IMF: “Koperasi Kredit” Global yang Menjaga Stabilitas Ekonomi Dunia

2 days ago 9

Oleh: Dr.Aswin Rivai,SE.,MM

Dana Moneter Internasional (IMF) mungkin paling dikenal sebagai penyelamat keuangan negara-negara yang tengah dilanda krisis. Namun, pernahkah kita bertanya, bagaimana sebenarnya lembaga ini membiayai operasional dan fungsinya sendiri? Dari mana dana untuk menjalankan berbagai mandat globalnya berasal?

IMF bukan hanya “pemadam kebakaran” krisis ekonomi global. Lembaga ini juga memberikan nasihat kebijakan dan dukungan teknis agar negara-negara anggotanya mampu menciptakan kondisi ekonomi dan kelembagaan yang kokoh. Tujuannya: menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan, serta mendorong pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan taraf hidup.

Untuk memenuhi mandat tersebut, IMF menggunakan mekanisme pembiayaan yang unik—mirip seperti koperasi simpan pinjam antarnegara. Dengan kapasitas pinjaman mendekati USD 1 triliun, IMF memungkinkan negara-negara anggotanya saling berbagi sumber daya keuangan secara kolektif.

Koperasi Kredit Antarnegara

Layaknya koperasi, para anggota IMF menyetor dana yang tak hanya menghasilkan bunga, tetapi juga bisa mereka pinjam saat dibutuhkan. Setiap dari 191 negara anggota memiliki “kuota” berdasarkan ukuran relatif perekonomiannya dalam ekonomi global. Kuota inilah yang menentukan besarnya kontribusi finansial tiap negara ke IMF sekaligus menjadi batas maksimal pinjaman yang dapat mereka akses.

Model ini menguntungkan baik bagi negara peminjam maupun pemberi pinjaman. Negara penyetor dana menerima imbal hasil berbunga dari klaim likuid dan aman terhadap IMF—yang secara resmi diakui sebagai bagian dari cadangan devisa negara tersebut. Artinya, IMF tidak bergantung pada iuran tahunan atau hibah dari anggaran negara anggota seperti banyak organisasi internasional lainnya.

Skema ini menjadikan IMF bagian penting dari jaring pengaman keuangan global. Ketika sebuah negara kesulitan membayar impor atau melunasi utang luar negerinya—atau mengalami krisis neraca pembayaran—mereka dapat segera mengakses dana IMF sebagai penyangga likuiditas.

Namun penting dicatat, IMF bukanlah lembaga pembangunan seperti Bank Dunia. Ia tidak membiayai proyek-proyek infrastruktur, melainkan memberikan bantuan jangka pendek untuk menstabilkan ekonomi. Meski bersifat temporer, bantuan ini berdampak nyata: memperlunak efek krisis terhadap masyarakat, memulihkan kepercayaan pasar, dan memberikan “ruang bernapas” bagi pemerintah untuk melakukan reformasi ekonomi.

Stabilitas Global: Kepentingan Bersama

Kestabilan satu negara memengaruhi yang lain. Krisis yang tak tertangani di suatu kawasan bisa menyebar ke negara lain melalui arus modal yang tak menentu atau tekanan migrasi. Maka, membantu negara yang tengah tertekan bukan hanya soal solidaritas, tapi juga bentuk kepentingan bersama seluruh dunia.

Syarat dan Ketentuan: Adil Bagi Semua

Dalam mekanisme IMF, negara kreditor mendapatkan kompensasi yang wajar. Mereka memperoleh bunga berdasarkan tingkat pasar atas dana yang mereka sediakan—dengan risiko yang hampir nol. Pada tahun 2024, sekitar 50 negara kreditor IMF menerima total bunga sekitar USD 5 miliar atas kontribusi mereka untuk pinjaman non-konsesional.

Sebaliknya, negara peminjam juga mendapat manfaat besar dari keanggotaan ini. Mereka bisa meminjam kelipatan dari kuota mereka, dengan tingkat bunga yang jauh lebih rendah dibanding pasar keuangan swasta. Misalnya, Amerika Serikat—sebagai pemegang saham terbesar—dapat “menggandakan” kontribusinya lewat mobilisasi dana dari negara lain hingga empat kali lipat. IMF juga sering menjadi katalis pendanaan tambahan dari lembaga lain atau sektor swasta.

Program pinjaman IMF disertai desain program dan persyaratan kebijakan yang ketat—dengan tujuan memperbaiki akar persoalan ekonomi. Walau menantang, pendekatan ini membantu negara menghindari jebakan krisis yang berulang.

Untuk negara-negara termiskin, IMF juga mengelola dana khusus (trust funds) yang memberikan pembiayaan dengan bunga sangat rendah (konsesional), sebagai bentuk solidaritas global.

Yang menarik, kontribusi keuangan negara anggota ke IMF tergolong sangat aman. Dengan sistem pengawasan ketat, neraca keuangan kokoh, dan cadangan besar, IMF belum pernah mengalami gagal bayar sejak berdiri. Tak satu pun negara pernah kehilangan uangnya di IMF.

Biaya Operasional IMF

Tak seperti organisasi internasional lain yang bergantung pada anggaran tahunan negara-negara anggota, biaya operasional IMF dibiayai sepenuhnya dari pendapatan internal—yakni dari pinjaman dan investasi.

Dengan manajemen biaya yang hemat dan anggaran tetap (flat budget), IMF bahkan mampu terus menambah cadangan keuangannya. Secara riil, anggaran operasional IMF saat ini hampir sama besarnya dengan dua dekade lalu, meskipun inflasi terus meningkat.

Selain fungsi pinjaman, IMF juga memiliki mandat eksklusif untuk melakukan “cek kesehatan ekonomi” terhadap semua negara anggotanya secara berkala, dikenal sebagai Konsultasi Pasal IV. Laporan-laporan ini kerap menjadi rujukan utama pembuat kebijakan, investor global, dan akademisi.

IMF juga menyumbang riset dan nasihat kebijakan mutakhir, mulai dari strategi pengelolaan utang, reformasi fiskal, penguatan sektor keuangan, hingga pemberantasan pencucian uang. Semua ini ditujukan untuk memperkuat institusi ekonomi negara anggota, seperti sistem pajak dan kerangka moneter yang andal dan akuntabel.

Implikasi bagi Indonesia dan Bank Pembangunan Nasional

Bagi Indonesia, pelajaran dari struktur keuangan IMF sangat relevan, khususnya dalam penguatan Bank Pembangunan Nasional (seperti BPD, BUMN Pembiayaan, atau Bank Tanah). Keberhasilan IMF menunjukkan pentingnya pooling resources, kredibilitas keuangan, serta tata kelola transparan yang menjamin keberlanjutan pembiayaan tanpa membebani APBN secara langsung.

Pemerintah dapat meninjau ulang peran bank pembangunan nasional agar berfungsi serupa sebagai “koperasi pembangunan”, yakni menghimpun dana dari berbagai sumber, baik domestik maupun internasional, untuk membiayai pembangunan sektor prioritas seperti infrastruktur, pertanian, ketahanan pangan, dan transformasi digital hijau.

Strategi pendanaan BUMN pembiayaan juga dapat mengadopsi prinsip-prinsip IMF: membentuk dana bergulir dengan pengembalian berbunga rendah, tidak tergantung pada subsidi tahunan, serta menjadikan dana tersebut sebagai bagian dari cadangan nasional pembangunan jangka panjang.

Lebih jauh, Indonesia dapat mendorong keterlibatan aktif dalam IMF untuk memperkuat posisi tawar serta mengakses fasilitas keuangan global saat dibutuhkan, terutama dalam menghadapi ketidakpastian global seperti perubahan iklim, konflik geopolitik, dan gangguan rantai pasok.

Seperti kata Henry Morgenthau di Konferensi Bretton Woods 1944, “di balik detail teknis sistem moneter internasional, sesungguhnya terdapat realitas paling mendasar dari kehidupan sehari-hari.” Kata-kata ini tetap relevan hingga kini. IMF dan anggotanya membangun sistem bersama demi kesejahteraan kolektif. Model yang patut diteladani Indonesia—untuk pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan mandiri.

Penulis, Dr.Aswin Rivai,SE.,MM adalah Pemerhati Ekonomi Dan Dosen FEB-UPN Veteran, Jakarta

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan