Bedah Buku “Tahu Apa Kau Tentang Cinta”: Dimensi Cinta dalam Perspektif Nuthayla

3 days ago 14

SHNet, Jakarta-Hampir semua orang berbicara tentang apa itu cinta. Tapi seuangguhnya, mereka tidak banyak tahu tentang cinta itu sendiri.Benarkah demikian? Paling tidak demikian kata penyair Nuthayla yang kerap disapa Nuth atau Theyla.

Penyair dengan nama lengkap Nuthayla Anwar ini mengungkapkan bahwa kita tidak tahu banyak tentang cinta. Karen itu cinta harus kita temukan, kita perjuangkan, dan kita rawat.

“Ketika saya mencintai sesorang, atau sesuatu benda, ya sudah. Pokoknya mencintai. Apakah orang yang kita cintai membalas atau tidak cinta kita, tidak masalah. Yang terpenting, saya sudah menyatakan cinta,” ujar Nuthayla

Nuthayla mengatakanhal itu  ketika menjawab pertanyaan hadirin dalam bedah buku kumpulan cerpen karyanya berjudul “Tahu Apa Kau Tentang Cinta” di Café Sastra, Balai Pustaka, Jalan Bunga, Matraman, Jakarta Timur, Sabtu sore (1/02/2025).Bedah buku dimoderatori oleh Terry Putri, public figure yang juga sahabat Nuthayla.

Nuthayla juga menyinggung kalimat singkat yang sering diucapkan banyak orang, ‘cinta itu tanpa pamrih’ dan dia mempertanyakan,”Benarkah cinta itu tanpa pamrih?” dijawab sendiri oleh Nuthayla bahwa cinta sering ada pamrih, termasuk cinta ibu pada anaknya atau sebaliknya.”Kamu harusnya begini….karena ibu telah merawat dan membesarkanmu sejak kecil,” kata Nuthayla mengutip kalimat yang banyak meluncur dari kaum ibu bila anaknya tak menuruti keinginannya.

Diingatkan juga oleh Nuthayla bahwa cinta itu tidak boleh ada penyesalan,” Kenapa saya pernah jatuh cinta pada dia, saya akhirnya menyesal,”katanya mengutip juga ungkapan yang banyak dikemukakan orang yang perjalanan cinta kandas atau tak berbalas.

Buku kumpulan cerpen berisi 12 cerita pendeik tentang cinta ini, diterbitkan oleh Langgama Pustaka, Tasikmalaya, akhir 2024. Dua dari 12 kisah diantaranya ditulis berdasarkan kisah nyata, dimensinya cukup beragam, tapi satu tema,cinta. Buku ini kata Nuthayla, cocok buat perempaun, laki-laki, jadi cocok buat siapapun.

Peserta bedah buku karya Nuthayla Anwar, serius mengikuti acara

Tema Kemanusiaan yang Universala

Pembahas buku ini, penyir dan mantan wartawa TEMPO, Idrus F.Shahab mengatakan, semua dirinya berpikir buku “Tahu Apa Kau Tentang Cinta” berbicara tentang pertarungan tak berkesudahan laki-laki lawan perempuan. Namun sebelum kumpulan cerita pendek ini memasuki halaman-halaman terakhir, dia pun mendapatkan gambaran yang berbeda. Konflik tidak melulu soal gender, melainkan antara korban yang teraniaya dan penganiaya. Tema kemanusiaan yang universal.

“Lelaki yang berselingkuh, lelaki munafik yang menangguk keuntungan besar dari bisnis narkoba tapi senantiasa tampak baik di hadapan masyarakat, lelaki lemah yang memilih diam ketimbang membela pacarnya di hadapan keluarga, lelaki yang kurang peka terhadap aspirasi sosial untuk merdeka dari opresi,”ujar Idrus  mengenai  potret sosial yang ditampilkan Nuthayla dengan baik dalam buku  “Tahu Apa Kau Tentang Cinta.”

Dikatakan potret sosial, tandas Idrus  karena dalam menghadapi ceritanya Nuthayla sesekali tidak menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu tokoh. Ia cukup menyodorkan fenomena sosial yang kerap bergulir di tengah-tengah masyarakat, menyerahkan penilaian kepada pembaca.   “Sebenarnya susah sekali untuk tidak jatuh hati pada tulisan-tulisan Nuthayla dalam kumpulan cerpennya, “Tahu Apa Kau tenang Cinta,” katanya.

Foto bersama penulis, pembahas, moderator dan hadirin, usai acara bedah buku karya Nuthayla Anwar, “Tahu Apa Kau tenang Cinta” di Café Sastra, Balai Pustaka, Jakarta, Sabtu sore (01/02/2025)

Wakili Ideologi Tertentu

Ahli Hukum Tatanegara yang kerap biacar politik praktis, Refly Harun yang juga menjadi pembahas buku ini mengatakan, kisah cinta yang ditulis dari berbagai sisi, sesungguhnya mewakili ideologi tertentu.”Nah, ideologi apa yang sedang diperjuangkan penulisnya, Nuthayla?” tanyanya.

Setelah membaca buku ini, Refly mempertanyakan kepada penulis yang duduk di sebelahnya, “Kenapa tidak ada pengalaman pribadi penulis yang diangkat dalam buku ini? Apakah penulis introvert, atau tidak ada pengalaman cinta yang pahit?”

Pada kesempatan ini Refly banyak menceritakan kenapa sejak lama, bahkan sejak menjawat komisaris di salah satu BUMN, selalu bersikap kritis, tidak lain karena kecintaannya pada bangsa dan negara ini.”Jadi saya tidak mau puji-puji terus kebijakan Presiden Jokowi maupun Prabowo.”

Pembahas ketiga, sastrawan Chairil Gibran Ramadhan (CGR) menilai, kisah-kisah dimensi cinta yang diangkat dalam 12 cerpen ini termasuk kisah yang ringan, seperti banyak cerita yang ditulis di era keemasan media cetak,khuusunya majalan . Bedanya, buku dituangkan cukup berbobot.”Jadi, kalau membaca buku, ibarat minum vitamin, badan terasa segar,” katanya.

Dalam kaitan ini CGR menegaskan perlunya buku dalam bentuk cetak terus disebarluaskan agar tradisi membaca bisa ditingkatkan, apalagi buku-buku seperti terbitan Balai Pustakan yang sangat bermutu.”Mestinya Pemerintah membiayai cetak ulang buku-buku sastra bermutu dan membagikannya secara gratis kepada pelajar dan mahasiswa.”

Daripengalamannya berdiskusi dengan banyak kalangan, termasuk perwakilan asing, kebiasaan kita dalammembaca, apalagi menulis buku masih rendah. Padahal kasta tertinggi dalam dunia tulis-menulis adalah buku. “Saya sangat menghargai karya Nuthayla yang dibahas ini,” katanya. (sur)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan