Dokter Anak Berikan Resep Cegah Defisiensi Zat Besi Sejak Dini

4 days ago 13

Kekurangan zat besi atau iron deficiency masih menjadi salah satu masalah gizi yang kerap terjadi pada anak-anak Indonesia, terutama di masa pertumbuhan awal. Zat besi merupakan mineral penting yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, yaitu protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika tubuh kekurangan zat besi, anak bisa mengalami anemia yang berdampak serius terhadap energi, daya tahan tubuh, hingga perkembangan otak.

Untuk mencegah kondisi ini, pemenuhan kebutuhan zat besi harus menjadi perhatian utama orang tua sejak bayi mulai mengonsumsi makanan pendamping ASI (MPASI). dr. dr. Kurniawan Satria, Sp.A., dokter spesialis anak dari KiDi, menjelaskan bahwa selain dari makanan dan suplemen, produk susu yang difortifikasi zat besi juga bisa menjadi alternatif tambahan dalam melengkapi kebutuhan gizi anak.

“Beberapa produk susu pertumbuhan difortifikasi dengan zat besi dan ini bisa membantu melengkapi asupan harian anak,” ujar dr. Denta. Ia menambahkan bahwa fortifikasi zat besi dalam produk susu bertujuan untuk menjawab kebutuhan anak-anak yang rentan kekurangan zat besi karena pola makan yang kurang bervariasi.

Meski demikian, dr. Denta menegaskan bahwa pemberian susu harus disesuaikan dengan usia anak. “Anak di bawah satu tahun, misalnya, belum boleh mengonsumsi susu UHT karena sistem pencernaannya belum siap. Susu formula yang diformulasikan khusus untuk usia tersebut tetap menjadi pilihan yang lebih aman,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa meskipun susu yang telah difortifikasi dapat membantu, sumber utama zat besi sebaiknya tetap berasal dari makanan sehari-hari. “Pemenuhan zat besi dari susu tidak bisa berdiri sendiri. Harus tetap diimbangi dengan sumber makanan kaya zat besi, baik dari hewani seperti daging merah, hati ayam, dan hati sapi, maupun dari nabati seperti bayam, brokoli, dan kacang-kacangan,” tutur dr. Denta.

Zat besi dari sumber hewani, menurutnya, lebih mudah diserap oleh tubuh dibandingkan yang berasal dari nabati. Oleh karena itu, ketika orang tua mulai mengenalkan Makanan Pengganti Air Susu Ibu (MPASI) kepada bayi, penting untuk mengutamakan protein hewani sebagai bagian dari menu harian.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa untuk anak-anak usia di bawah dua tahun Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian suplemen zat besi sebagai langkah pencegahan. Suplemen ini diberikan sesuai dengan dosis dan kebutuhan anak yang telah disesuaikan oleh tenaga medis.

“Kita seringkali tidak bisa memastikan apakah anak kita kekurangan zat besi hanya dengan melihat gejala luar seperti lemas atau tidak aktif. Maka penting sekali untuk berkonsultasi secara rutin ke dokter agar bisa dilakukan pemeriksaan dan intervensi sedini mungkin,” tambahnya.

  1. Denta juga mengingatkan agar masyarakat tidak salah kaprah menganggap susu sebagai solusi tunggal. “Susu yang difortifikasi itu sifatnya pelengkap, bukan pengganti. Jangan berpikir kalau anak sudah minum susu, maka tidak perlu lagi makan daging atau sayur. Semua harus saling melengkapi,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa produk susu difortifikasi yang beredar di pasaran telah melalui pengawasan ketat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sehingga orang tua tidak perlu khawatir selama memilih produk yang sesuai dengan usia anak dan mengikuti petunjuk penyajian.

“Saat ini sudah banyak pilihan susu yang difortifikasi tidak hanya dengan zat besi, tapi juga dengan vitamin A, D, dan zinc yang juga penting untuk daya tahan tubuh dan tumbuh kembang anak. Namun, pola makan yang seimbang tetap menjadi fondasi utama,” ujarnya.

Masih banyak orang tua yang belum memahami pentingnya zat besi untuk tumbuh kembang anak. dr. Denta menyayangkan rendahnya kesadaran ini, terutama karena dampaknya bisa jangka panjang. “Anak yang kekurangan zat besi tidak hanya berisiko mengalami stunting, tapi juga mengalami gangguan perilaku, kesulitan belajar, bahkan disabilitas intelektual jika tidak ditangani sejak dini,” jelasnya.

Ia berharap edukasi kepada orang tua semakin diperluas, termasuk soal pemilihan makanan yang tepat, peran suplemen, serta pemanfaatan produk fortifikasi seperti susu pertumbuhan. “Informasi memang banyak beredar, tapi tidak semuanya benar. Orang tua perlu pintar memilah dan memverifikasi informasi dari sumber yang terpercaya, termasuk dari dokter anak,” pungkasnya.

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan