Guru dan Misi Transformasi: Melawan Kebodohan dan Ketimpangan

1 week ago 15

Penulis: Andi Ahmadi (Ketua Sekolah Literasi Indonesia)

KENDARIPOS.CO.ID-Pada momen spesial Hari Guru Nasional ini, mari kita merenung sejenak: Apakah guru sudah mampu menjadikan ruang kelasnya bukan sekadar tempat menyampaikan materi, tetapi sebagai wadah dialog di mana murid dan guru sama-sama berpikir, mempertanyakan, dan membangun perubahan?

Jika kita perhatikan, banyak ruang kelas di sekolah-sekolah tampak seperti panggung teatrikal yang berulang: guru berdiri di depan papan tulis, menyampaikan materi, sementara murid mencatat dan menganggukkan kepala.

Sepintas pola pengajaran ini terasa aman-aman saja, namun menyembunyikan kegelisahan mendalam: ketika pengetahuan hanya disampaikan satu arah, apakah kita benar-benar telah menumbuhkan pikiran kritis? Ataukah hanya memperkuat pola pasif di mana murid lebih banyak menjadi pendengar daripada subjek pemikir?

Saya meyakini bahwa peran guru jauh lebih besar dari itu. Guru adalah pembawa misi bahwa pendidikan bukan hanya jembatan menuju nilai dan pekerjaan, melainkan medan perlawanan. Pendidikan harus melawan kebodohan sistemik, bukan sekadar ketidaktahuan, tetapi juga ketidakadilan struktural; melawan kemiskinan yang diwariskan turun-temurun; dan melawan penindasan yang terstruktur.

Seorang guru dengan panggilan semacam ini akan menempatkan dirinya bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai pejuang peradaban.
Pemikiran Paulo Freire sangat relevan dengan konteks ini. Dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas (terjemahan dari Pedagogy of the Oppressed), Freire mengkritik keras apa yang dia sebut “pendidikan gaya bank”, di mana murid dianggap sebagai “celengan kosong” yang diisi oleh guru. Murid hanya sebagai objek pasif.

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan