Bahas Kesetaraan Gender, Buku RA Kartini Jilid III Karya Wardiman Djoyonegroro Jadi Rujukan

2 days ago 12

SHNet, Jakarta-Menyambut peringatan Hari Kartini, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menggelar bedah buku karya Wardiman Djoyonegoro tentang pemikiran Kartini yang tertuang di buku jilid ke-3 berjudul “Inspirasi Kartini dan Kesetaraan Gender Indonesia”.

Acara yang digelar di Aula M.Tabrani, Badan Bahasa, Senin (21/04/2025) itu menampilkan penulis buku Wardiman, pembahas mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Meutia Hatta, dan penulis Linda Christanty. Kepala Badan Bahasa Hafidz Muksin, S.Sos., M.Si dan Sekretaris Badan Bahasa, Dr. Ganjar Harimansyah, S.S., M.Hum memberikans ambutan dan juga laporan tentang bedah buku ketiga kalinya karya Wardiman ini.

Wardiman yang pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Pemerintahan Soeharto mulai 1993-1998 ini Nampak masih g=bugar di usia lebih 90 tahun. Soal kesetaraan gender, dia mengatakan, di masa Kartini, hal itu disebut emansipasi dan Kartini memperjuangkan emansipasi dengan tujuan untuk kemajuan kaum Wanita Indonesia.

Bila saat ini sudah banyak kemajuan di kalangan kaum Wanita, tapi persoalan kesetaraan gender masih jadi problem. Wardiman menyebut budaya patriarki yang telah ada selama ribuan tahun di Indonesia dan dunia. Diakui Wardian, Dia  berhati-hati dalam membahas hal ini karena ia seorang laki-laki yang menulis tentang hal tersebut.

Karena buku karyanya yang tiga jilid tentang RA Kartini sudah dibedah hampir 20 kali, pertanyaan yang sering muncul kata Wardiman, kenapa ia menulis buku ini yang cukup lengkap dan tebal dan pastinya butuh wakatu lama untuk riset dan penulisannya.

Wardiman menjelaskan motivasinya dalam menulis buku yang merupakan kumpulan surat-surat. Motivasi utamanya adalah untuk menunjukkan pentingnya pendidikan dan mereplikasi kisah-kisah pahlawan Indonesia yang mengagungkan pendidikan. Buku jilid pertama berisikan 179 surat dari perkiraan 400 surat yang ditulis oleh Kartini, yang disimpan di Belanda. Penulis juga menyebutkan pengalaman pribadinya membaca buku berbahasa Belanda saat masih muda di Surabaya dan bagaimana hal itu membawanya kepada penelitian tentang Kartini.

Kepala Badan Bahasa Hafidz Muksin Ketika memberikan cendera mata kepada Muetia Hatta (atas) dan kepada Linda Christianti

Pengaruh Budaya Patriarki

Muetia Hatta juga sepakat dengan Wardiman bahwa pengaruhbudaya patriarki masih cukup besar sehingga jadi kendala dalam mewujudkan kesetaraan gender. Pengalaman uteri Proklamator Bung Hatta sebagai Menteri pemberdayaan Perempuan juga dikemukakan. Dia  mengungkapkan bahwa budaya patriarki masih menjadi masalah besar. Contoh yang diberikan meliputi perempuan yang bekerja di pertanian tetapi tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait pertanian, dan kurangnya kesempatan bagi perempuan dalam bidang bisnis dan keagamaan.

“Pengalaman di Selandia Baru, khususnya di sebuah pulau dekatnya, digunakan sebagai perbandingan, menyoroti keberanian perempuan di sana. Perbedaan interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an terkait poligami juga disinggung, sebagai salah satu faktor yang memperumit situasi,ujarnya.

Sementara Linda Crhistianti,  penulis yang dikenal juga sebagai wartawan dan sastrawan menjelaskan  pengalaman Pribadi dan Inspirasi Kartini. Linda menceritakan pengalaman masa kecilnya membaca terjemahan surat-surat Kartini, yang menginspirasi dirinya untuk berkomunikasi melalui surat. Ia menekankan bagaimana korespondensi Kartini dengan Stella (seorang tokoh sosialis Belanda) memperkaya wawasannya tentang budaya Bali dan kondisi sosial pada masa itu. Pembicara juga menyinggung bagaimana surat-surat tersebut mengungkapkan pandangan Kartini tentang agama, pentingnya peran perempuan, dan situasi sosial di Jepara. Disebutkan pula kontribusi Kartini dalam bidang jurnalistik melalui keterlibatannya dengan Putri Hindia dan media lainnya. Pembicara menghubungkan pengalaman ini dengan pentingnya akses pendidikan yang merata, tidak hanya bagi kalangan bangsawan seperti pada masa Kartini.

Mengenai Pemberdayaan Perempuan dan Penanggulangan KekerasanLinda mengatakan,  upaya pemberdayaan perempuan, khususnya dalam konteks mengatasi kekerasan berbasis gender. Contoh yang disebutkan termasuk inisiatif sekolah perempuan yang dijalankan oleh LSM dan direplikasi oleh pemerintah daerah. Kasus kekerasan di Palu dibahas, menekankan kekuatan patriarki yang berakar kuat di desa-desa, terkait dengan dewan adat dan kultural.

Kepala Badan Bahasa Hafidz Muksin mengatakan, acara bedah buu Kartini sebagai bagian dari komitmen peningkatan literasi bangsa. Aacara yang dihadiri para guru, dosen, pegiat literasi dan

masyarakat umum  bukan hanya untuk mengennang Kartini, tetapi juga untuk dipelajari dan disuarakan Kembali nilai-nilai perjuangannya.

“Kartini tidak hanya untuk perempuan, ia adalah cahaya untuk seluruh warga Indonesia. Dan saya pribadi mengucapkan selamat Hari Kartini, terutama untuk perempuan-perempuan hebat di Indonesia,”katanya.

Sedangkan Sekretaris Badan Bahasa Gandjar Harimansyah melaporkan lembaganya Sudha menggelar diksusi danbedah buku Kartini karya Wardiman ini untuk kali ketiga.Menurutnya, sejatinya kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian perenungan dan penghormatan terhadap pemikiran luhur Raden Ajeng Kartini. “Dalam arti Surat Kartini terlihat dan terdengar  bukan hanya suara, tapi jerit hati penuh air,” kata Gandjar. (sur)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan