Bupati Karo Minta Puluhan Perusahaan Biayai Beasiswa Siswa Berprestasi ke Sekolah Yayasannya, PKAK USU: Ada Benturan Kepentingan

18 hours ago 3

SHNet, Medan -Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencegah dan menangani benturan kepentingan atau conflict of interest, termasuk peraturan perundang-undangan dan pedoman internal di berbagai instansi. Tujuannya adalah untuk menjaga integritas , transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.

Baru-baru ini beredar sebuah dokumen tertanggal 26 Juni 2025 yang ditandatangani Bupati Karo, Antonius Ginting, yang menyurati sejumlah perusahaan untuk berpartisipasi melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility) guna membiayai anak-anak berprestasi daerahnya. Ada 4 skema bantuan yang diajukan kepada para perusahaan tersebut. Di antaranya, pertama, pendanaan bantuan penuh. Di mana, untuk SMA Unggulan di Sumatera Utara diperkirakan sebesar Rp 200 juta per siswa per tiga tahun, sedang untuk SMA Unggulan di Luar Sumatera Utara Rp 250 juta. Skema kedua, pendanaan gotong royong/kolaborasi, di mana setiap pihak memberi bantuan sesuai kapasitas perusahaan yang dikelola forum CSR Kabupaten Karo, serta pendanaan berkelanjutan sesuai kebutuhan program. Skema ketiga, Kabupaten Karo tidak menerima/mengelola pendanaan CSR. Keempat, beasiswa langsung diberikan oleh perusahaan kepada sekolah penyelenggara.

Di hari yang sama, Bupati Karo juga mengeluarkan pengumuman melalui surat kepada orangtua dan peserta didik SMP lulusan Tahun Ajaran 2024/2025 perihal surat Kepala Sekolah Bina Kasih Nusantara Medan yang meminta kerjasama melalui beasiswa dukungan CSR perusahaan di Kabupaten Karo. Adapun gambaran umum beasiswa yang dicantumkan dalam surat tersebut adalah kuota sebanyak 30 peserta didik, beasiswa sekitar Rp 250 juta selama 3 tahun dengan pendidikan bersifat sekolah berasrama (boarding school).

Dari data SMA Unggulan Bina Kasih Nusantara tercatat bahwa Bupati Karo Antonius Ginting adalah Pembina Yayasan sekolah ini.

Saat dimintai pendapatnya mengenai kasus seperti ini, Anggota Pusat Kajian Anti Korupsi (PKAK) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Detania Sukarja, SH.LLM melihat ada isu benturan kepentingan atau conflict of interest di dalamnya. Dia mengatakan memang posisi sebagai pembina yayasan tidaklah sama dengan pemilik sebuah perusahaan yang bersifat profit. Disebutkan, yayasan bersifat non-komersial dan secara konsep pembinanya bukanlah pemilik. “Tapi, yang perlu menjadi pertanyaan adalah, apakah dengan posisi sebagai pejabat publik dan pada saat yang sama sebagai pembina yayasan, dia memberikan keuntungan atau manfaat pribadi tertentu, meskipun bisa jadi bukan manfaat atau keuntungan ekonomi tapi manfaat dalam bentuk yang lainnya,” ujarnya.

Karena, menurutnya, yayasan itu tidak menutup kemungkinan tetap berpotensi disalahgunakan, termasuk untuk tempat pencucian uang atau tempat yang sifatnya negatif.

Tapi, dia menegaskan bahwa apa yang dilakukan Bupati Karo itu sudah jelas merupakan benturan kepentingan. Namun, lanjutnya, apakah benturan kepentingan itu berpotensi masuk ke ranah korupsi atau hanya merupakan isu administratif, perlu pendalaman lebih lanjut dan tidak bisa langsung disimpulkan. “Yang perlu dilihat adalah apakah dengan benturan kepentingan yang terjadi ada unsur penyalahgunaan kewenangan dan jabatan melalui pemaksaan dan tekanan untuk penyaluran CSR, serta memperoleh manfaat dari hal tersebut. Kalau sifatnya hanya berupa arahan, maka bisa jadi ini hanya isu administratif,” ucapnya.

Intinya, kata Detania, perusahaan tidak dapat dipaksa menyalurkan CSR ke sektor tertentu. “Kalau dipaksa dan diancam dengan konsekuensi tertentu, maka baru itu indikasi penyalahgunaan wewenang namanya,” tegasnya.

Dia menjelaskan CSR itu sendiri adalah kewajiban hukum perusahaan, namun perusahaan itu juga yang berhak menyusun programnya, penganggarannya dan rencana penerima manfaatnya. Kalaupun misalnya pemerintah daerah mengeluarkan instrumen hukum tentang CSR, menurut dia, instrumen-instrumen tersebut harus bersifat umum. Misalnya ada perda yang mengatur CSR itu dapat berupa beasiswa ke yayasan. “Tapi tidak boleh instrumen hukum itu langsung mengatur yayasan spesifik,” tuturnya.

Jadi, menurut dia, sebenarnya dalam kasus adanya permintaan Bupati Karo kepada perusahaan untuk mendanai beasiswa anak-anak di daerahnya itu, kalau didasari pada itikad baik dan clear, tidak ada penyalahgunaan wewenang, tidak apa-apa. “Yang penting asal di awal dideklarasikan atau disampaikan dalam pernyataan resmi ke publik sebagai perwujudan prinsip good governance. Dan yang perlu dihindari adalah conflict of interest yang kemudian digunakan untuk memperoleh manfaat pribadi,” ungkapnya. (cls)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan