SHNet, Jakarta-Dalam kondisi aktivitas manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut, Pakar Logistik dari Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI), Agus Purnomo, menyarankan agar Kemenhub mengevaluasi kembali kebijakan perlarangan terhadap truk-truk logistik sumbu 3 ke atas saat liburan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 mendatang. Pasalnya, kebijakan ini bisa menyebabkan keterlambatan pasokan dan kelangkaan barang yang dapat mengurangi kepuasan konsumen dalam mengakses produk, terutama di sektor makanan dan minuman.
“Saat ini, sektor manufaktur di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan seperti tercermin dari rendahnya Purchasing Managers’ Index atau PMI dan banyaknya perusahaan yang melakukan PHK,” ujarnya.
Sementara, lanjutnya, pembatasan truk sumbu 3 pada saat libur Nataru mendatang berpotensi memperlambat distribusi bahan baku maupun produk akhir yang dibutuhkan sektor manuftur ini untuk mempertahankan operasi. Akibatnya, menurut Agus, kebijakan tersebut hanya akan memperburuk kondisi industri manufaktur yang otomatis akan menggangu ekonomi nasional.
Seperti diketahui, industri manufaktur ini menjadi salah satu sektor unggulan dalam mendorong percepatan pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional.
“Jadi, kebijakan pelarangan terhadap truk-truk sumbu 3 untuk beroperasi pada saat Nataru nanti jelas-jelas akan menambah tekanan pada sektor manufaktur yang sudah melemah, sehingga kebijakan ini perlu ditinjau dengan mempertimbangkan dampaknya bagi sektor-sektor kritis seperti industri manufaktur,” ucapnya.
Apalagi, kata Agus, Nataru adalah hari libur besar yang diakui secara nasional, namun bukan hari raya keagamaan mayoritas seperti Lebaran. Karena itu, menurutnya, urgensi untuk pembatasan truk sumbu 3 demi mengurangi kemacetan atau kepadatan di jalan raya mungkin lebih rendah dibandingkan pada Lebaran.
Dia menuturkan pemberlakuan pembatasan truk sumbu 3 pada Nataru akan memberikan beberapa dampak negatif bagi industri. Di antaranya, menyebablan terjadinya gangguan terhadap rantai pasok dan logistik. Disebutkan, penundaan pengiriman bahan baku atau barang akibat pelarangan truk-truk sumbu 3 beroperasi akan memperlambat siklus produksi, mengurangi kapasitas operasional, dan berpotensi meningkatkan biaya logistik. “Hal ini sangat relevan bagi industri air minum dan kebutuhan lainnya yang memiliki permintaan tinggi selama periode liburan Nataru,” katanya.
Menurutnya, industri manufaktur khususnya subsektor makanan dan minuman adalah salah satu sektor yang krusial. Sebut saja produk air minum dalam kemasan (AMDK), dimana pada masa liburan kebutuhannya pasti meningkat. Selain itu juga industri makanan, industri tekstil dan pakaian, industri kimia dan industri farmasi, yang juga sektor krusial yang perlu diperhatikan di masa hari libur keagamaan.
Pembatasan truk sumbu 3 dapat menimbulkan kekurangan stok di berbagai daerah, terutama di daerah yang sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah, sehingga dapat menyebabkan keresahan di masyarakat.
Lanjutnya, permintaan tinggi terhadap air minum kemasan selama Nataru misalnya, jika tidak diimbangi dengan ketersediaan produk yang memadai, dapat memicu kenaikan harga yang signifikan. Konsumen akan menghadapi biaya yang lebih tinggi, yang pada akhirnya meningkatkan beban ekonomi pada masyarakat. “Kondisi ini akan menurunkan kepuasan konsumen dalam mengakses air minum di daerah mereka,” ungkapnya.
Selain itu, tuturnya, kebijakan pelarangan truk sumbu 3 saat Nataru nanti juga bisa mengakibatkan kerugian ekonomi bagi pelaku industri. Di mana, terjadi biaya tambahan untuk menyewa truk-truk lebih kecil atau mengatur ulang rute distribusi yang dapat membebani industri, terutama perusahaan kecil dan menengah. “Selain itu, keterlambatan pengiriman dapat menimbulkan denda dan kerugian akibat kehilangan kesempatan penjualan,” tukasnya.
Dia pun menyarankan agar Kemenhub membatasi saja operasi truk sumbu 3 pada jam-jam tertentu atau di jalur-jalur yang sering padat selama Nataru, sehingga tidak perlu pelarangan menyeluruh. Misalnya, truk sumbu 3 masih bisa beroperasi di luar jam puncak untuk mengurangi kemacetan, namun tetap mendukung kebutuhan industri. Alternatif lainnya adalah dengan mengarahkan truk sumbu 3 ke jalur alternatif untuk mengurangi kepadatan di jalur utama. “Peningkatan aksesibilitas dan pemeliharaan jalur alternatif juga perlu diperhatikan agar distribusi barang tetap efisien,” ujarnya.
Yang bisa dilakukan lainnya adalah dengan memanfaatkan teknologi seperti platform digital untuk pemantauan waktu nyata (real-time tracking) agar distribusi dapat disesuaikan dengan kondisi jalan dan volume lalu lintas. “Sistem manajemen transportasi berbasis teknologi akan membantu operator logistik merencanakan jadwal yang lebih tepat guna mengurangi keterlambatan dan menjaga kelancaran operasi,” katanya.