SE Gubernur Bali yang Larang AMDK 1 Liter, Kata Wamendagri Bisa di Uji Materi Bila Bertentangan dengan UU

1 day ago 5

SHNet, Jakarta-Persoalan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang dalam salah satu klausulnya diselipkan satu pasal yang khusus mengatur pelarangan produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter dinilai bertentangan dengan payung hukum  perundang-undangan di atasnya. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mempersilahkan agar SE tersebut dilakukan uji materi di Mahkamah Agung (MA).

“Jika memang berlawanan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, silahkan diuji materikan di peradilan Mahkamah Agung untuk membuktikannya,” ujar Bima Arya usai menghadiri sebuah acara sharing session di BINUS Business School Jakarta Pusat baru-baru ini.

Adapun payung hukum perundang-undangan yang berlawanan dengan SE Gubernur Bali I Wayan Koster  Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah adalah Perda Provinsi Bali No.5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah; Perda Provinsi Bali No.1 Tahun 2017 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup; Pergub Bali No.97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai; Pergub Bali No.47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber; Pergub Bali No.24 Tahun 2020 tentang Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut; Keputusan Gubernur Bali No.381 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat. Di mana, dalam semua peraturan perundang-undangan tersebut tidak ada satupun yang khusus mengatur hanya satu jenis plastik tertentu saja dan sama sekali tidak ada menyebutkan pelarangan untuk memproduksi AMDK di bawah 1 liter seperti yang tertuang dalam SE Gubernur Koster.

Bima Arya tetap meminta agar SE Gubernur Bali tersebut bisa berdampak terhadap pengurangan sampah di Bali dan tidak mengganggu perekonomian masyarakat. “Kemendagri melihat itu SE itu sebagai satu inovasi yang harus digulirkan, tapi tetap harus melihat dampaknya terhadap ekonomi masyarakat di sana agar tidak terganggu,” katanya.

Karenanya, dia mengataskan memerlukan data-data terkait dampak kerugian ekonomi yang disebabkan SE tersebut, baik dari pengusaha dan masyarakat. “Nah, terkait dengan dampaknya bagi pengusaha tentu harus kita lihat berdasarkan data-data yang ada,” ucapnya. 

Dia mengakui memang menerima beberapa keberatan dari pengusaha AMDK. “Tapi, sejauh ini belum sempat diagendakan. Ya, silahkan nanti kalau masih diperlukan pertemuan, kita siap,” tukasnya.

Dia juga mengutarakan adanya permohonan dari Gubernur Bali I Wayan Koster agar diberi kesempatan dulu untuk menggulirkan SE tersebut. “Saya katanya waktu itu, memberi waktu kepada Gubernur Bali untuk menunjukkan tingkat keberhasilan program itu. Tapi, kita lihat dulu dampaknya. Kami waktu itu sepakat silakan jalan saja dulu dalam program itu sambil kita lihat sejauh mana itu berdampak bagi pengurangan sampah dan sejauh mana juga bagi ekonomi. Kita beri waktu 6 bulan hingga setahun untuk bisa melihat datanya dulu sejauh mana itu mengurangi sampah, sejauh mana itu memukul perekonomian,” ungkapnya. 

Namun, jika ada indikasi bahwa SE tersebut bertentangan dengan payung hukum di atasnya seperti Pergub dan Perda, Bima Arya pun mempersilahkan masyarakat untuk melakukan uji materi di MA. “Jika misalnya dianggap bertentangan ya silahkan saja diuji secara materi diuji. Diuji aja ya,” ucapnya.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Erfandi, mengatakan langkah SE Gubernur Bali harus merujuk pada peraturan yang lebih tinggi seperti Undang-Undang, Pergub dan  Perda. “Salah satu prosedur dalam membuat keputusan di provinsi ataupun di Pemda itu adalah harus merujuk kepada aturan yang lebih tinggi. Itu sudah menjadi prinsip, sehingga tidak boleh kalau ada keputusan atau edaran dari gubernur yang kemudian bertentangan dengan aturan yang di atasnya,” ujarnya.

Apalagi, menurut dia, SE itu secara hukum tidak punya daya ikat, tidak bisa memaksa untuk warga atau misalnya instansi di bawahnya itu harus tunduk terhadap SE itu. “Yang namanya surat edaran itu hanya mengikat secara moral saja, tidak punya implikasi hukum. Apalagi kalau klausulnya bertentangan dengan peraturan yang di atasnya, maka itu batal demi hukum,” ucapnya. 

Erfandi menegaskan sebagai pelaksana atau aturan teknis, SE itu tidak boleh menambah atau mengurangi aturan di atasnya. “Artinya, SE itu tidak boleh bertentangan dengan aturan diatasnya yang memberikan delegasi,” tukasnya. 

Hal senada juga disampaikan Dosen Prodi Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Dharma Andalas, Desi Sommalia Gustina. Dia  mengutarakan jika SE digunakan untuk mengatur hal-hal yang menyentuh hak dan kewajiban publik misalnya pungutan, pembatasan hak, atau sanksi, maka itu melanggar asas legalitas dan berpotensi digugat atau dibatalkan. “Jadi, jika digunakan untuk mengatur publik, SE rawan digugat dan bisa dibatalkan. SE itu juga isinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya,” ucapnya. 

Pakar Hukum dari Universitas Udayana (Unud), Arya Utama, mengatakan bahwa sebetulnya Pergub yang sudah ada pada periode sebelumnya itu sudah cukup untuk digunakan dalam mengatasi permasalahan sampah di Bali dan tidak perlu lagi ada kebijakan baru seperti SE yang sifatnya juga tidak wajib dilakukan. “Untuk apa banyak-banyak kebijakan dikeluarkan kalau tidak ada pelaksanaannya. Kalaupun mau mengeluarkan Surat Edaran, itu cukup untuk mengingatkan saja Pergub yang sudah ada. Tidak usah menambah-nambahi aturannya. Karena Pergub itu saja sudah cukup bagus, itu saja yang dieksekusi,” ucapnya.

Dia juga menegaskan tidak boleh ada kebijakan yang diskriminatif dalam penanganan permasalahan sampah di Bali seperti hanya diberlakukan terhadap satu jenis sampah plastik saja. Menurutnya, semua jenis sampah itu harus diperlakukan sama. “Pergub kan juga sebenarnya sudah mengaturnya dan malah tidak tebang pilih. Pergub mengatur semua jenis sampah plastik dan bukan hanya plastik air minum kemasan sekali pakai yang kecil saja,” katanya.

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan