SHNet, Bali-Pura Agung Besakih yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali, kini terlihat bersih dari sampah, baik sampah-sampah organik maupun anorganik seperti sampah plastik sekali pakai. Untuk menjadi kawasan bersih dari sampah ini pun tidak perlu dilakukan dengan melarang para pedagang UMKM yang ada di sana berjualan air minum kemasan di bawah satu liter. Menurutnya sudah dua tahun berjalan seperti ini.
Kepala Badan Pengelola Fasilitas Suci Pura Agung Besakih, I Gusti Lanang Muliarta, mengatakan ada beberapa langkah yang dilakukan untuk menjadikan lingkungan sekitar Pura Besakih ini menjadi bersih dari sampah. Pertama adalah melakukan edukasi kepada para pengunjung yang akan sembahyang ke Besakih untuk tidak membuang sampah-sampah plastik mereka dengan sembarangan. “Itu yang pertama, yaitu mengedukasi pengunjung agar tidak membuang sampah sembarangan di lingkungan kawasan Pura,” ujarnya.
Langkah kedua yang dilakukan menurut Lanang adalah menempatkan petugas di lapangan yang akan merazia sampah plastik. “Jadi, sebelum masuk Pura, para pengunjung dicegat dulu oleh para petugas untuk diperiksa dan melarang mereka membawa kantong plastik dan air minum kemasan plastik ke Pura. Ini dilakukan untuk menghindari sampah-sampah plastik berserakan di area Pura,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, langkah ketiga yang dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan Pura dari sampah-sampah plastik adalah dengan membentuk tim kebersihan, pengangkutan, dan pemilahan. “Selain itu, kita juga ada tempat pemrosesan untuk sampah-sampah organik meskipun belum besar,” tuturnya.
Menurutnya, pihak pengelola kawasan Pura Agung Besakih juga melibatkan komunitas untuk menjaga kebersihan Pura dari sampah plastik. “Di sini kan ada 14 desa adat, yang anak-anak mudanya kita galang untuk bersih-bersih di sekitar Pura. Kita juga menggerakkan siswa-siswi SD, SMP, SMA untuk ikut bersih-bersih, sekaligus untuk mengedukasi juga mereka, menyadarkan mereka pentingnya arti kebersihan lingkungan dari sampah. Jadi, ini rutin dilakukan dan kita punya grup,” tukasnya.
Dengan melakukan semua itu, dia mengatakan bisa membuktikan bahwa Pura Agung Bekasih bisa bersih dari persampahan, khususnya dari sampah-sampah plastik sekali pakai. “Saat pemilahan sampah, sampah plastik yang punya nilai jual seperti botol dan gelas plastik air minum dikumpulkan di TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle) dan bukan ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir),” ungkapnya.
Termasuk canang yang digunakan para pengunjung untuk sembahyang, menurut Lanang, itu juga wajib dibawa pulang setelah selesai melakukan sembahyang. “Jadi, dengan melakukan edukasi, komunikasi, koordinasi, keterlibatan pihak-pihak lain, monitoring, kontrol, kita bisa mengendalikan sampah plastik berserakan ke lingkungan,” katanya.
Terlihat, meskipun hingga kini para pedagang UMKM yang ada di area Pura tetap diizinkan berjualan air minum kemasan, namun sampah-sampah plastiknya tetap terjaga. Di area para pedagang yang terletak sebelum pintu masuk menuju Pura, juga tampak semua sampah-sampah botol dan gelas plastik bekas air minum kemasan dikumpulkan dalam satu tempat.
Ayulina, salah seorang pedagang makanan dan minuman yang berjualan di area UMKM Pura Besakih mengutarakan penghasilannya banyak dari menjual air minum kemasan. Karenanya, meskipun mengaku belum mendengar soal adanya pelarangan menjual air minum kemasan di bawah satu liter itu, dia berharap itu tidak jadi dilaksanakan. “Itu kan mata pencaharian kami para pedagang makanan dan minuman di sini. Seharusnya pemerintah daerah juga memperhatikan nasib kami jika peraturan itu diberlakukan nanti,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan pedagang makanan dan minuman lainnya, Dewa Gede. Dia mengatakan bahwa pelarangan itu cukup berdampak bagi pedagang makanan dan minuman. “Penghasilan kami kan banyak dari menjual minuman kemasan. Karena, air mineral terutama yang ukuran botol di bawah satu liter itu sangat dibutuhkan pengunjung di sini,” katanya. (cls)