Minta SKB Direvisi, Aptrindo Nilai Waktu Pelarangan Truk Sumbu 3 Saat Lebaran Terlalu Panjang

1 day ago 4

SHNet, Jakarta-Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) meminta agar Surat Keterangan Bersama (SKB) terkait pelarangan truk sumbu 3 selama Lebaran segera direvisi. Para pengusaha truk angkutan barang ini menilai waktu pelarangan yang diberlakukan terlalu lama sehingga sangat merugikan mereka.

“Kita tolak itu SKB-nya. Aturan itu kita tolak, kita nggak setuju karena terlalu panjang waktu pelarangannya,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aptrindo, Gemilang Tarigan.

Seperti diketahui, Kemenhub sempat menyebarkan SKB itu kepada para pengusaha yang melarang truk sumbu 3 beroperasi dari 24 Maret 2025 hingga 8 April 2025. Tapi, muncul lagi SKB baru yang menyebutkan pelarangan dilakukan pada 27 Maret 2025 hingga 7 April 2025.

“Pertama menerima SKB itu, kami kaget dan langsung mengadakan rapat nasional dengan mengumpulkan semua anggota, baik yang ada di DPD (Dewan Pimpinan Daerah) maupun di DPC (Dewan Pimpinan Cabang) dan sepakat menolak SKB itu karena terlampau panjang waktu pelarangannya,” ujarnya.

Menurutnya, waktu pelarangan yang terlalu lama saat Lebaran itu sangat merugikan para pelaku usaha angkutan barang, termasuk para pekerjanya. “Ya, bisa lumpuh kita semua, supir bisa nggak makan,” tandasnya.

Dia mengutarakan para pengusaha angkutan barang sepakat untuk tidak beroperasi pada 20 Maret 2025 jika waktu pelarangan itu tidak diubah. “Sekalian, supaya pemerintah tahu apa dampaknya kalau semua kita mogok beroperasi saat itu. Sekalian hancur-hancuran lah,” serunya.

Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi dan Logistik Aptrindo DPD Jateng dan DIY, Agus Pratiknyo, menambahkan lamanya waktu pelarangan itu akan berdampak terhadap iklim bisnis dunia angkutan barang. Dia mengutarakan para anggota Aptrindo menyepakati agar pemerintah segera merevisi SKB-nya. “Kami mengusulkan pelarangan itu hanya dari tanggal 27 Maret sampai 3 April saja sudah cukup. Itu menurut kami yang wajar. Kenapa? Kami juga mempertimbangkan para pekerja, pengemudi, buruh bongkar muat, di mana mereka sangat bergantung kepada pendapatan harian,” katanya.

Dampak lainnya menurut dia adalah terhadap para pemilik kendaraan yang masih memiliki angsuran. “Bisa terlambat bayarnya atau bahkan jadi macet bayarnya,” tukasnya.

Karenanya, Aptrindo meminta agar pemerintah jangan gegabah mengeluarkan SKB Pelarangan itu. “Kami pengusaha angkutan barang ini kan juga butuh dana untuk membayar THR para karyawan. Tapi, kalau tidak beroperasi, dari mana kami mendapatkan uang untuk membayar mereka. Apa pemerintah mau menanggungnya,” ucapnya.

Dia menjelaskan lamanya waktu untuk angkutan barang itu tidak beroperasi tidak seperti waktu yang ditetapkan dalam SKB. Menurutnya, waktunya itu bahkan lebih lama. Dia mencontohkan jika waktu pelarangan itu tadinya ditetapkan dari 24 Maret 2025 hingga 8 April 2025. “Kalau dalam hitung-hitungannya kan lamanya sekitar 16 hari. Tapi, jangan salah, dalam pelaksanaan operasionalnya tidak bisa menghitungnya 16 hari, tapi lebih dari itu,” tuturnya.

Sebab, lanjutnya, untuk menghindari yang tanggal 24 Maret 2025 itu (jika pelarangan dimulai 24 Maret), otomatis untuk yang perjalanan jarak jauh, operasional atau last order itu harus dilakukan pada tanggal 18 atau 19 Maret 2025. Itu artinya, hampir 20 hari lebih lamanya. Belum nanti tanggal 8 April itu jatuhnya hari Selasa. “Jadi, kendaraan baru akan beroperasional aktif itu benar-benar di tanggal 14 April. Otomatis bisa dikatakan hampir satu bulan penuh itu kami tidak bisa beraktifitas secara maksimal,” tuturnya.

Jadi, katanya, pemerintah tidak bisa dengan dalih ingin mengamankan jalur lebaran tapi pengusaha dikorbankan. “Kami paham orang ingin berlebaran, tapi pahami juga lah kami. Apalagi jalur barang itu selalu menjadi sasaran apabila ada libur. Sedikit-sedikit pembatasan operasional. Kalau dikalkulasi dalam setahun itu, mungkin kita hanya kerja itu 10 bulan saja efektif,” tandasnya.

Dia juga mengutarakan ada niat dari pengusaha angkutan barang untuk tidak beroperasi lebih awal lagi dari jadwal yang ditetapkan pemerintah. “Bahkan, khususnya untuk sektor pelabuhan kita tidak akan layani. Bagaimana mau naik ekonomi kalau kami di sektor pelaku usaha saja kami tidak dilindungi. Padahal saat sosialisasi pelarangan itu kami juga sudah menyuarakan agar waktunya jangan terlalu lama. Tapi, nyatanya, kebijakannya hanya mengcopy paste saja aturan lama,” tandasnya.

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan