Wardiman Djojonegoro: R A Kartini Tokoh Emansiapasi Nasional dan Internasional

1 month ago 65

SHNet, Jakarta-Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993-1998, Prof.Dr. Wardiman Djojonegro mengatakan, Pahlawan Nasional Raden Ajeng (R A) Kartini bukan saja dikenal sebagai tokoh emansipasi Indonesia, tapi juga simbol emansipasi global. Pemikiran yang tertuang dalam surat-suratnya dan kiprahnya dalam memberdayakan kaum perempuan Jawa (Indonesia) itulah yang membuatnya dikenal di dunia internasional .

Pernyataan Wardiman dikemukakan saat membedah buku karyanya tentang RA Kartini jilid II berjudul  “Kartini Hidupnya, Renungannya, dan Cita-citanya” di Perpustakaan Kementerian  Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta  Kamis (19/12/2024). Dalam bedah buku ini tampil sebagai pembahas, novelis yang juga pendiri Perpustakaan dan Ruang Temu, Baca Di Tebet, Kanti W. Janis.

Penegasan  Wardiman bahwa Kartini  selain tokoh emansipasi Indonesia tapi juga tokoh emansipasi  dunia itu mengutip pernyataan Eleanor Roosevelt, istri Presiden Amerika Serikat (AS) Franklin Delano Roosevelt (30 Januari 1882 – 12 April 1945) bahwa Kartini adalah salah satu tokoh emansipasi wanita dunia.

Seperti diketahui, Eleanor Roosevelt memberi pengantar buku edisi terjemahan  buku tentang Kartini dalam Bahasa Inggris “Letters of a Provincial Princess” yang terbit tahun 1964 disunting  oleh  Hildre Geertz . Buku itu aslinya diterjemahkan Agnes L Symmers  tahun 1922 dari berbahasa Belanda  yang disusun oleh berjudul “Door Duisternis Tot Licht” yang disusun dan diterbitkan oleh JH Abendanon tahun 1911

Pada tahun 1979, dalam rangka memperingati 100 tahun wafatnya Kartini, Ny. Eleanor Roosevelt lis sambutan yang berisi pujian terhadap surat-surat Kartini berikut ini.“Saya senang sekali memperoleh pandangan-pandangan yang tajam yang diberikan oleh surat-surat ini,”katanya.

Sebagai pengagum RA Kartni, Wardiman sangat bersemanat untuk mengulas buku keduanya itu bahkan sambil berdiri selama 30 menit, beliau yang sudah berumur 90 tahun, cukup jelas memaparkan riwayat, pemikiran serta cita-cita Kartini.

Wardiman juga mengulang kembali apa yang melatarbelakangi dirinya bersemangat menulis ulang buku Kartini hingga tiga jilid. Meskipun sempat diingatkan bahwa menulis buku sangat tebal dan bejilid bukan saja menyulitkan tapi tapi pembaca Indonesia mungkin masih rendah, namun Wardiman tetap jalan dan hasilnya seperti yang kita saksikan, tetralogi buku Kartini yang luar biasa.

”Ketika duduk di bangku SMP di Surabaya pada 1949, saya sempat datang ke sebuah perpustakaan kecil di pinggir jalan di kawasan Tunjungan. Di situ saya tertarik untuk menyewa bacaan komik atau serial Kho Ping Hoo, dan menjumpai buku Door Duisternis Tot Licht (DDTL), buku Habis Gelap Terbitlah Terang, dalam bahasa Belanda,” kata Wardiman.

Buku jilid II dari tetralogi yang disusun Wardiman dengan judul “Kartini Hidupnya, Renungannya, dan Cita-citanya” mendasari pada buku “Kartini Sebuah Biografi “ yang ditulis oleh Sitisumandari Soeroto dan pertama ali diterbitkan oleh Gunung Agung, Jakarta 1977. Buku yang disusun dan disunting Wardiman ini berisi 13 bab dengan tebal 335 halaman, diterbitkan bersama jilid 1 dan 3 oleh Penerbit Yayasan Obor, Agustus 2024.

Suasana acara bedah buku jilid 2 Kartini di Perpus Kemendikbud, Jakarta, Kamis (19/12/2024)

Luar Biasa dan Patut Dibaca

Pembahas  buku jilid  II Kartini, Kanti W Janis mengatakan, buku karya Wardiman ini sungguh luar biasa, sangat lengkap dan menjadi referensi bagi semua kalangan, bukan hanya kaum perempuan. Karena itu buku ini patut dibaca untuk dimengerti dan diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yakni bagaimana masyarakat diajarkan untuk rajin membaca, mempunyai keterampilan dan tidak boleh tertinggal oleh kemajuan jaman, lebih khusus lagi bagi kaum perempuan.

“Beberapa kali saya melakukan perjalanan ke daerah Rembang, Jateng,  kota kelahiran Kartini. Di sana, perempuan sudah ikut berpartisiapsi membantu suami, dan juga banyak yang mandiri. Mereka sudah bisa dan juga berani mengambil keputusan. Ini artinya, kaum perempuan di sana sudah maju seperti yang diinginkan Kartini,” ujar Kanti.

Kanti menyarankan masyarakat untuk lebih luas melihat sosok dan pemikiran Kartini . Berbagai dimensi harus dilihat agar emahaman tentang sosok dan pemikiran Kartini menjadi lebih utuh dan lebih fair menilainya. Misalnya suasana keluarga, budaya Jawa, lingkungan sekitar, dan juga kehidupan pribadi Kartini sendiri yang tergambar dari surat-suratnya.

Dicntohan Kanti, pejuang wanita Kartini tidak hanya menulis menceritakan kisah dan pemikirannya, tapi dia juga menulis surat langsung kepada pejabat dan penguasa tentang suatu hal yang ia pikirkan dan inginkan. Artinya, Kartini punya keberanian luar biasa untuk ukuran saat itu. “JIka menilai Kartini secara sempit, pasti akan salah persepsi. “Jadi buku Pak Wardiman membuka kesempatan kita untuk mempelajari kembali secara mendalam riwayat Kartini, pemikiran, dan cita-citanya,” katanya.

Kanti W Janis mengulas sikap tegas Kartini sebagai orang Jawa meski secara budaya dan pemikiran yang tergambar dalam surat-suratnya  seakan tercerabut dari akar budaya Jawa. “Bau Kembang dan juga bau dupa itu adalah symbol  yang membuatku dan mengingatkanku sebagai orang Jawa dan saya memang tetap sebagai orang Jawa,” ungkap Kanti megutip kata-kata Kartini.

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbud, Ganjar Harimansyah saat memberi sambutan

Merayakan Tokoh Hebat

Sedangkan Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbud, Ganjar Harimansyah dalam sambutan pembuka mengatakan, acara bedah buku jilid II Kartini ini bukan sekadar membedah buku saja, tetapi sesungguhnya merayakan tokoh hebat, baik tokoh yang ditulis yakni RA Kartni maupun sosok yang menuliskannya, Prof. Wardiman.

“Bagi saya, pribadi dan figur Prof. Wardiman yang sudah berusia 90 tetapi masih semangat menulis dan karya yang ditulis sangat luar biar biasa. Beliau tokoh teknokrat yang bukan saja tertarik tapi mengimplementasikan ketertarikannya untuk riset dan menulis bidang sejarah dan humaniora. Ini sangat luar biasa,” kata Ganjar.  (sur)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan