
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID-Di balik ramainya warga yang berebut posisi sebagai pengurus Koperasi Merah Putih di berbagai desa di Sulawesi Tenggara (Sultra), ternyata ada satu fakta yang mengejutkan banyak orang: pengurus koperasi tidak digaji!
Ya, Anda tidak salah dengar. Meski jabatan pengurus koperasi kerap dianggap strategis dan bahkan diperebutkan dalam rapat desa, posisi ini tidak disertai gaji bulanan seperti jabatan struktural pada instansi pemerintah atau perusahaan.
Sebaliknya, pengurus hanya menerima insentif kecil yang sifatnya insidental, biasanya saat Rapat Anggota Tahunan (RAT) atau pertemuan resmi koperasi lainnya.
Fenomena ini mencuat ke permukaan setelah beberapa desa di Sultra, dilaporkan mengalami ketegangan bahkan nyaris bentrok fisik saat pembentukan pengurus Koperasi Merah Putih.
Warga saling adu argumen, membawa nama kelompok, hingga memaksa panitia memilih calon tertentu untuk duduk sebagai ketua, sekretaris, atau bendahara.
“Banyak yang belum tahu bahwa jadi pengurus koperasi itu bukan pekerjaan bergaji. Mereka hanya mendapatkan insentif sesuai dengan aktivitas koperasi, dan itu pun jumlahnya tidak besar,” ungkap Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), LM Shalihin.
Shalihin mengaku prihatin melihat munculnya konflik hanya karena miskomunikasi tentang hak dan kewajiban pengurus. Menurutnya, jabatan dalam koperasi lebih merupakan bentuk pengabdian dan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
“Koperasi itu milik bersama. Jadi pengurus bukan soal mencari penghasilan, tapi soal kepercayaan dan komitmen untuk memajukan ekonomi desa. Kalau semua ingin duduk di kursi pengurus hanya karena berharap gaji, koperasi itu pasti jalan di tempat,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, semangat dasar dari Koperasi Merah Putih adalah gotong royong, kejujuran, dan partisipasi aktif anggota. Dalam struktur koperasi, tanggung jawab pengurus cukup besar: dari mengelola simpan pinjam, menyusun laporan keuangan, hingga memastikan koperasi berjalan sehat. Namun semua itu dijalankan dengan kesadaran bahwa ini bukan pekerjaan komersial.
“Kalau mereka kerja benar dan koperasinya maju, bisa saja ada pembagian SHU (Sisa Hasil Usaha), tapi itu pun tergantung hasil RAT dan kesepakatan anggota. Bukan gaji tetap,” terangnya.
Fakta ini menjadi pelajaran penting bagi banyak pihak, terutama masyarakat desa yang antusias membentuk koperasi. Sebelum berebut jabatan, pahami dulu apa saja hak, kewajiban, dan tantangan yang ada di baliknya.
Karena pada akhirnya, koperasi bukan soal siapa yang duduk di atas. Tapi soal bagaimana semua anggota bisa sejahtera bersama. (KP)