Riset BRUIN Mengungkap Dalang Pencemaran Sampah Plastik Di 30 Provinsi Di Indonesia

3 weeks ago 35

SHNet, Jakarta-Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) melakukan riset Sensus Sampah Plastik, audit sampah plastik terbesar, paling akurat, dan paling komprehensif yang pernah dilakukan di Indonesia. Riset dilakukan selama tiga tahun (2022–2024) di 30 provinsi di Indonesia.

Koordinator Sensus Sampah Plastik BRUIN, Muhammad Kholid Basyaiban, menyampaikan riset ini dilakukan dengan melibatkan 156 mitra serta 976 relawan untuk mengumpulkan 76.899 sampah plastik dari 92 titik lokasi yang tersebar di 49 kabupaten/kota di Indonesia. Disampaikan, hasil Sensus Sampah Plastik menunjukkan kondisi pencemaran sampah plastik di perairan Indonesia sudah mengkhawatirkan.

“BRUIN mengambil sampel di 35 sungai, 17 pantai, dan 2 titik mangrove di 49 kabupaten/kota yang tersebar di 30 provinsi atau hampir 65 persen wilayah riset merupakan ekosistem perairan sungai. Hasilnya, tidak ada sungai yang bebas atau nihil dari sampah, jauh dari aturan yang tertera pada Lampiran IV Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH),” jelasnya dalam rilisnya, Kamis, (26/6).

BRUIN  mengungkap lima besar produsen pencemar polusi plastik di perairan Indonesia, yakni:

  1.    Unbranded: 23% didominasi oleh kemasan tanpa merek (kantong kresek, styrofoam, sedotan plastik, kain, cup gelas, dan tali plastik);
  2. Wings: 11% didominasi oleh kemasan sachet (Soklin, Sedaap, Daia, Mama Lime, Tea Jus) dan botol minuman (Ale-ale, Teh Rio, Golda Coffee, Milku, dan Floridina);
  3. Indofood: 9% didominasi oleh kemasan sachet (Indomie, Sarimie, Indomilk, Bumbu Racik), botol minuman (Club), dan kemasan styrofoam (Pop Mie);
  4. Mayora: 7% didominasi oleh kemasan botol minuman (Le Minerale, Teh Pucuk Harum), kemasan sachet (Roma, Energen, Torabika, Kopiko, & Beng Beng);
  5. Unilever: 6% didominasi oleh kemasan sachet (Royco, Rinso, Molto, Sunsilk, Sunlight, dan Bango).

Sementara, 5 besar merek kemasan plastik yang ditemukan:

  1. Club: merek Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) botol produk Indofood: 3% (2.271 pieces);
  2. Indomie: merek mie kemasan produk Indofood: 3% (1.977 pieces);
  3. Le Minerale: merek AMDK produk Mayora: 2% (1.708 pieces);
  4. SoKlin: merek sabun deterjen produk Wings: 2% (1.699 pieces);
  5. Teh Pucuk Harum: merek AMDK botol produk Mayora: 2% (1.445 pieces).

Kholid mengatakan Sensus Sampah Plastik menunjukkan bahwa polusi sampah plastik tak hilang begitu saja, tetapi juga berdampak pada ekosistem, mempengaruhi krisis iklim dan risiko kesehatan makhluk hidup.

Prigi Arisandi, aktivis lingkungan, peneliti senior, sekaligus founder  ECOTON Foundation mengatakan sensus menunjukkan, bahwa sampah kemasan pasca konsumsi mencemari perairan, mengancam ekosistem, serta memperburuk dampak perubahan iklim lewat cemaran mikroplastik dan polutan berbahaya lainnya.

Berdasarkan Sensus Sampah Plastik yang dilakukan, BRUIN menuntut tanggung jawab produsen dan regulasi tegas dari pemerintah. BRUIN melihat perlunya pengelolaan sampah plastik secara segera dan tegas, khususnya terhadap kemasan sachet. “Untuk itu, para produsen plastik dituntut untuk mengambil langkah nyata dalam mengelola sampah kemasan pasca konsumsi serta mendukung target pengurangan sampah oleh produsen sebanyak 30 persen di tahun 2029 mendatang,” kata Prigi

Menurutnya, hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, saat membuka Pameran Lingkungan Hidup bertema “End Plastic Pollution”, yang menyatakan akan mendorong industri lokal dalam pengelolaan limbah serta membangun sistem hukum yang mewajibkan penerapan EPR, lengkap dengan sanksi administratif hingga pidana bagi yang melanggar.

“Intinya, jangan hanya bergantung pada perubahan perilaku konsumen. Yang lebih penting adalah kebijakan tegas yang memaksa produsen bertanggung jawab atas dampak yang mereka timbulkan,” seru Dr. Susi Agustina Wilujeng , ST., MT.,  Kepala Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ITS Surabaya, menanggapi hasil Sensus Sampah Plastik.

Digadang menjadi regulasi taktis pemutus rantai sampah plastik di Indonesia, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen nyatanya belum efektif. Hal ini terutama terlihat dari rendahnya tingkat partisipasi produsen dan masyarakat serta lemahnya pengawasan dan pemberian sanksi.

“Regulasi peta jalan sebetulnya hanya mengubah kapasitas isi produk tanpa larangan ketat penggunaan kemasan plastik sekali pakai. Akibatnya, produsen cenderung mempertahankan penggunaan plastik dengan sedikit modifikasi, bukannya mencari alternatif produk ramah lingkungan atau menerapkan guna ulang,” jelas salah satu kolaborator yang terlibat dalam Sensus Sampah Plastik, Aeshnina Azzahra Aqilani, dari River Warrior Indonesia.

Atas temuannya ini, BRUIN menyerukan kepada pemerintah untuk menutup keran polusi plastik dengan merekomendasikan 6 strategi utama untuk melawan pencemaran plastik, yaitu:

  1. Kebijakan pembatasan plastik sekali pakai yang sulit terdaur ulang seperti sachet;
  2. Kebijakan model guna ulang (reuse movement) untuk mengurangi limbah kemasan;
  3. Disinsentif pajak terhadap produk plastik sekali pakai yang sulit didaur ulang seperti sachet;
  4. Insentif untuk pengelolaan plastik yang lebih berkelanjutan;
  5. Green procurement dalam pemakaian produk ramah lingkungan oleh pemerintah dan industri;
  6. Menuntut tanggung jawab produsen lewat implementasi Extended Producer Responsibility (EPR) secara tegas dan menyeluruh.

BRUIN berharap, Sensus Sampah Plastik membuka mata banyak pihak mengenai pentingnya pengelolaan sampah plastik dari hulu hingga hilir. (cls)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan