Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni (Ashar/SinPo.id)
KENDARIPOS.CO.ID -- Rapat kerja Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni dengan Komisi IV DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, memanas setelah anggota Fraksi PDI Perjuangan, Alex Indra Lukman, melayangkan kritik keras terhadap paparan pemerintah terkait penurunan angka deforestasi.
Alex, legislator dari daerah pemilihan Sumatera Barat I, mempertanyakan keabsahan data deforestasi yang disampaikan Kementerian Kehutanan. Ia menuding adanya kemungkinan pencampuran antara data hutan alam dengan perkebunan monokultur, sehingga angka resmi tampak menurun.
“Data yang Bapak sampaikan, deforestasi hutan yang turun. Saya curiga kebun kayu monokultur Bapak hitung sebagai ganti hutan primer di hulu sungai,” ujar Alex dalam rapat, Jumat (5/12). Dilansir dari jppn.com.
Deforestasi Turun di Atas Kertas, Kerusakan di Lapangan Memburuk
Alex menilai, penurunan deforestasi yang diklaim pemerintah justru bertolak belakang dengan kondisi nyata di wilayah daerah aliran sungai (DAS). Menurutnya, kerusakan di area tersebut sangat masif dan telah memicu serangkaian bencana alam, seperti longsor dan banjir bandang.
“Kerusakan di daerah aliran sungai sedemikian dahsyatnya. Maka tidak heran kalau banjir bandang ini luar biasa,” tegasnya. Dilansir dari jppn.com.
Tambang Ilegal Tidak Dipaparkan, Menhut Diminta Jujur
Sorotan Alex kemudian bergeser ke isu yang lebih sensitif: aktivitas tambang ilegal. Ia menuding Menhut tidak transparan karena tidak memaparkan data yang disebut-sebut menjadi penyebab utama kerusakan hutan di berbagai daerah, terutama di wilayah Sumatra–Aceh.
“Data tambang ilegal yang menghancurkan hutan sedemikian parahnya, Bapak tidak paparkan, ya? Ayo, dong, buka!” tantang Alex dengan suara meninggi.
Alex menyebut tambang ilegal mudah ditemukan karena beroperasi di sepanjang aliran sungai dan nyaris semuanya tidak memiliki izin. Ia pun mempertanyakan efektivitas pengawasan kementerian.
“Ke mana saja kita selama ini, Pak?” cecarnya.
Anggaran Rehabilitasi Dinilai Tidak Masuk Akal
Selain tambang ilegal, Alex juga menyoroti minimnya anggaran rehabilitasi hutan. Ia menyebut alokasi dana yang tersedia hanya sekitar Rp 62.500 per hektare, angka yang dinilainya jauh dari cukup untuk memulihkan kondisi hutan yang rusak parah.


















































