SHNet, Jakarta – Masyarakat diminta berhati-hati saat melakukan boikot terhadap produk tertentu karena rawan ditunggangi oleh pihak tertentu demi kepentingan bisnis. Penyusupan itu bisa jadi dilakukan melalui pemberitaan masif di media dan penyebaran daftar boikot di media sosial tanpa klarifikasi otoritas terkait.
Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yusdani meminta masyarakat benar-benar teliti dan jeli dalam memboikot produk-produk yang ada di dalam negeri. Dia mengatakan, boikot jangan sampai malah mencederai ekonomi warga dan negara karena disusupi oknum yang ingin mengeruk keuntungan dalam persaingan bisnis.
“Saya berharap kepada masyarakat terutama masyarakat muslim untuk menyikapi boikot ini secara cerdas. Jangan sampai gerakan ini justru malah merugikan perusahaan yang jelas-jelas sudah banyak membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia,” kata Yusdani.
Direktur Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) UII Yogyakarta ini meminta pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih jelas mengungkapkan perusahaan atau produk mana saja yang terafiliasi Israel. Dia melanjutkan, hal ini agar tidak ada korban dari pihak yang mencari keuntungan dengan menyebarkan “daftar liar” produk yang diduga terafiliasi Israel.
Yusdani mengungkapkan, keberadaan daftar liar itu menjadi bukti jelas bahwa gerakan yang ditujukan untuk melemahkan ekonomi Israel ini telah ditunggangi pihak tertentu untuk meraup keuntungan pribadi. Situasi ini membuat gerakan yang baik itu menjadi salah sasaran,
“Tidak pernah MUI itu menjelaskan perusahan/produk mana yang terafiliasi Israel. Tapi begitu fatwa keluar, akhirnya keluar beberapa produk yang dituduhkan (terafiliasi),” katanya.
Hal senada juga dikatakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Budi Agus Riswandi. Dia menayangkan aksi boikot terhadap produk-produk Israel yang dilegitimasi MUI dimanfaatkan pihak tertentu untuk tujuan persaingan bisnis.
Dia menengarai ada pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja mengambil keuntungan dengan memanfaatkan aksi kemanusiaan untuk tujuan persaingan usaha. Misalnya mengeluarkan daftar dengan memuat AQUA yang mana kedua produk tersebut tidak pernah masuk dalam daftar yang dikeluarkan gerakan DBS dan Komisi HAM PBB.
“Tidak hanya list tetapi dalam konteks apa mereka menerbitkan produk-produk yang harus diboikot itu. Misalnya memang terbukti secara sah dan meyakinkan, valid, akurat, bahwa produk A itu punya afiliasi dengan Israel dan menyokong tindakan-tindakan Israel,” jelas Budi.
Pakar Ilmu Komunikasi lulusan Universitas Indonesia, Satrio Arismunandar menilai bahwa ada indikasi kelompok-kelompok tertentu yang menunggangi aksi-aksi bela Palestina untuk perang dagang. Menurutnya, mereka sengaja hanya menyudutkan nama satu produk untuk diboikot dengan mengutip narasumber yang tidak jelas.
Satrio menduga oknum tersebut berusaha melancarkan narasi yang menguntungkan bisnisnya sambil menyerang produk-produk tertentu melalui daftar produk yang diduga terafiliasi Israel. Selanjutnya, sambung dia, daftar tersebut disebarkan di media sosial hingga dimuat di media massa nasional.
“Framing itu bisa terlihat dari judul dan isi dari berita tersebut yang relatif sama semua,” kata salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini.
“Misalnya, dia punya produk dan produk itu bersaing dengan produk lain, dan kemudian sengaja menuding mereka sebagai pendukung Israel. Di sini kelompok-kelompok tersebut sengaja menggunakan isu Palestina itu untuk menghantam produk-produk saingannya itu karena ada kesempatan untuk itu,” tambahnya.
Sebelumnya, MUI menyerukan masyarakat untuk terus melanjutkan aksi boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi Israel. Kendati, ajakan itu tidak disertai dengan konfirmasi produk mana saja yang harus diboikot guna memberikan kejelasan kepada masyarakat.
Masyarakat saat ini hanya melakukan boikot berdasarkan daftar liar, dimana salah satunya disebarkan oleh yayasan terselubung bernuansa agama. Cendekiawan Muslim Indonesia dari Melbourne University Australia, Prof. Nadirsyah Hosen menilai bahwa daftar yang berasal dari sumber non-pemerintah tanpa alasan jelas yang berpotensi menjadi “bola liar” sehingga merugikan masyarakat dan perekonomian nasional.
“Prinsipnya, kita mendukung boikot sebagai respons terhadap kejahatan kemanusiaan, tetapi jangan sampai salah sasaran,” tegasnya.
Profesor hukum islam yang menitikberatkan pada kontekstualisasi hukum fiqih ini mengajak publik untuk merujuk pada daftar yang telah dikeluarkan PBB. Dia mengatakan, hal ini karena lembaga internasional itu telah mengonfirmasi dan berkirim surat dengan perusahaan yang ada dalam sejumlah daftar boikot.
Pegiat Ekonomi Keumatan, Andi YH Djuwaeli berpendapat bahwa masyarakat lebih baik berlomba melakukan ibadah dan kebaikan selama Ramadhan. Menurutnya, penyebaran informasi hoaks hanya akan menambah kekisruhan kondisi di dalam negeri saat ini.
“Lebih bagus kita aksi nyata saja kan lebih bermanfaat bagi seluruh masyarakat,” katanya. (Red)