan meminta agar pemerintah tidak memberlakukan pembatasan truk sumbu 3 yang terlalu lama saat Nataru nanti. Menurutnya, jika waktunya terlalu lama, itu akan mempengaruhi distribusi kaca lembaran ke konsumen. “Kita berharap sebaiknya waktunya sangat singkat, sehingga tidak mengurangi kelancaran distribusi barang. Mungkin bisa dilakukan dengan penerapan contra flow dan one way yang lebih terorganisir dan lebih rapi,” ujarnya.
Dia mengatakan pembatasan distribusi barang yang diangkut truk sumbu 3 selama Nataru nanti berpotensi besar berdampak pada pemadatan distribusi barang. Hal ini akan menyebabkan naiknya biaya logistik dan biaya penyimpanan barang, yang ujung-ujungnya berdampak pada berkurangnya daya saing produk nasional.
Selain itu, lanjutnya, pembatasan operasional truk sumbu 3 ini juga akan mengurangi produktivitas logistik dan hari kerja sopir yang berdampak pada pengurangan penghasilan.
Sekjen Perkumpulan Produsen Beton Ringan Indonesia (Proberindo), Aaron Alvin juga berharap hal serupa agar waktu pelarangan truk sumbu 3 saat Nataru nanti tidak terlalu lama. Dia mengatakan jika waktu pemberlakuannya terlalu lama, itu sangat membingungkan pengusaha di sektor beton ringan. Pasalnya, kebijakan tersebut akan menyebabkan naiknya biaya transportasi yang berimbas kepada harga jual.
“Kebijakan tersebut bisa merusak harga yang sudah disepakati dengan klien. Jadi repot kalau seperti itu, terutama untuk proyek yang misalnya kita sudah ada kesepakatan harga. Tiba-tiba ada perubahan harga karena kebijakan pembatasan ini. Apalagi biasanya kebijakan itu juga diberitahukan secara mendadak,” tuturnya.
Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto juga menyampaikan keberatannya terhadap kebijakan pelarangan truk sumbu 3 yang terlalu lama saat Nataru nanti. Dia mengatakan dibanding dengan sesama negara Asia Tenggara lainnya, hari-hari libur di Indonesia itu paling banyak. “Jadi, kami berharap harus ada kajian agar pelarangan itu tidak dilakukan terlalu panjang waktunya,” katanya.
Apalagi, dia mengutarakan saat libur Nataru biasanya jumlah pemudiknya juga tidak sebanyak saat libur Lebaran. Seharusnya, menurutnya, Pemerintah tidak melarang truk-truk sumbu 3 itu beroperasi. “Kalaupun mau dilarang, mungkin itu cukup dilakukan pas di tanggal merahnya saja, yaitu 25 Desember dan tanggal 1 Januari,” ucapnya.
Menurutnya, pelarangan terhadap truk sumbu 3 yang terlalu lama akan menyebabkan terganggunya kegiatan perdagangan dan distribusi. Kerugian lainnya adalah yang menyangkut ke dalam kelancaran proses produksi, karena industri keramik selalu berproduksi penuh setiap tahun. Termasuk pada saat Nataru, pabrik tetap berproduksi secara normal. Sehingga, katanya, kalau terjadi pembatasan truk sumbu 3 dalam waktu yang lama, proses kegiatan bisnis menjelang akhir tahun pasti akan terganggu. Hal itu karena untuk mengangkut bahan baku ke pabrik itu juga menggunakan truk sumbu 3. “Jika bahan bakunya tidak ada, kegiatan produksi juga bisa terhambat,” ujarnya.
Selain itu, dari sisi biaya juga mengalami pembengkakan. Pengusaha harus membayar ekstra tenaga kerja yang masuk saat pabrik tidak libur. Sementara, industri keramik dipandang sebagai industri strategis yang harus mendapatkan atensi, dukungan dan perlindungan pemerintah.
“Industri keramik ini tidak hanya padat modal tapi juga padat karya yang mempekerjakan lebih dari 150 ribu orang. Produk keramik nasional kita juga memiliki tingkat TKDN, tingkat komponen dalam negeri yang rata-rata di atas 75 persen,” tuturnya.


















































