![](https://kendaripos.fajar.co.id/wp-content/uploads/2025/02/Picture-46.png)
OPINI
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Partai politik, entitas penting penyusun fondasi bangsa ini. Perebutan kekuasaan yang sah terlegitimasi, jalan suci mengabdi untuk negeri. Di tempat itu kita belajar tentang Ide Demokrasi, sesekali intrik dan strategi ikut mewarnai. Tepat 6 Februari 2008 partai itu lahir dari rahim pria kontroversi. Pria yang dipaksa menelan pil pahit reformasi, dan terasing di ujung negeri. GERINDRA nama yang dipilih. Berlambangkan kepala Garuda dengan bingkai di lima sisi. Berwarna merah-emas dengan arti makmur dan berani. Wujudnya filosofis, mengandung makna mendalam tentang jati diri negeri. Negeri yang dijaga sepenuh hati, namun ia terkhianati.
Dia (Gerindra) datang dengan manifesto perjuangan, rakyatlah yang menjadi sebesar-besarnya perhatian. Ketika mereka sibuk bernyanyi tentang kesejahteraan, ibarat lagu usang dengan orkestra dan simponi yang megah, namun tak berwujud, hilang di antah berantah.
Politik kita memang penuh dengan nestapa. Tipu menipu adalah hal yang biasa. Kekuasaan menjadi alat untuk mendominasi yang lemah, dan membungkam suara mereka yang berbeda. Dia (Gerindra) mengemban amanah mulia. Menjadi wadah untuk membentuk mental dan karakter bangsa, yang matang secara intelektual, dan kaya dengan nilai luhur dan moral.
Tangan Dingin dan Pengkhianatan
Dia (Prabowo) mengerti dan memahami. Wujud kita tak selalunya kongkrit untuk dimaknai. Terkadang kita bertransformasi, mengikuti syahwat dan ambisi, hingga tersesat dan lupa diri. Kita berjalan menuju kemenangan, dengan asuhan tangan yang kita khianati. Tangan yang dingin karna peluh dan keringat, yang mengeras dan membeku di telapak.
Dia lama menelan luka. Terbiasa senyum di dalam duka. Ketika mereka menari di dalam pesta, dia tak bergeming pun tergoda. Mungkin ini lah waktu nya, takdir memilih dia berkuasa. Merangkul kawan yang berjasa, atau mungkin pengkhianat yang berdosa.
Kemuliaan Melahirkan Tanggung Jawab
Sukartini Djojohadikusumo, tepat di usia 104 Tahun-nya, menasehati Prabowo tentang prinsip dan mental penguasa, yang mulai luntur dan hilang di telan masa. “Noblesse Oblige”. Istilah prancis bagi mereka yang mulia nan kuasa, memiliki tanggung jawab yang tidak biasa. Memang, kemuliaan lah yang mampu melahirkan tanggung jawab.
Hari ini Dia (Gerindra) telah remaja. Genap 16 Tahun usianya. Tantangan yang dihadapi pun tidak lah mudah. Dari pagar laut dan sertifikasinya, hingga makanan bergizi di sekolah-sekolah. Perang telah usai. Darah dan keringat telah dibasuh. Saatnya memupuk persatuan untuk mimpi yang diusung. Mimpi tentang Indonesia yang melambung, yang terbang tinggi dan tidak dipasung. Sejarah adalah hak mereka, masa depan adalah kewajiban kita. Selamat Ulang Tahun GERINDRA, terus lah terbang menuju Nusantara. Siapkanlah tinta dan pena, untuk menulis; “Sejarah Masa Depan Indonesia”. (*)