Tentara Ukraina membawa senapan mesin saat latihan militer bersama pasukan Perancis di lokasi yang dirahasiakan di Polandia para 4 April 2024. Swedia, Norwegia, dan Denmark sumbangkan 500 juta dollar AS (Rp 8,2 triliun) ke NATO untuk menyediakan persenjataan Ukraina, memperkuat pertahanan dari Rusia.(AFP/WOJTEK RADWANSKI) dilansir dari kompas.com
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Ukraina menghadapi tekanan serius di medan perang setelah tercatat 21.602 tentara meninggalkan dinas tanpa izin (desersi) sepanjang Oktober 2025, angka tertinggi sejak invasi Rusia dimulai lebih dari empat tahun lalu, menurut laporan BBC Ukraine, Jumat (7/11/2025).
Mengutip data dari Kejaksaan Agung Ukraina, puluhan ribu tentara meninggalkan pos mereka hanya dalam satu bulan. Igor Lutsenko, mantan anggota parlemen yang kini bertugas di militer, mengatakan angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.
“Sebanyak 21.602 pada Oktober ini rekor yang sangat buruk. Ini hanya data resmi. Banyak kasus desersi tidak tercatat,” tulis Lutsenko di akun Facebook-nya. Dikutip dari kompas.com
Meningkatnya angka desersi memicu beban berat bagi pasukan yang masih bertugas di garis depan. Lutsenko menekankan, setiap tentara yang tetap bertugas harus menanggung beban dua hingga tiga kali lipat, sementara wilayah timur dan selatan terus digempur Rusia.
Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Ukraina memperluas kampanye wajib militer untuk menggantikan pasukan yang berkurang. Namun kebijakan ini memicu kritik, terutama setelah maraknya video di media sosial yang menunjukkan petugas militer menyergap pria-pria usia wajib militer di jalanan, memaksa mereka masuk van. Fenomena ini dikenal dengan sebutan “busifikasi” dan memicu ketidakpuasan warga.
Beberapa video menampilkan perlawanan calon rekrutan terhadap aparat, menimbulkan perdebatan soal hak asasi manusia. Menanggapi kritik, Nikita Poturaev, Ketua Komite Kebijakan Kemanusiaan dan Informasi Parlemen Ukraina, menyebut sebagian video manipulasi AI, Pihak militer juga meminta warga tidak merekam atau menyebarkan video terkait operasi aparat untuk menghindari disinformasi.


















































