SHNet, Jakarta-Wakil Menteri (Wamen) Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), H. Ossy Dermawan, B.S, M.Sc menyatakan, menjadi pemimpin bukanlah soal popularitas. tetapi soal keberanian mengambil keputusan sulit demi kebaikan bersama. Kepemimpinan bukan hanya tentang pencitraan, tapi juga tentang tanggung jawab orang dan juga spiritual tentang masa depan bangsa.
“Bagi saya pribadi, kepemimpinan yang sejati itu bukan hanya melibatkan tentang visi, melainkan juga keberanian untuk bertindak atas dasar nilai. tanpa nilai. Visi kemudian hanya akan menjadi sekadar ambisi, “ ujar Ossy Dermawan ketika memberikan papaparn pembekalan pada peserta Program Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan (PPKN) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Angkatan ke- 220 di Jakarta, Jumat petang (23/05/2025).
Ossy yang meraih gelar sarjana (Bachelor of Science) dual degree (Business Administration dan Computer Information System) dari Norwich University, Amerika Serikat yang merupakan Akademi Militer swasta tertua di Amerika (1819) meraih meraih prestasi menjadi lulusan terbaik (valedactorian) pada tahun 2000 serta merupakan orang asing lulusan terbaik pertama sejak universitas ini berdiri di tahun 1819 ini menegaskan, sebagai calon dan juga pemimpin bangsa, kita tidak bisa hanya mengandalkan kecerdasan akademik atau jaringan yang luas ataupun network yang luas. Kita membutuhkan lebih dari itu, yaitu nilai yang bisa membimbing baik itu diri kita sendiri, bawahan kita maupun masyarakat secara luas.
“Nilai yang tertanam sejak dini yang ditempa dalam tantangan, diuji dalam keputusan-keputusan sulit. Nilai-nilai yang sangat kita butuhkan seperti integritas. Sehingga kita tidak goyah saat ada godaan-godaan yang. menghalangi kita. Yang kedua, nilai empati. Di mana agar kita bisa juga mendengarkan suara kecil dari rakyat kita. Nilai keteguhan agar kita tidak mudah menyerah di tengah tekanan geopolitik dan krisis. Dan yang terakhir adalah nilai kebangsaan agar tetap mengutamakan merah putih di atas kepentingan kelompok ataupun kepentingan pribadi,” papar Ossy.
Menurut Ossy yang juga meraih gelar Master of Science di bidang Strategic Studies dari S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University (NTU), Singapura, 2014, dengan paduan antara kecerdasan akademik dan tambahan dengan nilai-nilai ini, maka paripurna sudah kepemimpinan yang kita miliki dan diaplikasikan untuk kepada masyarakat dan bangsa. Sehingga bagi saya pribadi, kepemimpinan nasional bahwa bila ada disrupsi global seperti saat ini, menuntut transformasi dari power driven leadership menuju value driven leadership.
Sementara itu Ketua Smandel Bussines Network (SBN), Novian Amrah Putra mengatakan, pelaksanaan PPKN kali ini merupakan yang keempat yang diselenggarakan SBN bersama mitra kolaboratif. Tujuan program PPKN sebagai kolaborasi dari SBN, IA ITB, Kamselindo, dan IFGF ini adalah untuk memperkokoh nilai-nilai kebangsaan, yang semakin relevan dalam situasi saat ini.
Adapun peserta Program PPKN Angkatan ke-220 sejumlah 61 orang, terdiri dari Smandel Business Network (SBN) 13 orang, IA-ITB Bandung 16 orang, Perkumpulan Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo) 12 orang, dan International Full Gospel Fellowship (IFGF) 20 orang). Peserta akan mengikuti metode kegiatan yang akan digunakan dalam program PPKN Angkatan ke-220, meliputi ceramah dan tanya jawab, diskusi kelompok dan antar kelompok, serta pembinaan peserta.

Tiga Contoh Kepemimpinan Presiden RI
Lebih lanjut Wamen Ossy Dermawan mengatakan, dari kepemimpinan yang fokusnya pada kekuasaan, otoritas dan kontrol semata, menuju kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai dan prinsip moral yang kuat. Karena kita semua dalam memimpin satu organisasi yang lebih besar ataupun bangsa dan negara, kita perlu memimpin. gunakan dua hal yaitu akal dan hati kita. memimpin dengan keberanian, tapi sekaligus juga mengedepankan empati dan kerendahan hati.
Melalui sejarah bangsa, kita banyak belajar dari para pemimpin yang terdahulu. Ossy mengambil tiga contoh Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, dan Presiden Susilo Bmbang Yudhoyono (SBY).
Kepemimpinan Soekarno tidak hanya dilandaskan pada retorika revolusioner, tetapi juga pada cita-cita luhur kemerdekaan. Dia bukan hanya orator ulung, tapi juga pemikir besar yang merumuskan jati diri bangsa. Pancasila yang salah satunya lahir dari gagasan beliau adalah fondasi moral dan ideologis yang hingga kini masih menjadi panduan kita untuk menuntun bangsa dan negara ini. bahwa mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus punya visi jauh ke depan. martabat daulatan, kebangsaan dan martabat bangsa di mata dunia.
Contoh kedua Presiden Soeharto. Dengan segala dinamika dan kekurangannya, mampu membangun stabilitas politik, ekonomi, dan pertahanan. bahwa pemerintahannya Indonesia berhasil menjalankan pembangunan jangka panjang dengan fokus pada swasembada pangan, pertumbuhan industri, dan pembangunan infrastruktur strategis. Beliau memberi pelajaran kepada kita semua bahwa keberhasilan pembangunan tak mungkin terjadi tanpa fondasi ketertiban dan kesinamungan.
Dan yang terakhir, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tokoh yang bagi Ossy. mendapatkan kehormatan dan kesempatan untuk belajar langsung dari beliau selama satu dekade terakhir ini sebagai sekretaris pribadi beliau. Beliau adalah sosok pemimpin yang demokratis, yang tegas namun sejuk, militeris namun juga bisa humanis. Beliau mengedepankan dialog, memimpin dengan empati, dan memberi teladan melalui kesantunan dalam bernegara. Kita masih ingat dalam krisis global tahun 2008. Beliau mampu menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap positif. Ini adalah bukti bahwa kepemimpinan harus kita dasarkan pada basis data, pada basis teknokratis, pada basis akal sehat dan kewaspadaan strategis.
“Dari pemimpin besar ini, kita belajar satu hal. bahwa pemimpin besar tidak menjadikan kekuasaan sebagai tujuan, tapi menjadi alat untuk melayani rakyat dan mewujudkan cita-cita bangsa. Pelajaran inilah yang harus kita teladani. bahwa menjadi pemimpin bukanlah soal popularitas. tetapi soal keberanian mengambil keputusan sulit demi kebaikan bersama. kepemimpinan bukan hanya tentang pencitraan, tapi juga tentang tanggung jawab orang dan juga spiritual tentang masa depan bangs,” katanya..
Terkait dengan perkembangan dinamika politik global saat ini, Wamen Ossy Dermawan mengatakan, di tengah arus globalisasi yang kencang, kita tidak hanya membutuhkan pemimpin yang cakap, tapi kita ita butuh pemimpin yang juga berjiwa Indonesia. yang benar-benar memahami Indonesia, yang kalau kata anak muda sekarang, Indonesia banget. Pemimpin yang paham akan akar budayanya. pemimpin yang menjadikan gotong royong bukan sekedar simbol, tapi prinsip kerja nyata.
“Karena bagaimanapun Masalah bangsa tidak mungkin bisa diselesaikan oleh hanya satu orang, hanya satu kelompok, hanya satu kementerian. Tapi ini membutuhkan upaya kolektif dari kita semua untuk memikirkan bangsa dan negara ini. Yang tak hanya juga menghafal tentang Pancasila, tetapi bisa menjadikannya sebagai kompas moral dalam setiap keputusan. dan yang paling penting, pemimpin yang berani. Berani dalam artian berani berpihak pada kepentingan nasional, bahkan saat tekanan internasional datang silih berganti,” ujar Ossy.

Pertanahan dan Tata Ruang
Dalam kesempatan berbicara pada peserta PPKN Lemhannas Angkatan ke- 220 ini, Wamen ATR/BPN Ossy Dermawan menyampaikan materi sesuai dengan tugas dan fungsinya di pertanahan dan tata ruang. Dua aspek ini kerap dianggap teknis dan administratif. Sehingga dirinya ingin mengubah mindset ini kepada kita semua yang ada di ruangan ini. Pertanahan dan tata ruang sejatinya menyimpan dimensi strategis yang sangat mendalam bagi masa depan bangsa.
Seringkali kita berbicara tentang ketahanan nasional katanya, yang terlintas dalam pikiran kita adalah kekuatan militer, alat utama sistem persenjataan alutsista atau strategi pertahanan bersenjata. padahal ketahanan nasional jauh lebih luas dari itu semua. Yang pertama, ketahanan nasional mencakup dimensi pertahanan ideologis, ekonomi, sosial, serta teritorial integriti. Keempat dimensi ini saling berkaitan dan membentuk pertahanan nasional secara menyeluruh.
Yang kedua, kata Wamen Ossy, tata ruang dan penguasaan tanah. Saat ini menjadi instrumen strategis dalam geopolitik modern. Dalam konteks geopolitik, tata ruang bukan hanya soal perencanaan wilayah fisik, tetapi juga alat pengendalian sumber daya. menjadi alat pengaruh politik dan menjadi alat pertahanan. penempatan kawasan industri, pemukiman, pertanian hingga kawasan militer harus dirancang dengan visi jangka panjang untuk mendukung ketahanan nasional. Karena itu,
“Dalam geopolitik modern, siapa yang menguasai tanah, maka dia yang akan menguasai masa depan. Bapak, Ibu hadirin sekalian, tanah memiliki peran strategis dalam pertahanan dan keamanan negara, dalam menjaga integritas wilayah. pemerataan pembangunan dan keadilan sosial,” katanya.
Ditegaskan lagi oleh Wamen Ossy, Ketika tata ruang direncanakan dengan baik, dengan adil, kita tidak hanya menciptakan efisiensi pembangunan, kita juga sedang membangun pondasi kokoh bagi kedaulatan nasional. Sehingga seringkali orang-orang menyederhanakan tanah hanya terkait soal sertifikat. Padahal tanah adalah urat nadi kehidupan bangsa. Ia bukan sekedar aset, tetapi akan menjadi ruang hidup bagi rakyat, menjadi sumber daya strategis dan bagian dari sistem negara. Jadi, ketika kita berbicara tentang pertahanan dan keamanan negara, sejatinya kita juga sedang berbicara soal tanah. (sur)