Tekanan Ekonomi Generasi Sandwich di Tengah Kenaikan Biaya Hidup

3 weeks ago 30

Oleh: Diana Triwardhani

Fenomena generasi sandwich semakin menjadi sorotan dalam diskursus sosial dan ekonomi di Indonesia. Generasi sandwich adalah individu dewasa yang berada dalam posisi harus menopang kebutuhan hidup dua generasi sekaligus—orang tua yang sudah lansia dan anak-anak mereka sendiri. Istilah ini merujuk pada tekanan ganda yang mereka hadapi, seperti sandwich yang terjepit di antara dua lapisan roti.

Di tengah melonjaknya biaya hidup, tuntutan finansial terhadap generasi ini semakin besar. Mulai dari harga kebutuhan pokok yang naik, biaya pendidikan yang terus meningkat, hingga tekanan sosial untuk memiliki gaya hidup tertentu, semua menambah beban ekonomi generasi sandwich.

Siapa Itu Generasi Sandwich?

Generasi sandwich umumnya berusia antara 30 hingga 50 tahun, dan berada dalam masa produktif secara ekonomi. Di satu sisi, mereka memiliki tanggung jawab terhadap anak-anak yang masih membutuhkan biaya pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya. Di sisi lain, mereka juga seringkali menjadi tumpuan finansial bagi orang tua yang telah pensiun dan tidak memiliki jaminan pensiun atau tabungan memadai.

Fenomena ini makin terasa di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, di mana sistem perlindungan sosial dan pensiun masih belum sepenuhnya merata. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Populix pada tahun 2023, sekitar 63% masyarakat Indonesia usia produktif menyatakan bahwa mereka termasuk dalam kategori generasi sandwich.

Kenaikan Biaya Hidup yang Signifikan

Salah satu tantangan utama bagi generasi sandwich adalah kenaikan biaya hidup yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan. Inflasi yang meningkat, khususnya pada sektor pangan, perumahan, dan pendidikan, membuat alokasi pengeluaran rumah tangga menjadi semakin ketat.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahunan Indonesia pada tahun 2024 mencapai 4,3%, dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor makanan dan energi. Kenaikan harga beras, telur, daging, dan bahan bakar sangat mempengaruhi pengeluaran rumah tangga menengah, yang merupakan basis utama dari generasi sandwich.

Selain itu, biaya pendidikan terus melonjak setiap tahunnya. Untuk pendidikan dasar hingga menengah, banyak orang tua harus mengeluarkan biaya tambahan di luar uang sekolah formal, seperti les privat, kegiatan ekstrakurikuler, hingga transportasi. Bagi generasi sandwich, ini menjadi dilema karena di saat yang sama mereka juga harus menanggung biaya kesehatan dan hidup orang tua mereka.

Kurangnya Dukungan Sosial dan Finansial

Banyak keluarga Indonesia belum memiliki sistem pendanaan jangka panjang seperti asuransi pendidikan, dana pensiun, atau investasi berkelanjutan. Hal ini memperparah beban generasi sandwich karena mereka tidak hanya harus memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga menutupi kekurangan perencanaan keuangan dari generasi sebelumnya.
Beberapa orang tua bergantung penuh pada anak-anak mereka setelah pensiun, baik untuk kebutuhan pokok, pengobatan, maupun biaya lainnya. Di sisi lain, banyak generasi sandwich sendiri belum memiliki tabungan pensiun yang memadai. Kondisi ini menciptakan siklus ketergantungan antar generasi yang sulit diputus.

Tekanan Psikologis dan Sosial

Tekanan finansial yang terus-menerus dialami generasi sandwich juga berdampak pada kesehatan mental mereka. Banyak dari mereka mengalami stres kronis, kecemasan, hingga depresi karena harus mengatur keuangan yang serba terbatas sambil tetap bekerja penuh waktu.

Selain itu, ada tekanan sosial untuk tetap menunjukkan keberhasilan finansial melalui kepemilikan rumah, kendaraan, atau gaya hidup tertentu. Kehadiran media sosial juga memperburuk situasi ini karena memperkuat citra keberhasilan material sebagai ukuran kebahagiaan.

Fenomena “flexing” atau pamer kekayaan di media sosial menambah tekanan psikologis, terutama bagi mereka yang merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi sosial tersebut. Generasi sandwich yang tidak memiliki ruang untuk diri sendiri seringkali mengalami burnout karena beban tanggung jawab yang tidak kunjung selesai.

Strategi Bertahan: Antara Kreativitas dan Keterpaksaan

Untuk mengatasi tekanan ini, banyak generasi sandwich yang mulai mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama. Menjadi freelancer, menjalankan bisnis kecil-kecilan, menjadi konten kreator, atau bekerja paruh waktu adalah beberapa strategi yang mereka tempuh. Namun, ini seringkali dilakukan bukan karena passion, melainkan kebutuhan.
Beberapa lainnya mencoba menekan pengeluaran dengan gaya hidup minimalis, tinggal bersama orang tua untuk menghemat biaya sewa, atau menunda keinginan pribadi seperti berlibur dan membeli barang mewah.

Sementara itu, mereka yang memiliki literasi keuangan lebih baik mulai merencanakan masa depan dengan berinvestasi, menggunakan asuransi kesehatan, dan menyiapkan dana darurat. Sayangnya, masih banyak dari generasi ini yang belum memiliki akses atau pengetahuan untuk melakukan manajemen keuangan secara optimal.

Perlu Solusi Sistemik 

Mengatasi tekanan ekonomi generasi sandwich tidak cukup hanya dengan upaya individu. Diperlukan kebijakan dan dukungan sistemik dari pemerintah dan sektor swasta:
Pertama : Penguatan Sistem Pensiun: Pemerintah perlu memperluas jangkauan jaminan hari tua bagi pekerja informal dan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Kedua : Subsidi Pendidikan dan Kesehatan: Subsidi untuk pendidikan dan layanan kesehatan dasar bisa mengurangi beban ganda generasi sandwich.

Ketiga :Literasi Keuangan Nasional: Program literasi keuangan harus diintensifkan, terutama untuk usia produktif, agar mereka bisa merencanakan keuangan jangka panjang.

Keempat : Kebijakan Perumahan Terjangkau: Perluasan akses perumahan layak dan terjangkau akan membantu generasi sandwich lepas dari tekanan biaya sewa atau kredit rumah.

Kelima : Dukungan Psikososial: Program kesehatan mental dan konseling keluarga harus diintegrasikan dalam layanan publik untuk membantu mereka yang mengalami stres dan tekanan psikologis.

Generasi sandwich adalah cerminan dari dinamika sosial-ekonomi yang kompleks di Indonesia. Mereka berada di garis depan dalam menopang dua generasi, di tengah tantangan ekonomi yang semakin berat. Tanpa intervensi yang memadai, tekanan terhadap generasi ini bisa berdampak jangka panjang terhadap kualitas hidup dan produktivitas masyarakat.

Mengatasi tantangan ini membutuhkan pendekatan menyeluruh, baik dari sisi individu maupun kebijakan publik. Hanya dengan menciptakan sistem yang adil, inklusif, dan berkelanjutan, kita dapat memastikan bahwa generasi sandwich tidak menjadi generasi yang terhimpit selamanya, melainkan bisa menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih sejahtera.

Penulis, Diana Triwardhani, SE.MM., Ph.D adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UPN Veteran Jakarta

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan