KNKT Tetap Usul Penyelesaian ODOL Dimulai dari Proyek Pemerintah dan BUMN

1 week ago 29

SHNet, Jakarta-Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tetap mengusulkan agar penyelesaian masalah truk Over Dimension Overloading (ODOL) dimulai dulu dari proyek-proyek pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasalnya, kalau proyek pemerintah dan BUMN bisa dilaksanakan tanpa menggunakan truk ODOL, itu nantinya akan menjadi warning bagi yang lain.

“Usulan KNKT agar proyek pemerintah dan BUMN diwajibkan terlebih dulu untuk tidak boleh pakai truk ODOL. Kalau proyek pemerintah dan BUMN itu bebas ODOL, itu akan menjadi warning bagi yang lain,” ujar Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono dalam keterangan tertulisnya baru-baru ini.

Jadi, lanjutnya, seperti pembangunan tol itu jangan menggunakan ODOL. Selain truknya tidak ODOL, menurutnya, proyek-proyek pemerintah dan BUMN itu KIR-nya juga harus hidup, surat-suratnya hidup. “Jadi bisa dijamin kelayakannya,” ujarnya.

Dia menuturkan bahwa KNKT sudah membuat rekomendasi tersebut kepada pemerintah sejak tahun 2017 dan diulang tahun 2022 lalu. “Tapi sampai sekarang itu belum bisa dilaksanakan,” tukasnya.

Untuk menyelesaikan masalah ODOL ini, menurutnya, juga diperlukan roadmap bagaimana cara menyelesaikan setiap dampak yang timbul dari kebijakan bebas ODOL ini seperti masalah daya saing karena kenaikan biaya logistik, masalah inflasi, dan banyak masalah lainnya. “Ini harus ditunjuk siapa yang menjadi leading sectornya untuk masing-masing sesuai dampak yang ditimbulkan kebijakan Zero ODOL itu nantinya,” ucapnya.

Termasuk persoalan utama yang terjadi di kalangan transportasi angkutan logistik yaitu masalah premanisme dan pungli, menurut dia, ini juga harus nomor satu yang perlu diberantas terlebih dahulu.

Karenanya, dia mengatakan masalah truk ODOL ini harus diselesaikan secara komprehensif, tidak cukup hanya melihat dari sisi keselamatannya saja tapi juga dari sisi sosial dan ekonomi. “Jika itu tidak dilakukan, masalah truk ODOL ini tidak bisa akan pernah tuntas,” katanya.

Dia menegaskan jika tidak ada pembahasan bersama antar kementerian terkait, masalah ODOL ini tidak akan bisa diselesaikan sampai kapan pun. “Ini kan sudah terbukti dengan tidak jadinya Zero ODOL diterapkan yang seharusnya pada awal 2023 lalu. Itu karena masih adanya penolakan dari sejumlah pihak yang tidak setuju Zero ODOL ini diterapkan,” katanya.

Dia juga menyampaikan penyelesaian masalah ODOL ini harus dilakukan secara bertahap selama beberapa tahun. Menurutnya, suatu hal yang tidak mungkin untuk menerapkan Zero ODOL hanya dalam waktu beberapa bulan saja.  “Nggak mungkin hanya beberapa bulan saja kita bebas ODOL. Rasa-rasanya kok sulit begitu. Tapi, harus direncanakan  yang benar-benar secara komprehensif, step by step, langkah-langkahnya apa dan konsisten,” tukasnya.

Selain itu, Presiden juga harus membentuk sebuah tim untuk menyusun blueprint atau cetak biru yang akan dijadikan pedoman untuk penyelesaian ODOL.  “Untuk itu, Presiden harus menunjuk satu Kementerian sebagai koordinatornya nanti,” katanya.

Sebelumnya, Hendrik, seorang sopir truk trailer dari komunitas Ikatan Driver Nusantara Bersatu (IDNB) menyebutkan selama ini semua truk trailer yang digunakan untuk mengangkut alat-alat berat milik perusahaan BUMN Strategis seperti Pertamina, PLN, dan Angkasa Pura bisa dipastikan overload. “Otomatis, jika pemerintah akan menerapkan kebijakan Zero ODOL, semua alat-alat berat milik BUMN Strategis itu tidak bisa diangkut lagi,” ujar peri yang mengaku sering membawa alat-alat berat milik perusahaan BUMN strategis.

Dia mencontohkan rig atau instalasi pemboran Pertamina yang beratnya saja sudah mencapai 70 ton dan pipa gulung untuk membersihkan karat dalam pipa minyak Pertamina, itu harus dibawa dengan truk ODOL karena barangnya tidak mungkin dipotong. “Jadi, banyak alat-alat untuk proyek-proyek Pertamina yang harus dibawa dengan truk ODO,” tuturnya.

Selain alat berat milik Pertamina, dia juga mengatakan pernah membawa tangga bandara yang panjangnya 24 meter dan lebar 5,5 meter. Barang-barang bandara lainnya adalah adalah crane. “Kalau di kargo alat berat itu tidak bisa ODOL, alat-alat untuk keperluan proyek bandara seperti crane dan tangga bandara tadi saya pastikan tidak akan bisa dibawa. Masakan barangnya harus dipotong-potong dulu atau dibongkar menjadi kecil-kecil baru dibawa, kan nggak mungkin,”  tukasnya.

Tidak hanya itu, menurut dia, untuk pembangunan proyek tol seperti girder yang beratnya sekitar 60 ton, truk trailernya juga harus ODOL. Begitu juga dengan truk trailer yang mengantar kabel untuk proyek PLN. “Jadi, seumpamanya truk ODOL tidak diijinkan, bagaimana cara mengangkutnya,” ucapnya.

Dia juga mencontohkan trafo untuk proyek PLTU yang beratnya sudah di atas 50 ton.  “Itu baru trafonya, belum untuk alat-alat lainnya. Jadi, kalau kita dikenakan ODOL, otomatis proyek negara pasti akan terbengkalai. Karena, barangnya kan nggak bisa dibelah,” ujarnya.

Sementara, Angga, Ketua Umum Persaudaraan Driver Seluruh Indonesia (PDSI), mengeluhkan pungli yang kerap terjadi. “Jadi, sebelum pemerintah menerapkan bebas ODOL, kami berharap agar berantas dulu premanisme di setiap pelabuhan dan tempat-tempat tertentu yang kadang berkedok pengamanan lah,” cetusnya.

Dia juga meminta agar pemerintah juga memberikan insentif bagi pemilik unit truk perorangan. “Selain itu, pemerintah mau nggak memberikan kredit jangka panjang bagi pengemudi terkait kepemilikan unit,” ujarnya. (CLS)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan