Jakarta-Sivitas Akademika “Kampus Bela Negara” UPN Veteran Jakarta menyerukan kepada Pemerintah untuk memberikan respon cepat dan tepat terhadap situasi yang berkembang, memastikan tidak ada impunitas bagi mereka yang bertanggung jawab terhadap hilangnya nyawa anak mereka yang menjadi korban.
Demikian pernyataan sikap Sivitas Akademika UPN Veteran Jakarta yang disampaikan Koordinator Umum UPNVJ BERGERAK, Muhammad Raul Zikra dalam acara Seruan Bela Negara di Kampus UPN Veteran Jakarta, Senin (1/9/2025). Acara ini dihadiri dihadiri oleh seluruh sivitas akademika UPNVJ, mulai dari pihak rektorat beserta jajaran, dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, alumni, hingga pekerja kampus.
Selain itu, Sivitas Akademika UPNVJ juga meminta Pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan dan program-program sosial ekonomi yang ikut memicu kemarahan masyarakat, dan lebih berpihak serta akuntabel memenuhi hak-hak warganya.
Seruan Bela Negara ini digelar menyusul berbagai aspirasi dan letupan kemarahan anak bangsa di berbagai tempat di tanah air atas ketidakadilan dan represi yang dilakukan penyelenggara dan aparat negara. Pemukulan, penangkapan sewenang-wenang, intimidasi, bahkan jatuhnya korban jiwa, memperlihatkan wajah negara yang semakin jauh dari prinsip humanis dan demokratis.
Sivitas Akademika UPNVJ juga menyatakan duka mendalam kami sampaikan atas gugurnya korban: Affan Kurniawan dan Rheza Sendy Pratama. Penyataan berduka juga disampaikan atas wafatnya Budi, Syaiful Akbar, Muhammad Akbar Basri, dan Syahrina akibat kerusuhan di Makassar.
Muhammad Raul Zikra menyatakan, sebagai kampus bela negara, UPNVJ tergerak untuk menegaskan lagi bahwa negara hanya memiliki legitimasinya apabila rakyat terlindungi dan didengar. “Di saat kesulitan hidup menghimpit, ketidakadilan dipertontonkan, aspirasi direpresi, supremasi sipil dipinggirkan, maka Negara memang tidak sedang baik-baik saja. Demokrasi memang sedang goyah,” tegasnya.
Sivitas Akademika UPNVJ juga mendesak DPR untuk menjalankan fungsi sesungguhnya, yakni mewakili rakyat, dan bersuara untuk rakyat, bukan untuk pribadi dan elit serta kelompok tertentu. Pimpinan DPR dan fraksi harus menindak tegas mereka yang mempertontonkan kepongahan dan mengeluarkan narasi kontraproduktif yang memperburuk krisis demokrasi dan memecah belah masyarakat.
UPNVJ, jelas Raul, menolak apapun upaya menormalisasi keterlibatan militer dan polisi dalam ranah sipil, dan mendesak Polisi dan TNI untuk menghentikan kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebihan dalam menghadapi demonstran, menuntaskan reformasi sektor keamanan dan menjadi lembaga pelindung masyarakat yang profesional, akuntabel, mengedepankan prinsih hak asasi manusia, dan melindungi masyarakat serta menjaga negara ini dalam proporsinya.
Untuk itu, UPNVJ menyerukan berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk sivitas akademika, pers, tokoh agama dan tokoh masyarakat, untuk terus menjaga dan bersolidaritas serta aktif memantau perkembangan di masyarakat dan tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga demokrasi di Indonesia.
Raul mengatakan, Sivitas UPNVJ mengecam pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memperburuk situasi dengan memancing, memprovokasi, menyebarkan hoaks, dan bahkan terlibat dalam aksi-aksi kriminal penjarahan, pembakaran, perusakan, dan kerusuhan di berbagai tempat.
UPNVJ menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk saling menjaga, bersolidaritas, membela negara kita dengan menyampaikan dan berpartisipasi secara damai, merapatkan lagi komunikasi dan koordinasi dengan lingkungan sekitar serta memastikan keluarga, tempat kerja, dan komunitas aman dan menguatkan.
UPN “Veteran” Jakarta dikenal sebagai Kampus Bela Negara yang menjunjung integritas, etika bernegara, serta prinsip keadilan bagi seluruh rakyat tergerak karena menyaksikan kemerosotan demokrasi, praktik represif aparat, hingga pelemahan supremasi hukum yang terjadi hari ini merupakan bentuk nyata pengkhianatan terhadap prinsip bela negara sebagaimana termaktub dalam konstitusi UUD 1945.
Kemarahan rakyat ini bermula ketika sejumlah anggota DPR RI bergoyang dalam ST MPR pada 15 Agustus 2025 yang dianggap tidak memiliki empati terhadap ekonomi rakyat, kemudian disusul dengan sejumlah pernyataan para politisi yang menunjukkan arogansi. Hal ini memicu aksi demonstrasi pada 25 Agustus 2025, kemudian disusul aksi pada 29 Agustus 2025 yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Hal ini semakin memancing kemarahan yang disertai dengan berbagai aksi protes dan pembakaran. Bahkan, kediaman sejumlah politisi seperti Achmad Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio dan nafa Urbach menjadi sasaran kemarahan. Selain itu, kediaman Menteri keuangan Sri Mulyani juga menjadi sasaran yang didatangi warga yang disertai dengan pengrusakan dan penjarahan.(den)


















































