Orang Tua Korban Tak Yakin Anaknya Terjatuh

2 weeks ago 24

--Kesaksian dalam Sidang di PN Andoolo

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Sidang dugaan penganiayaan murid SDN 4 Baito D (8) oleh guru Supriyani kembali berlangsung, Rabu (30/10/2024). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Konsel menghadirkan 5 saksi. Mereka adalah orang tua korban D yakni Nur Fitriana dan Aipda Wibowo Hasyim. 3 saksi lainnya yakni Kepala SDN 4 Baito Sanaali, Wali Kelas 1A SDN 4 Baito saat itu Lilis Herlina, dan Guru Kelas 4 saat itu Siti Nuraisah.

Orang tua korban D, Aipda Wibowo Hasyim dan Nur Fitriana memberikan kesaksian. Aipda Wibowo Hasyim tak yakin jika luka anaknya akibat terjatuh di sawah. Saksi Nur Fitriana menuturkan, ia melihat ada bekas luka di paha bagian belakang anaknya D pada Kamis (25/4/2024). Kepada ibunya, korban D menjawab luka tersebut akibat jatuh di sawah.

Esoknya, saat ayah korban, Wibowo Hasyim hendak memandikan anaknya untuk salat Jumat (26/4/2024), Nur Fitriana mengonfirmasi suaminya tentang luka di paha anak mereka. Saat itu, Wibowo Hasyim kaget dan menanyakan kepada korban D tentang luka tersebut. Korban mengaku luka itu karena dipukul guru Supriyani di sekolah, pada hari Rabu (24/4/2024).

Nur Fitriana mengatakan anaknya dipukul oleh Supriyani, menggunakan sapu karena tak menulis saat diberi tugas. "Dia (korban, red) sampaikan sambil menangis, kalau dipukul sama mamanya Alpa (guru Supriyani, red). Saya tanya, mas (korban, red) kenapa dipukul ? Katanya karena dia belum selesai menulis. Katanya dipukul pakai sapu," terang Nur Fitriana dihadapan majelis hakim PN Andoolo.

Nur Fitriana membeberkan, sejumlah rekan korban D mengaku sempat melihat dugaan penganiayaan oleh guru Supriyani. Korban D menyebut beberapa nama. Nur Fitriana lalu mendatangi rumah salah satu teman anaknya untuk memastikan kebenaran. "Temannya bilang, iya lihat dipukul pakai sapu lantai sama ibu Supriyani," tutur Nur Fitriana.

Ibu korban, Nur Fitriana mengaku awalnya tak ingin melaporkan kejadian itu ke polisi. "Kami ke Polsek, meminta arahan dari Kapolsek dan disampaikan dimediasi dulu dan memanggil yang bersangkutan (Supriyani)," ungkapnya.

Supriyani pun datang sendirian ke kantor Polsek Baito, usai dihubungi kepolisian. "Saat ditanya, Supriyani menyatakan tidak pernah melakukan itu (pemukulan), dengan nada tinggi 'di mana saya pukul kamu, kapan saya pukul kamu, tidak pernah," kata Nur Fitriana menirukan ucapan Supriyani saat itu.

Sikap Supriyani itu menjadi pemicu Nur Fitriana melaporkan Supriyani ke Polsek Baito. "Setelah mediasi itu tidak berhasil, karena yang bersangkutan tidak mengakui, saya buatlah laporan ke polisi," katanya.

Nur Fitriana mengaku beberapa kali proses mediasi kasus ini, namun tidak tercapai. Sebagai manusia biasa, ia telah memaafkan Supriyani. Bahkan pernah didatangi Supriyani mengakui perbuatannya, sambil menangis.

"Setelah itu tidak pernah lagi ada pertemuan (mediasi, red). Penyampaian penyidik, dia (Supriyani, red) tidak mengakui perbuatannya. Makanya saya bingung, dia sudah datang minta maaf dan mengaku, kok berbalik lagi tidak mengakui," ungkap Nur Fitriana.

Nur Fitriana membantah adanya permintaan sejumlah uang kepada Supriyani agar masalah ini selesai. "Tidak pernah. Dalam proses mediasi pernah dilakukan kepala sekolah, dan mediasi lainnya oleh kepala desa. Semuanya terjadi di rumah saya," tuturnya.

Kesaksian ayah korban, Aipda Wibowo Hasyim sama dengan kesaksian sang istri, Nur Fitriana. Pada saat ia akan memandikan anaknya D, untuk bersiap salat Jumat (26/4/2024), sang istri menghampiri dan menyampaikan ada bekas luka merah kehitaman di pahanya. Aipda Wibowo lalu mengecek luka dimaksud. Menurutnya, luka itu tidak mungkin karena jatuh.

Aipda Wibowo lalu meminta sang istri Nur Fitriana untuk kembali menanyakan kepada anaknya D karena curiga dengan bentuk luka. Kepada ibunya, korban D mengaku dipukul oleh gurunya. "Setelah itu, disampaikanlah nama-nama yang melihat kejadian itu. Terkonfirmasi bahwa betul ibu guru memukul D," ujarnya.

Selanjutnya Aipda Wibowo berkoordinasi dan meminta petunjuk kepada atasannya, Kapolsek Baito dan disampaikan untuk konfirmasi kepada yang bersangkutan (Supriyani). Supriyani pun datang ke Polsek dan dikonfirmasi namun menjawab dengan nada tinggi. "Dimana saya pukul kamu? Kapan? Saya tidak pernah memukul kamu," tutur Wibowo menirukan jawaban Supriyani.

Aipda Wibowo mengaku saat itu ia hanya ingin mengonfirmasi. Ia tidak terima anaknya dibentak-bentak. Saat itu juga, sang istri Nur Fitriana melaporkan dugaan penganiayaan itu. "Ibunya membuat laporan (polisi, red) hari itu juga," sebutnya.

Lalu, Kepala Unit Reskrim Polsek Baito, saat itu dijabat Bripka Jefri mengambil keterangan korban D. Korban mengaku dipukul pakai sapu. Bripka Jefri meminta ditunjukkan sapu tersebut. Mereka lalu menuju ke SDN 4 Baito. "Saat itu disaksikan oleh 1 guru, saya bisa memanggilnya mamanya Raja (Siti Nuraisah). Kami sebagai orang tua korban mendampingi dan posisi kami di halaman sekolah," urai Aipda Wibowo.

Ia mengaku tidak tahu apa yang dilakukan Kanit Reskrim bersama anaknya D di dalam kelas saat itu. Saat keluar kelas, Aipda Wibowo melihat Bripka Jefri dan korban D membawa satu sapu ijuk warna hijau. "Sapu ijuk gagang besi itu yang diakui korban D," tuturnya. Selanjutnya, Aipda Wibowo bersama istrinya Nur Fitriana melakukan visum luka anaknya di Puskesmas Palangga karena terkonfirmasi dokter di Puskesmas Baito tidak ada di tempat.

Kuasa Hukum Supriyani Endus Aroma Kejanggalan Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, SH mengendus aroma kejanggalan dari kesaksian itu. Pertama, Wali Kelas 1A Lilis Herlina berada di sekolah, mulai dari pukul 07.30 Wita sampai pukul 12 Wita. "Ibu Lilis hanya meninggalkan kelas pada pukul 09.00 untuk absen di ruang kantor. Itu pun tidak sampai 5 menit," ujarnya.

Kedua, keterangan saksi anak berubah-ubah dalam sidang sebelumnya, Selasa (29/10/2024). Ada yang mengaku kejadiannya pukul 08.30 Wita, dan guru Lilis masih di ruangannya. "Kemudian katanya kejadian pukul 10.00 Wita, itu juga terjawab. Pada jam tersebut semua anak sudah pulang. Sebab jadwal pulang mereka, pukul 10.00 wita," tegas Andri Darmawan, SH.

Ketiga, 17 siswa di Kelas 1A namun hanya 2 murid yang mengatakan melihat dugaan pemukulan itu. 2 murid itu sudah dihadirkan sebagai saksi. "Anehnya di dalam laporan polisi dituliskan nama anak inisial W sebagai saksinya. Ternyata perjalanannya, W tidak pernah diajukan sebagai saksi oleh mereka," jelas Andri Darmawan.

Ia juga mengonfirmasi kepada saksi guru Lilis Herlina dan sudah menanyakan kepada murid W, ternyata W tidak pernah melihat guru Supriyani memukul korban D. "Padahal ada perkataan anak saat menjadi saksi, bahwa sebelum D di pukul, D sedang main-main atau berbicara dengan W," ungkap Andri.

Kemudian, saksi anak lainnya berinisial R yang juga teman satu kelas korban D mengaku tidak melihat dugaan pemukulan. "Sebenarnya clear semua kejadian, bahwa pada hari Rabu (24/04/2024) itu tidak ada kejadian pemukulan berdasarkan keterangan saksi ibu Lilis yang juga wali kelas 1A," tutup Andri Darmawan. (ndi/b)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan