Oleh : Nasrullah, S.Pd., M.M.B (Pengurus JPKP Sulawesi Tenggara dan Praktisi Pendidikan)
Kendaripos.co.id — Sengketa lahan Tapak Kuda kembali dipanaskan oleh langkah KSU Kopperson yang mengajukan kasasi terhadap Penetapan Non-Executable PN Kendari. Bagi masyarakat yang awam, langkah ini mungkin tampak seperti upaya hukum yang sah. Namun bagi mereka yang memahami anatomi hukum acara perdata, langkah tersebut justru menunjukkan ketidakpahaman yang serius, atau lebih jauh lagi, usaha sistematis menggiring opini publik untuk mempersepsikan bahwa proses hukum masih terbuka.
Sebagai praktisi pendidikan dan salah satu bagian dari organisasi pendamping masyarakat, yang sehari-hari mengawal literasi pendidikan dan pendampingan masyarakat, saya merasa perlu menyampaikan opini ini bukan hanya untuk meluruskan, tetapi juga memperingatkan publik: ada pola manipulasi narasi yang berbahaya di balik manuver ini.
Kasasi merupakan upaya hukum luar biasa terhadap putusan pengadilan tingkat pertama atau banding, bukan terhadap penetapan eksekusi. Sejak awal, basis hukum langkah ini sudah rapuh.
Kasasi tidak menguji:
- apakah objek layak dieksekusi,
- apakah proses eksekusi telah ditempuh benar,
- apakah terjadi perubahan situasi objek sengketa.
Kasasi hanya menguji penerapan hukum pada perkara pokok, bukan terhadap administrasi eksekusi.
Namun, narasi yang dibangun Kopperson adalah narasi “publik”, bukan narasi “hukum”.
“Dengan kasasi, penetapan non-executable menjadi status quo.”
Kalimat itu secara hukum salah, dan justru secara komunikasi politik sangat efektif karena ia memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat terhadap konsep dasar hukum acara.

















































