Waikabubak-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumba Barat bakal segera memanggil Kapolres Sumba Barat AKBP Hendra Dorizen untuk mendengarkan penanganan kasus pembunuhan sadis terhadap Emeliana Yohanes asal Lembata pada 23 Januari 2025 di Desa Lingu Lango, Kecamatan Tana Righu, Sumba Barat, NTT. Pasalnya, penanganan kasus itu tidak memuaskan karena ada terduga otak pelaku sesungguhnya MN yang tidak diproses.
Kejanggalan penanganan kasus itu terungkap dalam rapat DPRD dengan keluarga korban di Gedung DPRD Sumba Barat, Senin (17/3/2025). Pertemuan itu dipimpin Ketua Komisi A, D.R. Come dan dihadiri 16 anggota DPRD Sumba Barat. Sedangkan, dari keluarga korban dihadiri suami Emeliana Yohanes, Barnabas Bora Ghudi (Ama Jemi) yang didamping Ruben Nyong Poety dan beberapa anggota keluarga, termasuk Mama Jefri sebagai ibu kandung Jovin, untuk sementara sebagai tersangka tunggal dalam kasus ini.
Ruben Nyong Poety yang mewakili keluarga menjelaskan kronologis pembunuhan Emiliana Yohanes setelah menagih hutang kepada MN. Ketika rekonstruksi, Jovin sempat dipertemukan dengan aparat dan memberikan pengakuan kalau dirinya disuruh MN untuk melakukan pembunuhan dengan imbalan beberapa ratus ribu rupiah dua pekan sebelum peristiwa pembunuhan.
Namun, ketika kasus ini diambil alih Polres Sumba Barat dari Polsek Loli dan Tana Righu, mengubah keterangan sebagai pelaku tunggal dengan motif menguasai HP dan uang milik korban. Hanya saja, motif ini menyimpan keraguan karena ternyata HP dan uang tetap ada di TKP. Setelah itu, tiga tersangka lain yang sempat ditahan MN, E dan W yang sempat ditahan ketika masih ditangani Polsek dilepas dengan alasan Jovin sebagai pelaku tunggal.
Keluarga korban juga menjelaskan adanya puluhan luka di tubuh korban yang sangat sadis. Selain itu, semua pakaian korban juga dilepas, sehingga korban dibiarkan dalam kondisi tanpa busana.
Selain itu, Ibu dari Jovin yang datang bersama keluarga korban, juga mengungkapkan kalau anaknya hanya dijadikan tumbal sendirian, karena sebenarnya hanya disuruh untuk melakukan. Untuk itu, orang yang menyuruh anaknya harus ikut bertanggung jawab.
Menurut Nyong, keluarga terus memantau perkembangan kasus dan sangat mengecewakan karena ada terduga pelaku yang seolah tidak tersentuh hukum. Keluarga bukan tanpa dasar, karena ada hutang piutang dan ada keterangan Jovin yang semula menguatkan indikasi itu sebelum berubah ketika ditangani penyidik.
Untuk itu, kata Nyong, keluarga mengharapkan agar DPRD sebagai wakil rakyat bisa mengambil peran untuk mengawal kasus ini, sehingga ada keadilan dalam penanganan kasus ini. Keluarga menahan diri untuk tidak melakukan pembalasan karena menghormati proses hukum yang ada. Tapi, kalau penanganan seperti ini, tentu sangat mengecewakan dan Polres tidak menunjukkan slogan Presisi yang selalu didengungkan tapi tidak tampak nyata dalam kasus ini.
“Dari keluarga korban sangat berterima kasih karena ada 16 anggota dewan yang menerima. Selain itu, DPRD juga akan segera memanggil Kapolres untuk mengetahui perkembangan kasus ini. Yang jelas, kami akan terus kawal. Ya, kalau memang mereka tidak mampu sebaiknya Polda NTT atau Bareskrim perlu ambil alih. Ini soalnya nyawa dan sangat sadis,” tegas Nyong.
Nyong menegaskan, pihaknya memperoleh informasi dari internal kepolisian sendiri karena ada polisi yang memiliki nurani untuk mengungkapkan kasus ini. Bahkan, katanya, dari informasi yang diperoleh ada dugaan permainan dalam kasus ini yang melibatkan oknum.
Dia mengatakan, penanganan kasus hukum seperti ini harus benar-benar professional sehingga menghadirkan kedamaian dan ketentaraman bagi masyarakat Sumba Barat. Proses hukum yang adil sangat dibutuhkan untuk memulihkan relasi sosial yang terkoyak akibat kasus kejahatan seperti ini. “Penanganan kasus yang professional akan membawa pengaruh positif bagi Sumba Barat dan citra kepolisian itu sendiri,” ujarnya.(dd)