Catatan Sepakbola :  Pergantian Shin Tae-yong, Gamsahabnida, Dangsin-eun nae ma-eum sog-e nam-a

3 weeks ago 26

Oleh : M. Nigara

YA, GAMSHABINDA (terima kasih, dalam bahasa Korea), Shin Tae-yong. Dangsin-eun nae ma-eum sog-e nam-a (Engkau tetap di hati kami).

Ungkapan ini rasanya sedang merebak bukan hanya di ranah sepakbola nasional, tapi menyebar kemana-mana. Tidak ada yang keliru, pasti. Mayoritas bangsa Indonesia, jika menaruh cinta, tak kepalang besarnya. Dan, ketika cinta itu tercabut, dunia seperti akan runtuh.

Begitulah perasaan kita kepada STY, pelatih asal Korea Selatan, yang Senin (6/1/25) secara resmi dilepas (istilah resmi bukan dipecat) oleh PSSI. Istilah dilepas dan dipecat, jelas memiliki konotasi yang berbeda.

*Dilepas*, artinya tidak lagi menangani timnas, jelas tampa kesalahan. Lho, kok bisa dilepas tanpa kesalahan? Semua bisa saja, jika salah satu pihak ingin mengakhiri, jalan itu dapat ditempuh. Biasanya di dalam kontrak, semua sudah tertulis dengan apik. Bahkan soal hak dan kewajiban, semua tertera.

Sementara *dipecat*, konotasinya telah terjadi pelanggaran berat. Artinya, seseorang (STY) diberhentikan secara tidak hormat. Artinya lagi, sangat negatif.

Namun demikian, baik dilepas maupun dipecat, dampaknya tetap serupa, yakni sama-sama diberhentikan. Sama-sama tidak lagi bertanggung jawab untuk satu pekerjaan, dalam hal STY, jelas tidak lagi menangani tim nasionsl Indonesia untuk semua lapisan.

Dan paling istimewa, pilihan kata Dipecat, memiliki sensasi yang sangat tinggi. Pilihan kata itulah yang membuat para pendukung timnas, wabil khusus pencinta STY, yang dianggap telah memberikan kepuasan (meski belum sempurna) dengan membaiknya timnas minimal di tiga level, U17, U20, dan Senior (bisa tampil secara bersamaan ke putaran final Piala Asia), jadi marah.

Pilihan

November-Desember 2019, saat SEA-Games ke-30, berlangsung di Filiphina. Ketua Umum PSSI yang Iwan Bule (kini Presiden Komisaris Utama Pertamina), berdialog dengan Menpora, Zainudin Amali, di markas tim sepakbola kita menjelang Laga Final, Indonedia vs Vietnam (7/12/19).

Sebelumnya, Menpora mengajak saya berbicara terkait pilihan yang akan diambil PSSI untuk pelatih timnas. Saat itu, sayaenjadi Staf Khususnya Menpora. “Luis Mila atau Shin Tae-yong?” Dari diskusi kami, akhirnya PSSI memilih STY.

Jujur, saya dan sahabat saya sesama wartawan sepakbola senior, Eddy Lahengko (mantan wartawan di Suara Pembaruan dan Sinar Harapan), merasa sangat senang.

Dari pengalaman kami dan saat melihat perkembangan sepakbola Vietnam yang ditangani pelatih asal Korsel, Park Hang-seo, begitu pesat.

Park, seperti pelatih-pelatih asal Korsel, sangat keras dan disiplin. Tidak jarang, pelatih asal Korsel, minimal hingga 2012, saat saya masih meliput di lapangan, ‘menghajar’ atletnya jika gagal. Apa lagi jika lawan yang dihadapi dinilai berada di bawah mereka.

Nah, dari pengalam meliput timnas, terlalu banyak pelatih yang memilih berkompromi dengan pemain. Akibatnya, ya prestasi sepakbola kita berjalan di tempat. Betul di tangan Sinyo Aliandu, 1985, kita mampu menjadi juara Sub-grup IIIB, kualifikasi Piala Dunia, Meksiko 1986.

Tapi, Herry Kiswanto dan kawan-kawan gagal menuju Meksiko setelah dua kali kalah dari tim asuhan Kim Jung Nam, Korea Selatan, juara Sub-grup IIIA. Kim juga terlihat memperlakukan pemainnya sangat keras. Dan 1986, menjadi titik awal Korsel bisa tampil di PD hingga saat ini.

Jadi, tidak berlebihan jika saya membayangkan STY juga demikian. Tapi, ternyata STY adalah sosok yang berbeda. Secara berseloroh, saya dan yunior-yunior saya di lapangan memyebut STY lebih Jawa dari orang Jawa.

Namun dalam perjalanan, semua itu tidak lagi penting. STY pasti bukan Park Hang-seo, dan timnas kita bisa tampil lebih baik. Meski belum ada satu gelar pun yang diraih, bagi saya (kita bisa berbeda) menilai STY sudah berhasil.

Dua tahun pertama, 2019-2021, STY menggunakan pemain lokal. Hasilnya jauh dari harapan. Lalu, STY mengambil jalsn pintas untuk mencapai prestasi (ini adalah tanggung jawab pelatih nasional, membuat timnas berprestasi) yakni naturalisasi.

Apalagi, sejak lama wabil khusus di era Nurdin Halid, PSSI sudah melakuksnnya. Bahkan saya (Go Sport), Yesayas Oktovianus (Kompas), Reva Deddy Utama (antv/tvone), dan Erwiantoro alias Cocomeo, memperoleh tugas pertama menjajaki naturalisasi ke Belanda, Januari-Februari 2009.

Hasilnya, luar biasa. Khususnya timnas senior, telah memenuhi standar internasional. Sayang, di dalam perjalanan, diakui atau tidak, langsung atau tidak, telah terjadi pergesekan. Jika dibiarkan, sepakbola kitalah yang akan mengalami kerugian.

PSSI dalam hal ini, Erick Thohir (Ketua Umum), Zainudin Amali (Waketum), serta para pengurus harus segera mengambil keputusan. Utamanya untuk penyelamatan semua pihak.

Sudah jadi pergunjingan bahwa ada pemain-pemain yang ‘menolak’, ada pemain yang ‘dibuang’, dan ada pemain yang ‘tidak lagi dberi peran’. Padahal sudah sama-sama bersusah-payah.

Dan, secara normatif, hal seperti itu tidak berdiri sendiri. Ya, pasti ada sebab dan akibat.
Maka, meski harus jadi wadah tumpahan amarah, PSSI terpaksa melakukan itu.

Tidak ada jaminan, jika STY tetap dipertahankan, Indonedia akan lolos ke Piala Dunia 2026, dan pasti juga tidak ada jaminan sehebat apa pun pengganti STY bisa benar-benar membawa timnas tampil di PD 2026 itu.

Nah, karena sama-sama tidak ada yang mampu menjamin, PSSI pasti memilih menyelamatkan kepentingan yang jauh lebih besar. Bahwa pilihannya tidak populis, tidak menyenangkan banyak pihak, itulah pilihan. Bahwa pilihannya akhirnya menuai hujatan besar, ya itulah pilihan.

Agar kita tidak larut, saya mengajak kita semua untuk sama berdoa agar sepakbola Indonesia semakin berjaya. Jangan lupa, setelah bangsa kita nyaris terbelah sejak 2010 hingga saat ini, karena pilihan partai, presiden, gubernur, bupati, dan walikota, hanya sepakbolalah yang mampu mepersatukan kita. Ketika kita mengibarkan sang merah-putih, sambil bernyanyi: *Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku, Ku yakin hari ini pasti menang…*

Sebagai bagian dari timnas yang tidak langsung, saya mengucapkan terima kasih pada STY. Sama dengan para pencintanya, saya juga perlu menegaskan bahwa Engkau (STY) tetap ada di hati kami.

GAMSHABINDA STY….

(Penulis adalah Wartawan Sepakbola Senior)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan