KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID-Di balik gemuruhnya pembangunan nasional dan derap langkah menuju Indonesia Emas 2045, sebuah pesan kuat disampaikan dari jantung Sulawesi Tenggara (Sultra): reforma agraria harus berpihak pada rakyat.
Pesan itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Sultra yang digelar di Kendari, dan dibuka langsung oleh Sekretaris Daerah Sultra, Drs. H. Asrun Lio, M.Hum., Ph.D.
Mewakili Gubernur Sultra, Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka, Sekda hadir dengan semangat yang tak biasa. Dalam pidato pembukaannya, ia tidak hanya menyampaikan sambutan, tapi juga menyalakan semangat baru: reforma agraria bukan sekadar urusan tanah, tetapi soal keadilan sosial.
“Ini bukan sekadar redistribusi lahan. Ini adalah kerja besar menata ulang kepemilikan dan pemanfaatan tanah agar lebih adil dan pro rakyat,” tegas Asrun Lio di hadapan peserta rakor yang terdiri dari unsur Forkopimda, BPN, kepala kantor pertanahan, dan dinas terkait se-Sultra.
Sekda Asrun Lio menjelaskan,pelaksanaan reforma agraria di Sultra mengusung dua pendekatan utama: penataan aset (asset reform) dan penataan akses (access reform). Keduanya, menurut dia, bukan sekadar jargon, tapi alat nyata untuk mendorong kesejahteraan masyarakat.
Dari sisi asset reform, pemerintah mendorong percepatan legalisasi aset dan redistribusi lahan untuk Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang telah dinyatakan clean and clear. Asrun Lio mengaitkan ini dengan arah pembangunan dalam RPJMN 2025–2029: membangun dari desa, dari bawah, untuk pemerataan dan pengentasan kemiskinan.
Sedangkan dari sisi access reform, yang tak kalah penting, pemerintah ingin lebih banyak menghadirkan dampak langsung kepada rakyat. Ini mencakup akses permodalan, pelatihan pertanian, teknologi, hingga dukungan pemasaran.
“Kita butuh lebih banyak kisah sukses di lapangan. Success story yang bukan hanya jadi bahan presentasi, tapi benar-benar mengubah hidup masyarakat,” ujarnya dengan penuh harap.
Dalam rakor yang digelar di tengah suasana hangat kolaborasi antarlembaga itu, Asrun Lio menggarisbawahi pentingnya peran Forkopimda dan seluruh elemen daerah.
Reforma agraria, katanya, tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan pendekatan lintas sektor dan kolaboratif untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria serta menciptakan ketenteraman sosial.
“Ini bukan kerja satu dinas, ini kerja lintas instansi dan melibatkan semua level pemerintahan,” katanya.
Rakor GTRA kali ini pun menjadi forum strategis untuk memperkuat sinergi antarpemangku kepentingan. Dari penyelesaian sengketa agraria, penataan penguasaan tanah yang lebih adil, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.
Dengan latar belakang TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 dan Perpres Nomor 62 Tahun 2023, Pemprov Sultra kini menatap masa depan reforma agraria dengan optimisme. Menurut Sekda, momen rakor ini harus menjadi pemantik gerakan konkret dan berkelanjutan di seluruh wilayah Sultra.
“Jangan sampai ini hanya menjadi agenda tahunan yang seremonial. Harus ada dampak nyata,” tegas Asrun Lio.
Hadir dalam rakor ini sejumlah pejabat penting dari Forkopimda Provinsi Sultra, jajaran BPN, kepala kantor pertanahan kabupaten/kota, serta perwakilan kementerian/lembaga yang tergabung dalam GTRA.
Semangat kebersamaan tampak begitu kuat. Dari ruangan itulah, harapan reforma agraria yang benar-benar pro rakyat mulai ditiupkan kembali — dari Kendari, untuk Sultra, dan untuk Indonesia yang lebih adil. (KP)