
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID--Pemerintah resmi mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 pada 10 Oktober lalu. Regulasi ini menjadi langkah strategis dalam mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi hijau dan mempercepat realisasi investasi berkelanjutan.
Dilansir dari kompas.com, perpres ini mengatur penyelenggaraan instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan pengendalian emisi gas rumah kaca di tingkat nasional. Dengan hadirnya aturan ini, Indonesia semakin menegaskan komitmennya dalam mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan upaya pelestarian lingkungan.
Menurut pejabat terkait di sektor kehutanan, kebijakan ini menempatkan sektor kehutanan dalam peran strategis sebagai penyedia utama kredit karbon bernilai ekonomi tinggi. Melalui skema seperti perhutanan sosial dan rehabilitasi lahan kritis, masyarakat didorong aktif mengelola hutan secara berkelanjutan, sekaligus memperoleh manfaat ekonomi.
Sebagai tindak lanjut dari Perpres ini, pemerintah tengah menyiapkan empat regulasi turunan dalam bentuk revisi dan rancangan peraturan menteri. Tujuannya adalah memperkuat tata kelola pasar karbon nasional agar transparan, kredibel, dan sesuai dengan standar global.
Dampak dari Perpres 110/2025 diperkirakan akan signifikan. Berbagai solusi berbasis alam seperti reforestasi, restorasi mangrove, dan aforestasi kini berpotensi menghasilkan unit karbon yang bisa diperdagangkan, baik di pasar domestik maupun internasional.
Potensi nilai ekonomi dari sektor kehutanan Indonesia bahkan diprediksi mencapai hingga 7,7 miliar dolar AS per tahun, atau sekitar Rp 119 triliun, berdasarkan rata-rata harga karbon global saat ini.