Sambut Puasa, Kaukus Perempuan Peduli Kesehatan Mental Ajak Hindari Gibah dan Lebih Baik Nulis Aja

1 day ago 7

SHNet, Jakarta- Kaukus Perempuan Peduli Kesehatan Mental kembali menggelar forum dialog bertema “Puasa Masih Gibah? Nulis Aja Yuk” dengan narasumber utama penyair dan mantan wartawan Tempo, Idrus F. Shahab di lantai 24 Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat , Jumat petang (21/02/2025).

Dialog yang dipandu komedian Reno Fanady bukan saja menarik perhatian hadirin, tapi cukup interaktif dan banyak peserta yang bertanya bagaimana kiat menulis yang baik guna mengisi waktu luang di bulan Puasa.

Idrus F. Shahab  menyebut nama  Sayyidina Ali bin Abi Thalib, ada Imam Syafii, bahkan ada Pramudya Ananta Toer  yang masing-masing telah menunjukkan keutamaan menulis. Kemudian ada juga seorang Putu Wijaya, yang melihat keajaiban menulis dari sisi lain. Bekas wartawan senior Majalah Tempo ini mengatakan menulis itu itu ibarat menggaruk. Sebuah kegiatan yang membebaskan diri dari rasa gatal.

“Kendati khasiatnya cuma sementara, menggaruk adalah aktivitas yang bersifat terapeutik, bersifat mengobati. Ya, Putu Wijaya menyinggung menulis sebagai terapi. Komikal, seperti lelucon, tapi ada benarnya,” kata Idrus.

Lebih jauh dikemukakan Idrus, menulis sebagai terapi, sebenarnya kebiasaan itu ada di tengah-tengah kita. Mungkin Anda pernah bertemu orang yang jari telunjuknya suka bergerak-gerak seperti menuliskan sesuatu,  mungkin pada meja makan atau bahkan di udara. Percaya atau tidak, dia telah melakukan sesuatu yang terapeutik. Paling tidak, begitulah yang ada dalam pikiran Prof James Pennebaker, profesor psikologi sosial yang kemudian tertarik pada terapi menulis, dari University of Texas, Dallas, Amerika Serikat.

Menulis ekspresif atau expressive writing,  kata Idrus mengutip Prof Pennebaker, adalah bagian dari ekspresi yang menyehatkan.  Sebaliknya, memendam atau menyimpan sesuatu rapat-rapat, apalagi sampai kemudian menjadi trauma,  samasekali bukanlah perbuatan yang  menyehatkan. Intinya kita perlu berbagi. Kalau curhat kepada kawan membuat kita malu atau takut, tak ada salahnya menempuh jalan yang satu ini.

Pennebaker menantang: sediakan waktumu 10 sampai 15 menit sehari, lakukan tiga sampai empat hari berturut-turut, untuk duduk menulis. Menulis apa saja yang mengganggu atau hinggap di pikiran Anda. Mungkin Anda akan menjumpai hasil yang menakjubkan. Topiknya, mau menulis hal yang sama tiga hari berturut-turut atau berganti-ganti, terserah Anda. Dan apabila proses ini selesai sudah, tak ada kewajiban untuk menunjukkan kepada orang lain.

“Orang-orang di dunia psikologi  mungkin menamakannya tension release atau katarsis. Namun Pennebaker yang kerapkali meneliti masalah bahasa dan pengucapannya itu menilai sebagai ‘slowing down the process’ berpikir. Tidak bergegas menyampaikan pikiran, tapi memperlambatnya agar kita bisa memetakan persoalan lebih dalam dan mengena,” ujarnya.

Peserta dialog serius mengikuti acara

Tetap Berekspresi di Bulan Suci

Dalam menyambut bulan suci, bulan puasa, Idrus berpesan tetaplah berekspresi, mengungkapkan  persoalan, curhat, bahkan kepada Allah SWT. Itu lebih baik daripada menyimpan masalah sendiri. Namun seminggu lagi kita mulai masuk bulan puasa. Ada relevansinya membandingkan berpuasa ini  dengan menulis, karena keduanya sama-sama bersifat  mengerem, slowing down the process. Berpuasa dalam bahasa Arab –juga bahasa Sunda—adalah as-shaum, yang merupakan sinonim dari kata sabar, yang berarti “menahan dengan kuat”.

“Ramadan adalah saat sebulan penuh kita menahan diri atau jeda, dari provokasi duniawi yang senantiasa menomersatukan unsur-unsur fisikal ketimbang spiritual.  Di sinilah kehidupan kita bersinggungan dengan sisi asketisnya,” kata Idrus.

Dikemukakan Idrus, puasa merupakan ibadah yang istimewa dalam Islam. Berbeda dengan salat yang bisa dikategorikan sebagai munajat —artinya berkata-kata kepada Allah SWT–,  puasa masuk dalam kategori mujahadah yang artinya “bertemu” dengan Allah. Ada semacam ironi ketika Allah berfirman bahwa “Puasa itu miliKu …” (as-shaumuli), padahal puasa jelas-jelas menyehatkan manusia, makhluk-Nya. Allah itu self sufficient, tidak tergantung pada apa atau siapa pun (Allahusshomad), namun mengapa Allah menganggap puasa milikKu ? Tidak bisa tidak, inilah bentuk cinta Allah kepada makhluknya agar tak larut dalam dunia yang melelahkan dan melarutkan ini.

Mengakhiri paparannya, Idrus mengatakan, ada sebuah hadis qudsi yang mengatakan bahwa “Bumi dan langit tak bisa menampung-Ku. Yang bisa menampung diriKu adalah hati orang beriman.”  Dan inilah saat yang tepat untuk mengabadikan interaksi luar biasa makhluk dengan khaliknya sebulan penuh. Poretlah, lukiskanlah dengan kata-kata momentum yang istimewa ini. (sur)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan