SHNet, Bali-Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud) menyambut baik program Gubernur Bali, I Wayan Koster, untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai di Bali, tapi bukan pelarangan untuk penggunaannya seperti yang termuat dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang memuat larangan produksi dan penjualan air minum kemasan berukuran kurang dari satu liter.
”Saya setuju dengan pengurangan sampah plastik sekali pakai di Bali ini. Tapi, kalau sampai melarang menggunakannya saya kurang setuju. Karena, saya dan teman-teman mahasiswa lain juga masih sangat membutuhkan air mineral khususnya yang botol kecil dan sedang saat kuliah,” ujar I Made Satya Dwipaya dari Fakultas Kedokteran Prodi Fisioterapi Unud saat ditemui di Kampus Kedokteran Unud, Denpasar, Bali baru-baru ini.
Meskipun selalu membawa tumbler ke kampus, dia mengaku tetap saja membutuhkan air mineral kemasan botol kalau air dalam tumblernya habis. Kalau hanya sekali kelas kuliah saja, lanjutnya, air di tumbler masih cukup. “Tapi kan seringkali ada kegiatan lain sehabis kelas kuliah. Mau tidak mau, saya pun harus membeli air mineral botol sedang. Apalagi di Fakultas kita belum tersedia air galon guna ulang atau semacam tap water. Dan kalau beli botol yang satu liter kan mubazir juga berat bawanya di tas, selain harganya juga lebih mahal,” ucapnya.
Bukan hanya para mahasiswa saja, menurutnya, peraturan terkait pelarangan produk air minum kemasan ukuran di bawah satu liter itu juga menyulitkan para pedagang dan masyarakat luas untuk mencari penggantinya. “Bukan hanya mahasiswa saja, tapi pedagang dan masyarakat luas juga pasti akan terganggu aktivitasnya dengan adanya kebijakan pelarangan tersebut,” katanya.
Menyikapi alasan Gubernur Bali untuk melarang penggunaan kemasan air mineral ukuran di bawah satu liter karena menimbulkan masalah sampah, Made menyampaikan ketidaksepakatannya. Dia mencontohkan seperti di kampusnya, ada bank sampah yang mengelola sampah plastik sekali pakai tersebut. “Artinya, sampah-sampah plastik sekali pakai itu tidak sampai nyampah di lingkungan karena keberadaan bank sampah di kampus,” tuturnya.
Hal serupa disampaikan Kelvin Deonisius Marselo, mahasiswa Fakultas Kedokteran Prodi Fisioterapi Unud lainnya. Dia mengatakan memiliki alasan kenapa kurang setuju dengan kebijakan Gubernur Koster yang melarang penggunaan air mineral kemasan di bawah satu liter. Pertama, dia beralasan bahwa air mineral itu kualitas airnya sangat baik untuk kesehatan.
Selain itu, menurutnya, air mineral kemasan di bawah satu liter itu sangat dibutuhkan ketika masyarakat lagi jalan-jalan tiba-tiba merasa haus. Menurutnya, kalau di negara-negara maju, mereka sudah menyediakan tap water di mana-mana. Beda dengan di Indonesia yang masih sedikit tempat yang ada tap waternya. “Jadi, kasihan masyarakat kalau sampai air mineral di bawah satu liter itu dilarang. Sebab, kalau minum dari kemasan satu liter kan sedikit sulit karena ukurannya yang besar dan berat. Apalagi untuk anak-anak, mereka sangat sulit untuk minum dari kemasan seperti itu,” katanya.
Dia juga menyatakan tidak setuju jika Gubernur Koster melarang penggunaan air mineral di bawah satu liter itu karena alasan nyampah. Menurutnya, ketika diberlakukannya pelarangan penggunaan plastik kresek di supermarket dan diganti dengan tas-tas yang katanya ramah lingkungan, ternyata malah menjadi penyampah baru di lingkungan. “Nyatanya, tas-tas pengganti kantong kresek itu saat ini malah menjadi penyampah baru. Jadi, apa bedanya dengan kantong kresek? Itu kan hanya ganti jenis sampahnya saja namanya?” cetusnya.
Dia menegaskan mahasiswa dalam keseharian kuliahnya juga masih sangat membutuhkan air mineral kemasan di bawah satu liter. “Saya sendiri memang ada tumbler. Cuma, kalau ada momen lupa bawa air, air mineral kemasan itu kan sangat membantu banget. Nggak mungkin kan aku tiba-tiba minum air keran saat kehabisan air minum di tumbler. Jadi, air mineral kemasan itu tetap masih dibutuhkan mahasiswa untuk mendukung keseharian perkuliahannya,” tandasnya.
Dia mengatakan lebih setuju jika Pemprov Bali membuat kebijakan yang meminimalisir sampahnya saja dan bukan melarangnya. Caranya, menurut dia, Pemprov Bali bisa menggalakkan pengelolaan sampah melalui pemilahan sampah dari sumbernya atau rumah tangga. “Jadi, nggak bisa main potong gitu saja langsung melarang yang impactnya luar biasa ke masyarakat. Tapi, menyelesaikan persoalan sampah itu harus pelan-pelan,” ujarnya.
Jul, nama sapaan mahasiswa Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Unud, menyatakan setuju dengan tujuan positif kebijakan Gubernur Koster yang ingin mengurangi sampah plastik sekali pakai di Bali. Cuma, katanya, Gubernur Koster juga seharusnya memberikan solusi kepada masyarakat apa yang akan digunakan sebagai pengganti kemasan plastik sekali pakai yang dilarang sehingga masyarakat tidak menjadi bingung. “Karena kan plastik sekali pakai itu masih sangat digunakan oleh UMKM atau para pedagang kecil. Jadi, sebaiknya solusinya harus dicari dulu sebelum mengeluarkan kebijakan. Artinya, perlu didiskusikan dulu secara bersama-sama dengan semua yang terdampak pelarangan dan mencari penyelesaian yang win-win solution,” ucapnya.
Dia juga mengaku masih membutuhkan air mineral kemasan di bawah satu liter ini saat kuliah meskipun sudah membawa tumbler. Sebab, lanjutnya, kalau membeli yang ukuran satu liter sepertinya isinya terlalu banyak dan berat. “Jadi, cukup yang ukuran kecil saja. Artinya, air mineral kemasan di bawah satu liter itu masih sangat dibutuhkan apalagi kalau lagi banyak kegiatan di kampus dan agak capek, dan cuacanya juga panas,” tuturnya.
Senada dengan rekan-rekannya yang lain, Kannon, mahasiswa Fakultas Kedokteran Prodi Pendidikan Dokter Unud, menyampaikan masih membutuhkan air mineral kemasan di bawah satu liter. Apalagi, dia mengakui tidak memiliki tumbler hingga sekarang karena belum memiliki uang untuk membelinya. Karenanya, dia mengusulkan agar yang dilakukan Pemprov Bali itu adalah pengurangan sampahnya dan bukan pelarangan penggunaan plastik sekali pakainya.
“Kalau saya sih jujur belum punya tumbler sekarang karena belum punya duit untuk membelinya. Jadi, saya masih butuh air mineral yang ukuran di bawah satu liter ini,” katanya. (cls)