
Oleh. Drs. Nasri Bohari, M.Pd (Ketua DPW Hidayatullah Sul-sell
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Setelah melalui Ramadhan yang penuh ujian, perjuangan, dan mujahadah—akhirnya kita sampai juga di gerbang kemenangan. Fajar Syawal pun menyingsing, membawa nuansa baru yang sarat dengan keberkahan dan harapan.
Tapi Syawal bukan sekadar penanda waktu berganti. Ia adalah simbol kebangkitan, cahaya kemenangan yang memancar dari hati yang kembali fitrah. Di bulan inilah, kita menyaksikan diri yang telah ditempa sebulan penuh, kini berdiri dengan semangat baru dan tingkat keimanan yang semoga semakin tinggi.
Buah dari mujahadah Ramadhan itu bernama taqwa. Dan di situlah letak keberkahan Syawal—sebagai hadiah dari Allah bagi mereka yang bersungguh-sungguh. Idul Fitri bukan hanya pesta kemenangan, melainkan perayaan kesucian jiwa, simbol kembalinya kita pada jati diri sebagai hamba.
Syawal membuka lembaran baru. Di sinilah kita diberi kesempatan untuk menyempurnakan penghambaan kepada Allah. Keberkahan yang mengalir di bulan ini bukan hanya bonus spiritual, tapi juga alat penjaga. Ia menjaga kita tetap berada di jalur kebaikan, menjauhkan dari keburukan, dan menguatkan tekad untuk terus bertumbuh.
Kesabaran yang ditanam selama Ramadhan kini mulai berbuah manis. Tapi buah ini perlu dijaga. Perlu dipelihara. Dan salah satu bentuk pemeliharaannya adalah puasa Syawal—enam hari yang bisa menjadi penyambung energi spiritual dari Ramadhan.
Bulan ini juga jadi momentum terbaik untuk mempertahankan kebiasaan baik yang telah dibentuk. Qiyamul lail, gemar berinfaq, itikaf, tilawah, dzikir, istighfar, hingga semangat untuk selalu berbuat baik—semua itu jangan dibiarkan berlalu begitu saja. Syawal adalah saat yang pas untuk memastikan semua itu tetap hidup dalam diri kita.
Semangat Syawal sejatinya adalah shiratal mustaqim, jalan lurus yang mengantar kita pada pendakian keimanan yang lebih tinggi, lebih kuat, dan lebih indah. Ia bukan akhir, tapi justru jembatan menuju kedekatan hakiki dengan Sang Maha Pengasih.
Memang, tantangan setelah Ramadhan tidak ringan. Godaan mulai berdatangan, keistiqamahan diuji. Tapi justru di situlah letak kemuliaannya. Ketika kita tetap teguh menjaga amal, memperkuat silaturahmi, dan terus merapatkan barisan dalam kebaikan jamaah.
Dan inilah prestasi sejati di bulan Syawal: saat seorang mukmin mampu menjaga ketakwaannya dengan konsistensi dan ketulusan. Ia tetap sabar, tetap bahagia dalam kemuliaan amal, dan tetap teguh pada jalan yang ditempuh selama Ramadhan