SHNet, Jakarta – Industri kecantikan di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang pesat.
Pada tahun 2025, pendapatan industri ini diproyeksikan mencapai US$70 miliar dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 4,51%. Khusus pada sektor perawatan kulit, pendapatan diperkirakan mencapai US$2,89 miliar, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 3,92%.
Pertumbuhan ini didukung oleh populasi kaum muda seperti Gen Z dan Milenial, serta meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya produk kecantikan dan perawatan kulit. Tentu saja hal ini menjadi keuntungan bagi perusahaan kosmetik kontrak manufaktur yang memiliki peran penting dalam memenuhi permintaan ini melalui inovasi produk dan sistem produksi yang terukur.
Hal ini terungkap dalam AKKMI Inspiring Talk yang diselenggarakan oleh Asosiasi Kosmetik Kontrak Manufaktur Indonesia (AKKMI), di Hotel Swiss-Belinn Kemayoran, Jakarta Utara, beberapa hari yang lalu.
Mengusung tema “Sustainable Compliance in the Cosmetics OEM/ODM Industry in Indonesia”, acara ini menghadirkan lima pembicara utama yang berkompeten di bidang regulasi industri kecantikan.
Para pembicara tersebut adalah Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI (OTSKK), Irwan, S.Si., Apt., M.K.M.; Deputi Bidang Penindakan BPOM RI, Irjen Pol. Tubagus Ade Hidayat, S.I.K., M.Sos.; Direktur Cegah Tangkal, Deputi Bidang Penindakan BPOM RI, I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa, S.Si., Apt., MPPM; Kepala Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM RI, Sri Purwaningsih S., S.F., M.Si., Apt.; serta perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Ir. Ismariny, M.Sc.
Kelima pembicara memberikan wawasan strategis mengenai pentingnya kepatuhan (compliance), keamanan pasar domestik, dan keberlanjutan dalam mendukung daya saing industri kosmetik OEM/ODM di Indonesia.
Selain itu, acara ini juga dihadiri oleh Dewan Pembina AKKMI, yaitu Drs. Halim Nababan, MM.; Kim Ho dari PT Nose Herbal Indo; dan Min Kyong Cheong dari PT Cosmax Indonesia, yang turut memberikan dukungan dan arahan strategis bagi perkembangan industri kosmetik nasional.
Meski memiliki prospek yang menjanjikan, pelaku industri kosmetik sering menghadapi tantangan dalam penerapan keberlanjutan dan kepatuhan terhadap regulasi. Untuk menjawab tantangan tersebut, AKKMI Inspiring Talks hadir sebagai platform yang tidak hanya mendorong pelaku industri kosmetik kontrak manufaktur agar fokus pada daya saing, tetapi juga memastikan keselarasan dengan standar global yang mengedepankan keberlanjutan, inovasi, dan tanggung jawab.
“Pangsa pasar kosmetik di Indonesia sebelumnya 85% dikuasai merek luar, tapi kini turun menjadi 55%, sisanya 45% dikuasai merek lokal Indonesia. BPOM mencatat total ada 5500 izin edar,” ungkap Irwan.
Irwan meminta kepada AKKMI untuk ikut mengawasi para anggotanya. “Kunci sukses kontrak produksi adalah komitmen dan paham regulasi serta produksi, manajerial, dan marketing,” ujar Irwan.
“Kami berharap acara AKKMI Inspiring Talks dapat menjadi wadah diskusi yang memperkuat kolaborasi antar pelaku industri, regulator, dan masyarakat. Dengan memahami dan menerapkan compliance secara konsisten, kami percaya bahwa industri kosmetik Indonesia tidak hanya mampu bersaing di tingkat domestik, tetapi juga menunjukkan daya saing di pasar internasional dengan tetap mengedepankan keberlanjutan dan inovasi yang bertanggung jawab,” ujar Halim Nababan, Dewan Pembina AKKMI.
Sementara itu, Perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Ir. Ismariny, M.Sc, menyoroti para influencer kosmetik yang kerap mengiklankan secara berlebihan. “Influencer ini juga harus ada etika periklanan. Ini tentang kandungan apakah sudah sesuai dengan yang tertera di kemasan. Di tengah maraknya digital marketing, pelaku usaha kosmetik dan infleuncer harus memastikan dan memenuhi keamanan, tidak mengandung bahan berbahaya. Karena itu, pengawasan dari BPOM harus terus ditingkatkan,” tegas Dr Ismariny. (Stevani Elisabeth)