Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto menuai kecaman dari mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney, Australia.(Pat Hendranto) dilansir dari kompas.com
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney, Australia, yang tergabung dalam Aliansi Gusar, menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Penolakan ini disampaikan dalam konferensi pers daring pada Minggu (9/11/2025), sehari sebelum Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan gelar tersebut.
Aliansi Gusar menilai gelar pahlawan untuk Soeharto mengabaikan penderitaan korban pelanggaran HAM, kerusakan lingkungan, serta represi politik selama masa Orde Baru. Slamet Thohari, perwakilan Aliansi Gusar yang tengah menempuh studi doktoral di Western Sydney University, menegaskan bahwa Soeharto tidak memenuhi kriteria seorang pahlawan karena rekam jejaknya yang otoriter dan represif.
“Kalau dilihat dari track record-nya, Soeharto sama sekali tidak memenuhi kriteria menjadi pahlawan. Pahlawan itu orang yang merelakan diri pada kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan kroni dan keluarga sendiri,” ujar Slamet. Ia juga menyoroti diskriminasi terhadap warga keturunan Tionghoa yang terjadi pada masa Orde Baru. Dikutip dari kompas.com
Aspek lingkungan juga menjadi sorotan. Hijroatul Maghfiroh, mahasiswa studi Environment and Sustainable Development di Macquarie University, menilai kebijakan Soeharto menyebabkan eksploitasi hutan dan sumber daya alam secara masif. Sejak awal masa pemerintahannya, lebih dari 62 juta hektar hutan dibuka untuk Hak Pengusahaan Hutan, sebagian besar dikuasai kroni dan keluarga presiden. Maghfiroh menekankan bahwa warisan kerusakan lingkungan ini masih dirasakan hingga saat ini, termasuk kontrak tambang Freeport di Papua dan reklamasi Bali.


















































